Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Reason
MENU
About Us  

Girona, Spanyol, 18 Tahun lalu...

Aula akademi musik terlihat ramai. Udara pagi yang terasa cukup dingin seakan tidak mempengaruhi acara besar yang akan berlangsung beberapa saat lagi.
Banner merah terpasang di atas panggung dengan tulisan berwarna emas yang elegan.
"Perpisahan Kelas Tingkat Akhir." Umbul-umbul dan balon menghiasi seluruh ruangan yang kini mulai ramai.
Satu persatu orang tua siswa berdatangan. Mereka menempati kursi-kursi yang telah disediakan menghadap panggung besar.

Beberapa siswa yang berpartisipasi dalam acara itu berkerumun di balik panggung. bersiap sebelum Menunjukkan keahlian masing-masing di bidang musik.

Ada seorang anak yang tampak sangat gelisah di sana. Bukan karena ia tak yakin dengan penampilannya, - ia selalu yakin bisa menampilkan yang terbaik - kegelisahan itu karena menunggu seseorang yang hingga saat ini belum terlihat di sana.

Sean bersandar di samping stage, mengedarkan pandangan. Mengamati, berharap ibunya, seseorang yang ia tunggu sejak tadi, benar-benar datang untuk menyaksikan penampilan perdananya di akademi musik.

Bocah tampan berusia sepuluh tahun itu mendengus pelan ketika tak menemukan sosok yang ia cari diantara lautan manusia yang semakin ramai.

"Ayolah Mom.. kau sudah janji akan datang.." Ia bergumam sambil berjalan ke luar ruangan, melintasi tamu undangan yang sudah berada di kursi masing-masing. Beberapa siswa yang berpapasan dengannya menyapa, bertanya mau kemana, tapi ia hanya memberikan senyuman sebagai jawaban. 

Dalam beberapa langkah, ia tiba di depan pintu aula besar itu. Salju terlihat lembut menghampar di halaman yang semula berumput hijau. Beberapa mobil orang tua siswa sudah terparkir rapi di parkiran samping sekolah. Tapi tak ada mobil ayahnya atau siluet ibunya.

Sean yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam semakin gelisah. Sepuluh menit lagi acara dimulai. Jika ibunya tidak datang, siapa yang akan menyaksikan kerja kerasnya berlatih piano selama bertahun-tahun hingga menjadi seperti sekarang?

Ia mondar mandir di selasar yang tidak terkena salju. Beberapa guru yang menuju aula menyapa, menyuruhnya segera masuk, karena beberapa menit lagi acara dimulai. Dengan tegas ia menggeleng dan melangkah menjauh, menunggu orang tuanya di pintu gerbang sekolah sepertinya lebih baik. Pada saat itulah ia melihat mobil ayahnya dari kejauhan. Hatinya bersorak. Tapi sepertinya ada yang salah.

Mobil silver yang seharusnya memelankan lajunya sebelum memasuki area parkir justru bergerak semakin kencang dan menukik tajam. Suara mendecit terdengar sangat keras. Jalanan yang basah sisa salju yang mulai mencair dan sangat licin membuat mobil terus melaju menjauhi area parkir dengan posisi miring. Tak cukup sampai disitu, bodi mobil terbalik dan terseret beberapa meter dan berhenti ketika menabrak pohon di pinggir jalan.Kaca-kaca hancur, pecah berhamburan. Orang-orang yang semula berada di aula berlarian ke luar ketika Suara decitan dan pecahan kaca terdengar memekakkan telinga.

"MOM.. MOM.. " Sean berteriak sekencang mungkin, berlari menuju mobil orangtuanya yang kini tak berbentuk. Beberapa guru dan wali murid mendahului langkahnya. Mereka berhenti beberapa meter dari lokasi kejadian.

