Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

Uh, why had I been leaf my book at school? Ergh, so I must go to school at weekend!” maki seorang gadis berambut pirang ikal yang dikuncir ekor kuda. “How courageous that d*mn teacher gave me a homework!!” Ia berjalan menghentak-hentakkan kakinya di sepanjang koridor lantai tiga bagian SMA Brokeveth  yang sunyi senyap.

Calm, my Dear,” bujuk laki-laki yang berjalan di sebelah perempuan pirang yang mengomel itu. “Be positive thinking. I also can meet you before we must be separated for a long time. So I never feel –“

Feel what?” tanya si pirang dengan rasa kesal yang sudah hilang karena tiba-tiba laki-laki yang berjalan di sebelahnya itu menghentikan perkataannya.

Tangan si laki-laki terangkat. “Stt…, do you hear that? That voice –“

Si pirang tercenggang. “Yeah, violin rhythm from the music gallery. So that rumor… is true? Very foolish.”

Mereka saling terdiam sampai akhrinya si laki-laki mendekati ruang seni musik dengan langkahnya yang lebar dan cepat, sedangkan si pirang tetap diam.

That voice… was gone,” ujar si pirang yang berdiri jauh dari ruang seni musik.

 “Locked! Who at there!?” Si laki-laki menendang pintu.

Ketika suasana kembali hening, sejenak kedua orang itu saling berpandangan. Mereka akhirnya pergi setelah sepakat untuk mencari kunci cadangan ruang musik. Satu menit kemudian terdengar kembali suara biola dari ruangan itu. ‘The Pernambuco’ melanjutkan permainannya.

Do you find that room’s key?” tanya laki-laki yang tadi menendang pintu setelah ia kembali lagi ke depan ruang seni musik.

Seketika itu juga nada yang ada di dalam ruang musik terputus. Sama seperti sebelumnya.

Si perempuan cemberut. “D*mn. You should be quiet, Fred. I already here as long as you go. That violin sound was started again when your footfall went away,” bisik si perempuan dengan nada gemas. “The Pernambucocadence. So, impossible to us to find that key. Whether ‘The Pernambuco  who hide that?

From whence? All of the keys in this school were hide by the keeper like the teachers said,” sela Fred. “Same with me who cannot find anymore.

Si joli itu terdiam lagi. Lagi-lagi mereka berpandangan dalam diam.

Veux tu est ici? Ouklo…,” tanya Fred.

Bien entendu, faire semblant d’aller,” jawab si pirang.

Sementara itu, ‘The Pernambuco’ yang sedang menggebu-gebu dibicarakan–hanya dipisahkan oleh pintu geser–diam memelototi pintu. Sedikit adrenalin mengalir menghangatkan pipi akibat suasana yang kian tegang.

French. You understand, don’t you? What did they say, Vincent?

Vincent menunduk. “’Whether you longing still here? Or...,that a man named Fred said. ‘Certainly pretending to go’. That is her answer,” jawab Vincent menerjemahkan perkataan mereka berdua ke dalam bahasa Inggris.

Alis Kenan sebelah terangkat. Dasar dua makhluk tak berguna. Kenan menyilangkan tangan ke dada. “Thanks for your job to hide the key,” bisik Kenan.

My duty, Miss.”

 

“Ergh.” Si perempuan mendecak lalu menghentak-hentakkan kakinya lagi ketika pergi meninggalkan depan ruangan musik. Fred mengikutinya. “Whether The Pernambuco is a French!? Damn!” maki si perempuan merasa marah.

Diam-diam Kenan membuka pintu lalu pergi ke ruangan yang terdapat jendela yang menghadap gerbang waktu merasa yakin kalau suara kedua orang menyebalkan itu telah lenyap. Ia mengintip dari balik gorden.

Fred dan pacarnya itu keluar dari gerbang. Pacarnya yang merasa tidak puas itu terus menerus melihat ke arah lantai 3 dengan bibir cemberut. Ia tidak melihat Kenan bersembunyi tapi Kenan melihatnya.

Merasa aman, Kenan kembali masuk ke ruang musik dan meminta Vincent menguncinya lagi dari dalam. Ia lantas melanjutkan lagi permainan biolanya.

