Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sepertujuhbelas #Part1
MENU
About Us  

 

          Hari-hariku seperti pisau yang semakin lama semakin tajam, seolah seperti ada yang mengasahnya. Ingatanku menguat, hatiku pula. Aku tahu bahwa hidupku dikendalikan, tapi tak sepenuhnya. Buktinya, logika dan nurani, aku yang memegang remote kontrol atas dua hal vital dan berpengaruh besar itu. Entah aku yang berbicara sekarang adalah nuraniku, atau logikaku. Akan sulit mendapat jawaban jika keduanya tidak sinkron.

Tepat pukul 04:00 AM tujuh belas tahun lalu aku menjadi bagian dari mata dunia ini. Aku tidak sendiri, aku bersama belahan jiwaku. Tangisan kami membekukan waktu, memecahkannya dengan segera.

Nama kami persis. Keberuntungan? Tidak. Atau mungkin malapetaka? Mungkin tidak mungkin iya. Sudah membumi langit cerita di antara kami, saling menahu dari batang hingga akarnya. Mengisi tiap seperenam belas waktu berdua, tanpa cela untuk berjauhan. Ya, kami lahir bersama takdir, perbedaan, dan sayatan luka. Tak pernah bisa menebak apakah masa itu akan berwujud berlian di kemudian waktu, atau malah...

Apakah hanya aku yang merasa bahwa metamorfosa sudah berulang kali terjadi dalam hidupku? Mereka dinamis, bergerak cepat. Merubah hidupku secepat kilatan cahaya langit kala guntur dalam hujan. Giliran klimaks hidup ku tiba. Tujuh belas tahun setelah fase kali pertama itu.

“Kenapa aku lahir hanya untuk menerima umpatan-umpatan? Selalu dia yang kau utamakan, dan aku tidak. Apa salahku, Ibu?” Isakan Rin, saudara kembarku.

Aku mendengar kalimat kotor itu mungkin seribu kali atau lebih. Aku memikirkan bagaimana perasaan Ibu kala itu, kala mendengar kalimat itu.

“Bukan begitu, Nak. Kau salah paham. Tidak ada yang lebih unggul dari kalian berdua. Kalian sama di mata Ibu. Maafkan Ibu, jika kata-kata Ibu membuatmu merasa sedikit buruk.” Sesal Ibuku.

Orang tuaku hanya sedikit memperlihatkan rasa bangganya karena anak bungsunya berhasil di bidang akademis. Tetapi bukan berarti yang lain lebih buruk. Bukan, bukan seperti itu.

Aku tahu maksud orang tuaku. Terkadang anak memang sulit memahami orang tua seperti mereka, terlebih lagi orang tuaku hanya orang desa yang pendidikannya tidak setinggi orang-orang elite  di pusat kota. Tidak heran lagi jika mereka bangga melihat anak-anaknya jauh lebih baik darinya, apalagi tolak ukur orang tua terhadap anaknya adalah melihat prestasi akademis anaknya di sekolah. Itu manusiawi, itu wajar.

Rin sering menangis karena sebab yang sama. Ia merasa tidak diperlakukan secara adil oleh  orang tua kami. Aku bingung harus melakukan apa untuk memperbaiki keadaan yang semakin memburuk ini.

Aku dan Rin, belahan jiwa yang selalu di pandang sama oleh masyarakat hanya karena kami lahir dalam status kembar. Tapi memang bagiku lebih terlihat hanya sebagai sebuah status, atau mungkin relasi, atau label. Karena realita kami memang berbeda, hati kami tak sama. Bertolak belakang, mencerminkan dikotomi di antara kami berdua. Sulitnya menyinkronkan jalan hati kami seperti sulitnya menyeiramakan detak jantung kami.

“Puas kamu?! Seneng dong, jadi kesayangan Ibu sama Bapak!” Celetuk Rin saat berpapasan denganku di dapur.

“Apaan sih? Perasaan kamu aja kali, jangan mikir negatif mulu. Jangan gampang tersinggung dong, Rin. Ibu nggak salah jadi nggak usah ngomong kasar sama Ibu. Kasihan kan Ibu sudah tua.” Sahutku menasehati Rin.

“Iya bukan Ibu yang salah! Siapa yang bilang Ibu salah?! Kamu yang salah! Dasar bego.” Katanya padaku dengan nada tinggi.

Seolah dihantam batu besar tubuhku, aku membisu kala itu. Dan lebih memilih untuk beranjak menjauh daripada menyulutnya. Aku tidak mau perhelatan kami membesar.

Belahan jiwaku bahkan sekarang tidak menyukaiku. Ia mungkin menyimpan sedikit rasa benci padaku. Entahlah, aku merasa bahwa benci itu lebih mengarah kepada rasa iri.

