Loading...
Logo TinLit
Read Story - Frasa Berasa
MENU
About Us  

BAB 7

Suratku

Gelak tawa Mulyati menggema, Sinar pun tidak mau kalah dari adiknya. Kaki kecilnya dengan gesit mengejar Mulyati yang lari terbirit-birit. Aku pun tak mau hanya sebagai penonton, aku mengejar keduanya untuk ditarik ke bibir pantai. Sinar dan Mulyati berhamburan lari pontang-panting, Warsonoe dengan sigap membantuku menangkap keduanya. Dengan enteng, dia menggendong Mulyati dan Sinar yang ketawa cekikikan dan dimasukkannya tubuh kedua anak bocah itu ke bibir pantai, ombak pun datang menerjang basah pula kedua adikku beserta Warsonoe.

Tinggal aku yang belum basah terkena air pantai, Sinar dan Mulyati mengejarku cepat, mereka meminta Warsonoe membantunya. Tak ayal Warsonoe berlari ke arahku untuk membuatku basah terkena air pantai juga. Aku tertawa keras diiringi gelak tawa Sinar dan Mulyati. Warsonoe dengan mudah menangkapku dan menggiringku ke bibir pantai untuk menunggu ombak kecil membasahiku.

“Mas Warsonoe sekarang pacar Mba Ningsih ya?” tanya Mulyati polos. Warsonoe yang sedang mengunyah kacang rebus jadi batuk-batuk. Sinar terkekeh melihatnya.

“Bukan, pacar Mba Ningsih itu Mas Hartowardojo, kakaknya Mas Warsonoe.” Jelas Sinar diikuti anggukan sok paham dari Mulyati. Aku hanya tersenyum melihat begitu polos dan lugunya kedua adikku. Sinar dan Mulyati kembali asyik bermain pasir pantai. Mereka membuat lubang besar di bibir pantai dan ketika ombak datang mereka segera berlari, sehingga lubang besar yang mereka buat terisi oleh air. Mereka menyebutnya sungai buatan. Aku hanya memperhatikan mereka sambil menyesap wedang jahe dalam bungkus plastik.

Sinar, Ningsih, lusa mba akan pergi ke Borneo, jangan lupakan hari ini, hari bersenang-senang bersama. Mba hanya bisa memberikan salam perpisahan seperti ini saja. Maafkan mbamu ini. Aku bergumam di dalam hati.

“Aku baru tahu rasanya akan pergi jauh.” Ujarku pada Warsonoe yang duduk di sebelahku.

“Berat?”

“Ya, sangat berat. Kurasa, aku jadi tahu bagaimana perasaan Masmu sebelum meninggalkan kita ke Borneo.”

“Mas Hartowardojo juga terlihat lebih pendiam sebelum hari keberangkatannya ke Borneo, kurasa itu bukan sebuah keputusan yang mudah diambil.”

“Tentu saja bukan keputusan yang mudah, aku memikirkan banyak hal saat ini. Meninggalkan kedua orangtuaku, meninggalkan Sinar dan Mulyati. Aku tidak tahu apakah aku bisa kuat untuk tidak menangis di depan mereka sebelum aku berangkat.”

“Kau sudah memikirkan hal ini dengan masak. Ada perpisahan bukankah kelak akan ada pertemuan juga.”

“Ya, tentu saja. Mungkin aku hanya sedang merasakan melankolis saja akhir-akhir ini. Aku sudah menimbang dengan matang, aku tidak ingin menikahi Sutedjo dan kurasa ke Borneo adalah pilihan yang bagus.”

“Kalau begitu jangan pernah ragu dengan apa yang kau pilih saat ini. Bukankah hidup ada sebuah pilihan?”

“Tepat sekali, hidup adalah sebuah pilihan dan kita harus bertanggung jawab atas segala akibat dari pilihan itu.”

***

Malam hari sebelum keberangkatanku ke Borneo aku mengepak barang-barangku dalam tas besar. Baju dalam, celana dalam, baju terusan, jaket, topi semua kumasukkan dengan rapi. Tak lupa foto figura keluargaku yang hitam putih juga kumasukkan ke dalam tas besar itu. Buku-buku sastra, syair, majalah kuselipkan di atasnya sebagai hiburanku nanti di Borneo. Warsonoe sudah meminjamiku uang simpanan miliknya, jumlahnya cukup banyak apalagi jika digabungkan dengan uang hasil aku menjual giwang dan arloji kurasa uang sebanyak ini cukup untuk pegangan selama di Borneo nanti.

Hatiku berkecamuk hebat, besok pagi aku akan meninggalkan Djakarta, meninggalkan keluargaku, meninggalkan tanahku dilahirkan untuk melangkahkan kaki di tanah yang asing, di tanah yang belum pernah aku jajaki sebelumnya. Apakah ini artinya aku lari dari kenyataan? Lari dari perjodohanku dengan Sutedjo? Lari dan mengejar cintaku ke Borneo?

