Loading...
Logo TinLit
Read Story - AraBella [COMPLETED]
MENU
About Us  

43. Pergi

43 // Pergi

Ara menyetop sebuah taksi dan menyebutkan alamat rumah Clara. Sambil menatap kedua benda di tangannya, terpikir olehnya sesuatu. "Kenapa perbuataku sekarang ini seperti seorang pencuri. Memang, sih. Tapi itu kan rumahku sendiri. Untung saja tetanggaku sangat baik hati dan tidak langsung memanggil polisi."

Taksi itu melaju melewati mall yang tadi didatanginya. "Ah, padahal aku sudah menemukan hadiah ulang tahun untuk Clara. Kenapa aku tidak membayar barang itu sebelum kabur dari psikopat itu, ya?" Tubuhnya menegang, matanya membesar, otaknya teringat sesuatu.

"Orang yang tadi di depan rumahku... itu adalah psikopat itu," gumamnya.

Supir taksi menatapku bingung dari kaca di sampingnya. "Ada apa, dik?"

Ara menggeleng. "Tidak, pak. Saya tadi bicara pada diri saya sendiri."

Supir itu mengangguk mengerti dan kembali fokus menyetir. Ara masih tidak percaya kenyataan yang dihadapinya. Psikopat itu terus mengikutinya dan mengetahui rumahnya. "Mengapa papa bernama Mirza, ya? Setahuku, namanya adalah Bima. Apakah papa punya nama yang tidak kuketahui?" gumam Ara lagi.

Supir itu kembali menatap Ara. "Anak aneh," katanya dalam hati.

????????????

Seseorang menghampiri Ara dan menepuk pundaknya. Ara berbalik dan menatap orang itu. Dia adalah seorang laki-laki yang tampan dengan senyum manis menghiasi wajahnya. "Bern," sebutnya.

"Apa?"

"Sebaiknya kamu pergi ke Bern. Kamu sedang melarikan diri, bukan?" kata laki-laki itu.

"Tahu dari mana?" Ara berjalan mundur.

Laki-laki itu mengangkat bahunya. "Entahlah, aku hanya tahu."

"Untuk apa aku pergi ke tempat itu? Dan untuk apa aku memercayaimu?" Ara sudah bersiap-siap kabur. Laki-laki itu mencekal Ara.

"Tolong penuhi permintaanku. Sejak kecil aku ingin pergi ke sana," pinta laki-laki itu dengan muka memelas.

"Kenapa kamu tidak pergi ke sana? Apa karena terlalu mahal?" tanya Ara tanpa melepas kewaspadaannya.

Laki-laki itu menggeleng. "Aku tidak bisa. Kamu pergi saja. Dengan begitu keinginanku ikut terpenuhi. Lalu tempat ini tidak aman. Turutilah keinginanku."

"Siapa kamu?" tanya Ara. Laki-laki itu terdiam.

"Kamu tidak ingat? Oh, mungkin karena wujudku sudah berbeda. Mungkin kamu akan mengingatku seiring berjalannya waktu." Laki-laki itu memberikan Ara sebuah foto lalu melambaikan tangan tanda perpisahan.

"Foto apa ini? Siapa anak laki-laki ini?"

"Kamu akan ingat. Sampai jumpa," kata laki-laki itu, masih melambaikan tangan.

"Sampai jumpa? Memangnya kamu mau ke mana?" Ara bingung.

"Bukan aku yang pergi melainkan kamu." Setelah mengatakan hal itu, Sebuah tangga muncul di hadapan Ara dan menarik tubuhnya.

"Apa ini? Wuaa!" teriaknya histeris. Tangga itu bergerak semakin ke atas. "Hentikan. Kita akan menembus langit-langit."

Tangga itu terus bergerak naik tanpa memedulikan Ara. Ara menutup matanya.

????????????

"Ara, bangun!"