Tinggal beberapa langkah sebelum Sean menjangkau mobil ayahnya, tapi tangan-tangan kekar orang-orang disana menahan tubuhnya. Ia memberontak, mencoba melepaskan diri. Tapi tenaganya tak sebanding dengan mereka. Tubuh bocah sepuluh tahun itu dipaksa menjauh ketika terdengar raungan ambulans dan mobil polisi bersahutan. Ia berteriak histeris memanggil ibunya.

Beberapa meter dari tempatnya, dengan air mata membanjir, ia melihat Darah menggenang, memercik mewarnai jalan. Orang tuanya dievakuasi dari dalam mobil yang hancur. Tubuh mereka tak bergerak ketika ditandu.

"Mom.. Mom.." Sean terisak semakin keras. Ia berhasil melepaskan diri dari orang-orang yang sejak tadi memeganginya. sambil berlari, ia terus berteriak. Membuat petugas yang membawa ibunya berhenti sejenak dan mengijinkannya melihat kondisi ibunya untuk terakhir kali.

Sean tergugu di samping jenazah ibunya. Wajahnya masih terlihat cantik meskipun beberapa bagian tubuhnya terluka. Ibunya seperti orang yang sedang tertidur lelap.

"Mom.. bangun.. jangan tinggalkan aku.." Bocah kecil itu memeluk jasad ibunya, kemeja putihnya kini penuh darah. Ia terisak.

Beberapa petugas dan guru yang berhasil menyusulnya berusaha melepaskan pelukan Sean dari ibunya. Ia memberontak dan berteriak histeris saat tubuh ibunya ditandu menjauh. 

Tubuh kecil itu luruh, Tenaganya hilang, hatinya hancur, ia terkulai lemas dalam dekapan salah satu guru ketika jenazah ibunya dibawa pergi oleh ambulans yang meraung kencang.

"Mom.. jangan tinggalkan aku.." isakan kecil terdengar di iringi tubuh bocah tampan itu yang meluruh dengan mata terpejam.

Hampir satu jam ia terbaring di ruangan kesehatan bernuansa putih. bau obat-obatan menyerbu indra penciuman. Wajah seseorang yang sangat dikenal membingkai penglihatan ketika matanya terbuka, disertai senyuman hangat yang sudah lama tak pernah ia lihat.

"Kakek?" Suara serak Sean memecah keheningan. Ia berusaha bangkit dari posisi tidurnya. Kakeknya membantu menahan punggungnya, menata bantal untuk bersandar.

"Sudah merasa lebih baik?" Wajah tua itu menatap lekat-lelat sosok yang kini bersandar pada tumpukan bantal. Memastikan jika Sean baik-baik saja.

"Mom.. dimana dia? Bagaimana keadaannya?" Ekspresi khawatir memenuhi wajahnya. Sementara kakeknya menghela napas panjang. Rasanya berat sekali menyampaikan kabar yang sangat menyakitkan.

"Ibu dan ayahmu sudah pergi, Nak.. nyawa mereka tidak tertolong." Mata lelaki tua itu berkabut. Dadanya sesak.

"Tidak.. tidak mungkin.. Mom pasti hanya pingsan saja.. mom tidak mungkin meninggalkanku.. Mom pasti kembali kan?" Wajah tampan yang biasanya dihiasi senyum itu kini terlihat kalut. Ia mengguncang lengan kakeknya, mencari jawaban. Butiran bening berkumpul di pelupuk matanya. Sementara pria tua yang kini duduk disampingnya menghela napas berat. Kesedihan yang ia rasakan tak sebanding dengan apa yang dirasakan cucu satu-satunya. Kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, menyaksikan di depan mata ketika orang tuanya meregang nyawa.

"Semoga ia tidak trauma dengan kejadian ini." Perkataan seorang dokter yang datang untuk memeriksa keadaan Sean tadi berputar dalam ingatan Alfred. Lelaki berusia 60 tahunan itu memucat.

"Apa yang harus saya lakukan agar dia tidak mengalami trauma?" Suaranya tercekat.