Tiba-tiba jendela kamarku yang terbuat dari kayu diketuk dari luar, kuyakin itu Warsonoe, aku membuka jendela kamarku cepat dan segera menyerahkan padanya tas besarku yang akan kubawa besok ke Bornei. Warsonoe membantuku membawa tas pada malam ini dan meletakkannya di rumahnya sehingga keluargaku tidak ada yang menaruh curiga padaku esok hari saat aku pergi. Aku sedikit deg-degan melakukan hal ini, padahal ini bukan perbuatan kriminal namun entah mengapa jantungku berpacu dengan kencang. Warsonoe segera kabur dengan cepat membawa tasku begitu ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku tersenyum melihat dia kalang kabut takut ketahuan.

“Mba, belum tidur?” Sinar masuk ke kamarku setelah kubukakan pintu kamarku.

“Belum.”

“Mba, aku ada tugas matematika, sulit sekali. Bisakah Mba membantu Sinar?” tanya Sinar. Aku segera membantunya mengerjakan tugas matematika yang tidak begitu sulit menurutku hanya bilangan turunan.

“Sinar, bilangan turunan begini saja kau tidak bisa.”

“Susah, Mba!”

“Nanti kalau Mba gak ada, kamu gimana?”

“Mba kan gak mungkin gak ada, jadi Sinar akan aman!”

“Memangnya Sinar pikir Mba-mu ini akan selalu ada di sini? Kalau suatu saat Mba pergi dari rumah ini bagaimana?” malam itu aku mendekap Sinar erat, aku tak kuasa menahan tangisku, air mataku meleleh. Aku sejujurnya tidak ingin berpisah dengan adik manisku dan kedua orang tuaku, tapi pada situasi ini aku tidak memiliki banyak pilihan.

“Mba kok nangis? Emangnya Mba mau pergi?”

“Engga kok, Mba gak pergi kemana-mana.”

“Yaudah Mba jangan nangis dong, cenggeng nih.”

“Sinar janji ya nurut sama ibu dan bapak.”

“Janji, Mba!!” aku mengecup kening adikku yang manis dengan perasaan bersalah. Aku tidak bisa mengatakan kalimat perpisahan padanya dengan baik. Semoga sebuah kecupan di keningmu ini bisa membuatmu memaafkanku, Sinar.

Aku menghapus air mataku, menyimpan kesedihanku seorang diri, aku kembali berpura-pura kuat di hadapan Sinar dan menjadi kakak yang baik baginya untuk terakhir kali sebelum besok aku pergi ke Borneo.

Tengah malam, diterangi lampu teplok yang digantung di sudut ruangan aku melangkahkan kakiku ke kamar bapak dan ibu. Mereka sedang beristirahat. Keduanya terlihat lelah setelah bekerja di pabrik tahu yang sudah jadi beberapa waktu yang lalu, pembeli cukup banyak yang berdatangan mengambil tahu buatan keluargaku. Kulihat dari jauh samar, uban terlihat dari rambut bapak dan ibuku, aku menghampiri mereka berdua yang sedang tertidur lelap. Aku memastikan ini adalah malam terakhirku di Djakarta yang bisa kugunakan dengan maksimal untuk memandang wajah kedua orangtuaku. Aku takut suatu saat nanti di Borneo aku akan merindukan mereka.

Langkah kakiku ayun pelan menuju kamar adikku Sinar dan si bontot Mulyati. Keduanya juga sudah tertidur pulas. Kupandangi mereka dengan penuh rasa bersalah. Maafkan kakakmu ini tidak bisa menjadi kakak yang baik. Kukecup kening Sinar dan Mulyati.

Aku kembali masuk ke dalam kamarku, tangisku pecah. Di tengah malam saat semua sedang tertidur lelap aku justru tidak bisa tidur. Ternyata begini beratnya meninggalkan orang yang kita sayangi meski aku hanya pergi ke Borneo, apakah Hartowardojo juga merasakan hal yang sama denganku saat dirinya memutuskan pergi ke Borneo meninggalkan kekasihnya dan meninggalkan keluarga yang dicintainya. Ternyata berat rasanya.

Aku menulis sepucuk surat untuk keluargaku,

Djakarta, 1942

Kepada Ibu, Bapak, dan kedua adikku yang manis, Sinar dan Mulyati.

Ningsih memutuskan untuk pergi ke Borneo, maaf sebelumnya tidak pamit kepada Ibu dan Bapak. Zus Sulastri menawarkan pekerjaan ke Ningsih sebagai pemain sandiwara di gurp sandiwara miliknya di Borneo. Jepang akan membayar dengan gaji yang mahal untuk pertunjukan sandiwara di Borneo dan juga aku mendapatkan penginapan gratis serta akomodasi gratis dari Jepang. Aku akan baik-baik saja di sana, jadi jangan khawatir. Aku memiliki uang pegangan yang sudah aku persiapkan, tenang saja semua baik-baik saja. Aku tidak yakin bisa mengirimi kalian surat atau tidak nantinya, doakan aku menjadi sukses dan selalu diliputi keselamatan. Ibu, Bapak, kalian mengetahui jelas bahwa aku tidaklah mencintai Sutedjo. Aku ke Borneo juga untuk mencari Hartowardojo. Sampaikan maafku pada Sutedjo. Aku mencintai kalian. Aku memohon maaf pada Ibu dan Bapak tidak dapat memenuhi permintaan kalian untuk menikahi Sutedjo. Maafkan anakmu ini.