Waktu berlalu, warna abu yang mengisi penuh cerita hidup kami. Rin, saudara kembarku, menjelma seperti orang asing. Ia berubah semenjak insiden kecil yang beruntun itu.

Rin sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya ketimbang bersama keluarga. Ibu dan Bapak sudah sering menasehatinya, tetap nol hasilnya.

“Dari mana saja? Nggak tahu sekarang jam berapa kok baru pulang?” Tanya Ibuku kepada Rin pas Ia masuk rumah. Pukul 11:00 PM kala itu. Benar, hampir tengah malam.

Aku mendengar celotehan mereka dari kamar. Yah... Seperti biasa, menguping adu mulut mereka.

“Dari main sama temen-temen. Orang keluar cuma sebentar diomelin.” Jawabnya asal.

“Bukannya ngomelin, Nduk. Cuma ngingetin, kamu anak perempuan dan ini sudah malem. Apa bagus perempuan pulang larut malem kaya gini? Nanti kalau kamu kenapa-kenapa di luar bagaimana, Nduk?” Ujar Ibuku kepada Rin.

“Terus apa namanya kalau bukan ngomelin? Anak kesayangan Ibu satunya nggak pernah Ibu omelin, setiap hari yang kena semprot aku mulu!” Rin nyaut kalimat Ibu, dan perlahan enyah dari hadapannya.

Sementara Ibu diam, hanya terpaku di depan pintu. Pun aku bisa melihat mata Ibu yang penuh sayatan di sana.

Aku tidak bisa berbuat apapun, hanya menengadah dan bersimpuh di atas sajadah bersama Tuhan.

Persis jam pasir yang sudah di bolak-balik sang raja, fase cepat berganti. Dua tahun lamanya Rin hidup bukan seperti orang yang sejak kecil aku kenal. 

Hingga tiba suatu waktu, Ibu dan Bapak mendapatinya di kamar sedang mengonsumsi barang yang tidak biasa. Ia ketagihan, candu. Kami baru mengetahuinya dua tahun setelah kali pertama Ia mengonsumsinya.

Meledak-ledak kedua orang tuaku karena itu. Mereka memarahinya. Bapak yang sejauh ini tak pernah main tangan kepada anaknya, kini memukul Rin.

BOOM!  Tangisan kami memenuhi ruangan pribadi Rin tersebut. Aku benar-benar merasa seperti ada sebuah pistol yang siap melesat di pelipisku. Aku ketakutan.

Aku berusaha menghalau Bapakku memukul belahan jiwaku. Bagaimanapun Ia saudara sedarahku. 

“Apa untungmu melampiaskan emosimu ke barang-barang seperti ini?! Siapa yang mengajarimu?! Bapak tidak pernah mengajarimu melakukan hal-hal bodoh semacam ini! Hah! Mau jadi apa kamu?!” Bentak Bapak kepada  Rin.

Rin hanya terbaring di atas dipan sambil menangis. Aku bisa mendengarnya, tangisan itu amat tajam di telingaku.

“Ayo, cukup! Mari kita selesaikan dengan cara yang baik, jangan dipukul, Pak! Rin belahan jiwaku.” Teriakku di sana.

Katakan saja, setan kala itu memenangkan pertandingan. Berhasil menguasai nurani dan logika Bapakku. Emosional.

Seminggu setelah insiden itu, tidak ada yang berubah. Rin semakin menjadi. Kalimatnya selalu kasar ketika ngobrol sama Ibu dan Bapak.

Aku sering menasehati dan mendekati Rin. Tapi yang jadi masalah, Rin tidak pernah mau mendengarkanku. Dia acuh terhadapku.

“Sudah, sebelum terlambat. Berhentilah, Rin, perbaiki semua yang telah rusak. Ini waktunya. Kasihan Ibu dan Bapak kalau kamu kaya gini terus. Mereka setiap hari gelisah mikirin solusi buat bantu kamu biar nggak salah jalan kaya gini.”

“Hahaha! Aku yakin, kamu seneng lihat hidupku hancur kaya gini! Iya kan?! Nggak usah munafik deh! Aku benci kamu!”

“Rin, aku nggak pernah punya niat buruk sama kamu, aku sedih melihat kamu seperti ini! Mana kamu yang aku kenal dulu?! Mana Rin!” 

“Tangisan buaya! Jangan sok kenal dan tahu lebih dalem tentang aku! Percuma!”

Seperti biasa, Ia langsung enyah dari pandanganku. Aku bimbang, aku bingung menghadapinya. Ia tidak mau mendengarkanku.