"Bantu dia mengikhlaskan kepergian orang tuanya. Setidaknya jauhkan dia dari tempat yang memicu ingatannya tentang musibah ini." Dokter paruh baya itu berkata tegas. Mereka berpandangan. Alfred mengangguk, menyetujui saran dokter. Beberapa rencana mendadak ia susun.

"Mom tidak benar-benar pergi kan.." Suara lemah itu masih mecoba menyangkal, meski ia tahu apa yang dikatakan kakeknya adalah kebenaran. Tak mungkin seseorang bisa selamat dalam kecelakaan yang begitu parah. Alfred beranjak memeluk tubuh Sean yang terisak pelan.

"Sstt... meski mereka telah pergi, masih ada aku disini.. semua ini takdir Tuhan, Nak" Alfred tak mampu melanjutkan kata-kata ketika merasa tubuh dalam dekapannya terisak semakin keras.
Dalam tangisnya, Sekelebat kenangan tentang kejadian kemarin mampir di otak. Ia dan ibunya berpelukan begitu erat. Mereka menangis bersama. Kata-kata kakek memutus ingatannya.

"Kita akan baik-baik saja."  Alfred memeluk tubuh kecil itu semakin erat. Berupaya menyalurkan kekuatan yang bahkan ia tak yakin masih memilikinya atau tidak.

"Ikhlaskan kepergian ibumu Nak.. biarkan ia bahagia disana.." suara lirih Alfred merasuk dalam hati Sean. Bocah bermata biru itu perlahan menghapus air matanya.

"Ya.. setidaknya Mom tidak akan merasa kesakitan lagi karena siksaan Dad.." isakan lemah yang sejak tadi menguasainya berganti dengan nada dingin yang entah berasal dari mana. Tubuh Alfred mematung mendengar kata yang meluncur dari mulut cucu kesayangannya. Lelaki tua itu semakin yakin bahwa ia harus segera membawa Sean pergi jauh dari sini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Caraphernelia
1067      553     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Adelaide - He Will Back Soon
1656      841     0     
Romance
Kisah tentang kesalah pahaman yang mengitari tiga insan manusia.
Putaran Waktu
1017      631     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Kepada Gistra
527      394     0     
Short Story
Ratusan hari aku hanya terfokus mengejar matahari. Namun yang menunggu ku bukan matahari. Yang menyambutku adalah Bintang. Kufikir semesta mendukungku. Tapi ternyata, semesta menghakimi ku.
Game of Dream
1476      818     4     
Science Fiction
Reina membuat sebuah permainan yang akhirnya dijual secara publik oleh perusahaannya. permainan itupun laku di pasaran sehingga dibuatlah sebuah turnamen besar dengan ratusan player yang ikut di dalamnya. Namun, sesuatu terjadi ketika turnamen itu berlangsung...
Black Roses
33591      4795     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Daniel Whicker
8644      1924     13     
Mystery
Sang patriot ikhlas demi tuhan dan negaranya yang di khianati oleh negara dan dunia.. Dan Ayahnya pun menjadi korban kesadisan mereka...
Nina and The Rivanos
10442      2519     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
Balada Cinta Balado
16131      3233     19     
Humor
"Hidup atau dilahirkan memang bukan pilihan kita, tapi dalam HIDUP KITA HARUS MEMILIKI PILIHAN". Mungkin itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku sekarang ini. Kehidupan yang sangat Liar Binasa menyedihkan. Aku sering dijadikan bahan bertema kehidupan oleh teman dan juga keluargaku sendiri. Aku tidak pernah menyangka rencana kehidupanku yang sudah disiapkan dengan ...
To You The One I Love
883      517     2     
Short Story
Apakah rasa cinta akan selalu membahagiakan? Mungkinkah seseorang yang kau rasa ditakdirkan untukmu benar benar akan terus bersamamu? Kisah ini menjawabnya. Memang bukan cerita romantis ala remaja tapi percayalah bahwa hidup tak seindah dongeng belaka.