Beberapa saat kemudian terdengar dentingan suara piano yang mengiringi permainan Kenan. Ia kenal cara permainan yang khas itu. Kenan menghentikan permainan biolanya lalu menurunkannya dari pundak.

“Pachelbel's, Canon in D minor.”

Kenan menoleh. “Dari mana kau masuk, Ferliaz?” tanya Kenan datar.

“Vincent tak memberi tahu ya kalau aku ada di sini semenjak kau keluar tadi untuk melihat Fred dan Valemont keluar gerbang?” tanya Ryan balik.

“Jangan jadikan dia alasanmu. Lalu, kau ada perlu apa?”

“Ehm, kita akan libur sampai tahun baru. Jadi orang tuaku dan tante Merry meminta kau datang ke rumah.” Ryan melihat jauh ke dalam mata Kenan dan tahu ada jawaban tidak di sana. “Well, harusnya mereka sendiri saja yang bilang.”

“Aku mau menemani Lena dan latihan di sini.”

Ryan menyerah dan berdiri dari kursinya. “Sudah kuduga.”

“… aku akan datang tanggal 31 nanti.”

Senyum kecil merekah di wajah Ryan ketika jawaban tak terduga tercetus dari sepupu kecilnya yang seperti robot. “Makasih, Kenan.”

“Jangan sebut namaku.”

Ryan mengerutkan alisnya lalu tertunduk sedih. “Baiklah. Sampai jumpa.”

Kenan melirik Vincent. “Let him go through the door.”

Vincent membukakan pintu untuk Ryan. Setelahnya, ia menguncinya lagi.

Kenan mengangkat biolanya dan menaruhnya lagi di pundak. “Für Lebena. Sweetbox, One Thousand Word.”

 

 

Lena membuka matanya dan mendapati Kenan ada di sebelahnya.

“Ken? Syejak kapan kau di syitu?”. Ia melirik ke arah tangan Kenan. “Dan belapa banyak lagi apel yang mau kau kupas?” tanya Lena bingung.

Kenan terlepas dari lamunannya. “Eh? Apel?”

“Eh syakalepmu. Lihat tuh, syudah ada empat apel beltenggel ditumpuk syama kamu. Ditambah syatu lagi ngantli di tanganmu.” Dengan bingung Kenan memandang apel di tangannya sendiri. “Kau kenapa syih? Makin lama di Ingglis makin aneh.”

Senyuman letih mencuat dari Kenan. “Tak apa, lagipula dari dulu aku sudah terlanjur aneh. Jadi, tak ada yang berubah.”

Lena tertawa kecil. Ia bangun dari posisi tidurnya dan duduk bersandar.

“Eh!? Syiapa itu!?” Lena kaget waktu matanya tertuju ke pojok ruangan.

Kenan menoleh ke arah mata Lena terpaku. “Ah, itu kepala pelayanku.”

Vincent yang daritadi diam sedikit mengerti kalau Lena kaget dengan kehadirannya yang tak terasa–diam di pojokan ruangan sendirian.

Vincent menunduk dan tersenyum lalu memperkenalkan diri. “Good Afternoon, Miss. I am Ms. Kenan’s butler. My name is Vincent Reamer.”

Mulut Lena membulat. “Eh? Butlel?” Vincent tersenyum lalu mengangguk. “Ehm, my name Lena. I am Ken’s–

Petite Lena. She is my other family besides ‘them’,” potong Kenan.

Mata Vincent melihat ke arah nonanya  lalu mengangguk lagi.

Lena melihat Kenan dengan bingung “Eh? Meleka syiapa?” tanya Lena. Beberapa detik kemudian Lena baru mengerti. “Ah. Kenapa kau syebut meleka –“

“Sudah jangan dibahas lagi,” pinta Kenan sambil melanjutkan mengupas apel. Apel kelimanya.

Lena menghela nafas lalu tersenyum. “Ya syudahlah. Kau ke syini juga hanya syebental. Ayo kita celita syaja dalipada kau jadi tukang lujak!” seru Lena riang. Kenan pun tertawa geli. “Kalau begitu ayo celitakan tentang pelayanmu itu! Aku hanya tahu tentang butlel dali komik syaja. Ayo celita!”

