Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu.

Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman.

*

Selama lima belas tahun, Legenda hanyalah anak biasa. Bungsu dari kembar tiga, ya, tapi anak biasa. Biasa itu maksudnya tidak bisa membaca pikiran seperti kakak sulungnya, dan tidak bisa psikokinesis seperti kakak tengahnya. Pernah, hal ini membuatnya mempunyai pikiran bahwa jangan-jangan dia bukan adik sedarah dan sekandung mereka.

Namun, sebuah kejadian dengan teroris berkekuatan supranatural membuat hidup Legenda berubah, dan kekuatannya yang tertidur pun bangkit. Kini, bukan lagi anak biasa, Legenda malah setengah berharap dia bisa kembali ke hidupnya yang dulu: simpel, riang, dan dipenuhi kekhawatiran khas anak yang baru lulus SMP. Bukan hidupnya yang sekarang: terkucil, ditakuti karena kekuatannya.

Legenda sudah hampir menyerah, mengira seumur hidupnya akan dihabiskannya dengan kesendirian, ketika pertemuannya dengan Gadis Berambut Panjang di Pinggir Kolam sekali lagi menuntun hidupnya ke arah yang tak disangka-sangka, membuatnya menemukan keluarga yang tak pernah dikenalnya, dan merekonstruksi pemahamannya mengenai ikatan dan kebersamaan.

*

“Rasa penasaran itu bagaikan diare, Le. Kalau nggak dikeluarin ya ngeganggu terus!”
--Mitos, 2018

*

p.s.: sedang ditulis dalam rangka nanowrimo XD