Mungkin benar, belahan jiwaku sekarang menjelma seperti orang asing. Aku tidak mengenalnya, aku kesulitan memahami dan membacanya. Ikatan batin yang dulu sangat kuat, antena dalam relung jiwa kami sudah diterjang ombak besar. Sulit direparasi.

Rin semakin malang, aku iba, aku ikut jatuh di lubang itu. Maafkan aku Rin, jika semua ini karena keberadaanku. Maafkan aku, yang membuat kehadiranmu terasa hambar. 

Di sepertiga malam aku panjatkan pinta kepada Tuhan, seandainya manusia mendapati dirinya saling bertukar raga. Aku ingin melakukannya bersamamu, belahan jiwaku. Aku ingin merasakan gelapnya abu di duniamu. Aku ingin membaginya denganmu. Dan aku ingin kamu  merasakan warna-warna yang lebih kontras dari warna milikmu, belahan jiwaku. Beri aku dua pertiganya, agar sedikit lebih mudah untukmu.

*** Bersambung ***

How do you feel about this chapter?

1 2 4 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Ayuning

    Keren banget mar.. Kata katanya bagus banget bikin cememew

Similar Tags
Me vs Skripsi
3663      1519     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
14 Days
1039      725     1     
Romance
disaat Han Ni sudah menemukan tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupnya setelah sekian kali gagal dalam percobaan bunuh dirinya, seorang pemuda bernama Kim Ji Woon datang merusak mood-nya untuk mati. sejak saat pertemuannya dengan Ji Woon hidup Han Ni berubah secara perlahan. cara pandangannya tentang arti kehidupan juga berubah. Tak ada lagi Han Han Ni yang selalu tertindas oleh kejamnya d...
1'
5128      1719     5     
Romance
Apa yang kamu tahu tentang jatuh cinta? Setiap kali ada kesempatan, kau akan diam-diam melihatnya. Tertawa cekikikan melihat tingkah konyolnya. Atau bahkan, kau diam-diam mempersiapkan kata-kata indah untuk diungkapkan. Walau, aku yakin kalian pasti malu untuk mengakui. Iya, itu jarak yang dekat. Bisa kau bayangkan, jarak jauh berpuluh-puluh mil dan kau hanya satu kali bertemu. Satu kese...
Segaris Cerita
553      313     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
My LIttle Hangga
803      523     3     
Short Story
Ini tentang Hangga, si pendek yang gak terlalu tampan dan berbeda dengan cowok SMA pada umunya. ini tentang Kencana, si jerapah yang berbadan bongsor dengan tinggi yang gak seperti cewek normal seusianya. namun, siapa sangka, mereka yang BEDA bisa terjerat dalam satu kisah cinta. penasaran?, baca!.
Estrella
371      254     1     
Romance
Oila bingung kenapa laki-laki ini selalu ada saat dia dalam bahaya, selalu melindunginya, sebenarnya siapa laki-laki ini? apakah dia manusia?
Horses For Courses
12334      2570     18     
Romance
Temen-temen gue bilang gue songong, abang gue bahkan semakin ngatur-ngatur gue. Salahkah kalo gue nyari pelarian? Lalu kenapa gue yang dihukum? Nggak ada salahnya kan kalo gue teriak, "Horses For Courses"?.
The Friends of Romeo and Juliet
21761      3465     3     
Romance
Freya dan Dilar bukan Romeo dan Juliet. Tapi hidup mereka serasa seperti kedua sejoli tragis dari masa lalu itu. Mereka tetanggaan, satu SMP, dan sekarang setelah masuk SMA, mereka akhirnya pacaran. Keluarga mereka akur, akur banget malah. Yang musuhan itu justru....sahabat mereka! Yuki tidak suka sikap semena-mena Hamka si Ketua OSIS. dan Hamka tidak suka Yuki yang dianggapnya sombong dan tid...
Who are you
403      297     2     
Short Story
Cassandra atau yang dipanggil Cassa, merasa dirinya selalu diintai orang asing melalui akun sosial media miliknya. Berawal dari sebuah akun bernama X_lion yang meminta pertemanan melalui salah satu aplikasi daring, Cassa mengenal sosok laki-laki yang sering mengisi hari-harinya itu. Namun, chatting online itu terendus oleh Kinno, pacar Cassa. Kinno marah dan meminta Cassa memutuskan hubungan chat...
300 Ribu
526      343     0     
Short Story
Yoga bimbang. Dengan uang 300 ribu dari ibu kosnya, jaminannya ia harus mencoblos pasangan capres nomor 3 itu, maka ia bisa mentraktir kekasihnya. Politikus adalah pembohong. Tetapi, apakah Yoga akan tahan godaan dari uang itu?