Kenan meletakkan apel tersebut ke meja lalu menatap wajah Lena. Secarik senyum muncul di ujung bibir Kenan. “Aku pikir memang tak beda jauh dengan yang kau baca dari komik itu. Ia memang kepala pelayan yang mengurusi rumah, mengatur pelayan-pelayan yang lain. Kalau pagi-pagi setelah aku keluar kamar, ia pasti tiba-tiba saja sudah nongol entah darimana. Habis itu ia menanyaiku apa saja dengan bawelnya dan bla bla bla.”

Lena menatap Kenan dengan wajah bodohnya. Ingin sekali tangan gratil Kenan melempar wajah Lena pakai apel.

“Ha? Jadi kalian benal-benal tinggal belsyama, gitu? Dan dengan wajah syebiasya itu kau, kau masyih bisya syantai?? Tak kusyangka…”

Sebuah lilitan panjang kulit apel yang Kenan buntal-buntal mendarat sukses di wajah Lena. “Apa sih yang kau pikirkan!?”

Lena malah tertawa cekikikan. “Itu teldengal syelonok tahu! Gimana pun juga dia kan cowok yang masyih dua puluh tahunan!”

Kenan mulai tertawa dengan wajar setelah selama itu belasan otot di wajahnya yang berguna untuk tersenyum kaku. Tangannya dengan jail melempari Lena dengan kulit-kulit apel yang lain.

“Tahu darimana umurnya? Dodol. Kalau pelayan di rumahku seperti itu sudah kutendang. Lagipula pelayan yang lainnya dan kokinya perempuan tahu!”

 “Siapa tahu? Nanti Ken jadi kolban cowok idung belang. Oh ya, kau punya koki? Masyakan syesyuatu untukku dong? Makanan Indonesyia!”

“Dari kemarin aku cari tahu tempe tapi tak ada. Mau bubur Menado?” Lena mengangguk. “Oh ya, tumben gak bawel soal violinku?”

Barulah Lena berceloteh ria. Tas violin Kenan tarik dari bawah tempat tidur Lena, lalu ia mengeluarkannya. Violin miliknya ia letakkan di bahu. “Wolfgang Amadaus Mozart: Turkish March.”

Lena menikmatinya sambil tersenyum kecil. Badannya yang tidak bisa banyak bergerak bergoyang kesana kemari dengan lemah.

Lagu baru berjalan sampai tiga perempatnya tetapi sayangnya para perawat itu sudah terlanjur datang dan mengusir Kenan. Dengan sedih Kenan melambai pada Lena yang dipaksa berbaring oleh dokter. Dengan demikian ia keluar rumah sakit diikuti Vincent yang sudah ia paksa memakai mantel panjang supaya baju tail-coat-nya tak terlihat. Kenan sama sekali tak menemukan cara untuk membuatnya mengganti bajunya itu kalau keluar rumah.

Sebenarnya berapa banyak bajunya yang seperti itu?

What time is it?” tanya Kenan pada Vincent.

5:14 P.M, Miss,” jawab Vincent.

Kenan terus berjalan dengan mata yang menatap lurus ke depan. “Do you know a proper place where I could buy a dress?” tanyanya sambil sedikit menghadapkan kepalanya ke kiri.

Vincent diam sejenak untuk berpikir. “Yes, Miss,” jawab Vincent singkat.

Kepala Kenan menghadap depan lagi. “We could go there right now?

Yes, Miss,” jawab Vincent lagi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
One Day.
544      365     1     
Short Story
It's all about One Day.
Mr. Kutub Utara
354      273     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.
Heart To Heart
1500      925     11     
Inspirational
Story About A Girl And Her Father
Sanguine
5753      1740     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
Piromaniak
5831      1696     5     
Romance
Dia merubah apiku dengan cahayanya
In your eyes
8809      2029     4     
Inspirational
Akan selalu ada hal yang membuatmu bahagia
Dream Space
692      429     2     
Fantasy
Takdir, selalu menyatukan yang terpisah. Ataupun memisahkan yang dekat. Tak ada yang pernah tahu. Begitu juga takdir yang dialami oleh mereka. Mempersatukan kejadian demi kejadian menjadi sebuah rangakaian perjalanan hidup yang tidak akan dialami oleh yang membaca ataupun yang menuliskan. Welcome to DREAM SPACE. Cause You was born to be winner!
The Bet
17696      2754     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
ATHALEA
1423      642     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Grey
253      214     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.