Ara terduduk. Apa dia bermimpi? Mimpi itu terasa sangat nyata. Di sampingnya, Clara menatapnya.

"Akhirnya kamu terbangun juga. Kamu tertidur seperti kerbau dan membingungkan supir taksi ini," marah Clara.

"Apa?" Dia melihat supir taksi itu dan berdiri. "Maaf sekali, pak. Ini ongkosnya. Saya bayar dua kali lipat."

Supir itu mengangguk dan pergi.

Ara menggaruk kepalanya. "Apa yang terjadi?"

"Kamu tertidur. Lalu kamu berteriak-teriak seperti orang gila. Supir itu sangat ketakutan. Dia kira kamu kerasukan." Clara menjelaskan secara singkat, padat, dan jelas. "Untungnya hal ini terjadi saat sudah mendekati rumahku. Jika tidak, dia akan ketakutan setengah mati."

"Oh."

Clara menatap Ara. "Ceritakan apa yang kamu mimpikan. Orangtuamu dan Bella?"

Ara menggeleng. "Seseorang laki-laki di mimpiku memberitahuku tempat ini tidak aman untuk melarikan diri. Aku diminta pergi ke suatu tempat bernama Bern. Katanya dia ingin sekali ke sana."

"Bern? Ibukota Swiss?" tanya Clara.

"Kamu tahu?"

"Tentu saja. Saat aku berumur tiga tahun aku menghafal semua nama negara dan kota, serta daerah di seluruh dunia," pamer Clara. Ara mendengus kesal.

"Mungkin aku harus ke sana. Lagipula kata laki-laki di mimpi itu, tempat ini tidak aman. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Ara, "aku akan beritahu mama dan papamu."

"Tapi ke luar negeri membutuhkan banyak sekali persiapan, seperti visa, paspor, dan lain-lain." Clara terlihat cemas. "Dan kamu tidak punya siapa-siapa di sana. Bagaimana jika kamu pingsan dan tidak ada yang tahu? Bagaimana jika kamu punya masalah finansial di sana?"

"Pertama, aku sudah mempersiapkan seluruh hal yang kamu sebutkan. Memang, aku tidak pernah dibuatkan paspor oleh keluargaku. Tapi aku bisa sendiri. Masalah visa sudah kudapatkan. Aku sudah mengajukan visa serta membayarnya setahun yang lalu. Untungnya, aku diterima. Kedua, bekerja di negara luar tidak akan menakutkan. Dan yang terakhir, aku sudah melewati banyak masalah dalam keluargaku. Aku pasti bisa bertahan hidup di sana."

 "Kalau itu keinginanmu, kami akan membantumu. Masalah uang, biar kami saja yang tanggung, Ra." Kedua orangtua Clara datang.

Ara menggeleng. "Aku tidak ingin merepotkan."

"Paling tidak kami belikan tiket. Uang transportasi ke sana sangat mahal." Papa tersenyum dengan wajah yang mengatakan: Jangan membantah.

Ara mengangguk.

????????????

"Kamu serius ingin pergi sekarang?" tanya Clara. Ara mengangguk.

"Ayo, masuk." Clara dan Ara masuk ke dalam mobil Fabian setelah menaruh koper. Di dalamnya terdapat seorang gadis yang pernah Ara jumpai.

"Kamu adiknya Fabian, bukan?" tanyanya. Dia mengangguk.

Fabian menjalankan mobil dan mulai bergerak menuju bandara.

"Aku tidak pernah menyangka kalau pacar Fabian adalah Clara. Aku pikir kamu yang akan jadi pacar bocah ini," kata adik Fabian.

Tetap fokus mengemudi, Fabian mencubit pipi adiknya yang duduk di sampingnya. "Berapa kali kubilang, bicaralah yang sopan pada kakakmu."

"Untuk apa? Toh kita cuma beda tiga tahun."

Ara tersenyum melihat interaksi keduanya.

"Jujur saja, sejak di pasar malam, Fabian selalu bertingkah aneh. Aku pikir itu karenamu," ucap adik Fabian lagi.

"Hei, aku tidak pacaran dengannya karena aku suka Clara," ucap Fabian kesal.

"Berisik sekali, sih." Clara menendang kursi di depannya, yaitu adik Fabian.

Dia terlonjak. "Hei, tomboi. Ingat, aku ini calon adik iparmu!" teriak adik Fabian kesal.

"Bicaralah yang sopan pada calon kakak iparmu ini, pendek," balas Clara.

Ara tidak lagi memperhatikan mereka. Dirinya menatap jendela sambil melamun. Langit terlihat sangat indah. Jelas, matahari baru terbit, menghasilkan warna oranye yang mempesona.

Tiba-tiba dia mengingat sesuatu. "Ervin... apa dia tahu aku akan pergi hari ini?"

????????????

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • luv2rit

    @silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)

    Comment on chapter 1. Ara & Bella
  • luv2rit

    @dede_pratiwi makasih ya kak. kalau sempat aku mampir :)

    Comment on chapter 1. Ara & Bella
  • dede_pratiwi

    nice story... gadis usia 14th yg ikut kelas akselerasi, pasti pinter bgt nih. hihi... udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter 1. Ara & Bella
  • silviagina

    Good kak :)

    Comment on chapter 1. Ara & Bella
Similar Tags
100%-80%
9671      1585     4     
Romance
Naura merasa dirinya sebagai seorang gadis biasa -biasa saja dan tidak memiliki kelebihan tertentu bertemu dengan Tsubastian yang bisa dibilang mendekati sempurna sebagai seorang manusia. kesempurnaan Tsubastian hancur karena Naura, bagaimana Naura dan Tsubastian menghadapinya
Flying Without Wings
1041      554     1     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
Last Game (Permainan Terakhir)
489      334     2     
Fan Fiction
Last Game (Permainan Terakhir)
BAYANG - BAYANG JIWA
9621      2366     8     
Romance
Kisah aneh 3 cewek sma yang mempunyai ketidakseimbangan mental. Mereka tengah berjuang melewati suatu tahap yang sangat penting dalam hidup. Berjuang di antara kesibukan bersekolah dan pentingnya karir dengan segala kekurangan yang ada. Akankah 3 cewek sma itu bisa melalui semua ujian kehidupan?
Kinanti
1635      730     1     
Romance
Karena hidup tentang menghargai yang kamu miliki dan mendoakan yang terbaik untuk masa nanti.
Senja (Ceritamu, Milikmu)
6841      1695     1     
Romance
Semuanya telah sirna, begitu mudah untuk terlupakan. Namun, rasa itu tak pernah hilang hingga saat ini. Walaupun dayana berusaha untuk membuka hatinya, semuanya tak sama saat dia bersama dito. Hingga suatu hari dayana dipertemukan kembali dengan dito. Dayana sangat merindukan dito hingga air matanya menetes tak berhenti. Dayana selalu berpikir Semua ini adalah pelajaran, segalanya tak ada yang ta...
Monday
316      247     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
Popo Radio
11342      2211     20     
Romance
POPO RADIO jadi salah satu program siaran BHINEKA FM yang wajib didengar. Setidaknya oleh warga SMA Bhineka yang berbeda-beda tetap satu jua. Penyiarnya Poni. Bukan kuda poni atau poni kuda, tapi Poni siswi SMA Bhineka yang pertama kali ngusulin ide eskul siaran radio di sekolahnya.
Haruskah Ku Mati
53519      5939     65     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...
Carnation
472      341     2     
Mystery
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Rian yang terlibat dengan teman masa kecilnya Lisa yang merupakan salah satu detektif kota. Sambil memendam rasa rasa benci pada Lisa, Rian berusaha memecahkan berbagai kasus sebagai seorang asisten detektif yang menuntun pada kebenaran yang tak terduga.