Ningsih.

Aku menulis surat disertai butiran air mataku yang tetap mengalir meskipun sudah kucegah. Aku melipat surat ini dan meletakkannya di bawah bantalku, berharap ibu dan bapak menemukannya setelah menyadari kepergianku. Celaka sungguh celaka, semoga aku tidak menjadi anak yang durhaka karena menentang keinginan orangtuaku yang menjodohkan aku dengan Sutedjo. Semoga aku bukan orang yang celaka karena pergi ke sebuah pulau tanpa pamit sebelumnya kepada mereka. Semoga aku bukan orang yang celaka karena memutuskan pergi ke pulau lain padahal sedari kecil orangtuaku sudah membesarkan dan mendidik aku dengan begitu kepayahan. Aku berdoa, semoga aku bukan orang yang celaka mengejar cinta dan meninggalkan keluarga. Maafkan aku. Sungguh, maafkan aku.

***

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (44)
  • rara_el_hasan

    mapkhan saya bunda yg baru baca.. padahal cucok meong bgt

    Comment on chapter BAB 2 Dirimu
  • SEKARMEMEY

    Thank udah like karya saya . Cerita.nya bagus dan pantas jadi pemenang , sukses untuk karya2 selanjutnya ya kak

    Comment on chapter Kata Pengantar
  • dinda136

    Bagus banget kak,, dari awal baca udah tertarik, keren nih

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
  • anna_777

    Karya tulis dengan latar belakang masa lalu, selalu membuat saya impress. Thank you udah like karya saya juga, tersanjung di like oleh pemenang tinlit. Good luck for your next story

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
  • dede_pratiwi

    @Khanza_Inqilaby terima kasih sudah berkenan mampir :)

    Comment on chapter BAB 16 1963
  • dede_pratiwi

    @[dear.vira] terima kasih sudah berkenan mampir :)

    Comment on chapter BAB 16 1963
  • dede_pratiwi

    @AlifAliss terima kasih banyak sudah mampir :)

    Comment on chapter BAB 16 1963
  • dede_pratiwi

    @tikafrdyt wah, terima kasih banyakkk :) terima kasih juga sudah mau mampir

    Comment on chapter BAB 16 1963
  • dede_pratiwi

    @Tania terima kasih sudah mampir :)

    Comment on chapter BAB 16 1963
  • dede_pratiwi

    @Citranicha terima kasih kak sudah mampir... :)

    Comment on chapter BAB 16 1963
Similar Tags
3600 Detik
3059      1114     2     
Romance
Namanya Tari, yang menghabiskan waktu satu jam untuk mengenang masa lalu bersama seseorang itu. Membuat janji untuk tak melupakan semua kenangan manis diantara mereka. Meskipun kini, jalan yang mereka ambil tlah berbeda.
Dua Sisi
8601      1953     1     
Romance
Terkadang melihat dari segala sisi itu penting, karena jika hanya melihat dari satu sisi bisa saja timbul salah paham. Seperti mereka. Mereka memilih saling menyakiti satu sama lain. -Dua Sisi- "Ketika cinta dilihat dari dua sisi berbeda"
#SedikitCemasBanyakRindunya
3351      1227     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Lentera
922      622     0     
Romance
Renata mengenal Dimas karena ketidaksengajaan. Kesepian yang dirasakan Renata akibat perceraian kedua orang tuanya membuat ia merasa nyaman dengan kehadiran lelaki itu. Dimas memberikan sebuah perasaan hangat dan mengisi tempat kosong dihatinya yang telah hilang akibat permasalahan kedua orang tuanya. Kedekatan yang terjalin diantara mereka lambat laun tanpa disadari telah membawa perasaan me...
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4343      1175     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Perjalanan Tanpa Peta
75      70     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...
Bittersweet My Betty La Fea
5055      1596     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Hati Langit
8271      2225     7     
Romance
Ketika 2 orang teman yang saling bertukar pikiran mengenai suatu kisah sehingga terciptalah sebuah cerita panjang yang berwujud dalam sebuah novel. Buah pemikiran yang dikembangkan menjadi suatu kisah yang penuh dengan inspirasi dan motivasi dalam menghadapi lika-liku percintaan. Persembahan untuk mereka yang akan merengkuh jalinan kasih. Nani Sarah Hapsari dan Ridwan Ginanjar.
Alfazair Dan Alkana
286      233     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...
Junet in Book
3365      1294     7     
Humor
Makhluk yang biasa akrab dipanggil Junet ini punya banyak kisah absurd yang sering terjadi. Hanyalah sesosok manusia yang punya impian dan cita-cita dengan kisah hidup yang suka sedikit menyeleweng tetapi pas sasaran. -Notifikasi grup kelas- Gue kaget karena melihat banyak anak kelas yang ngelus pundak gue, sambil berkata, "Sabar ya Jun." Gue cek grup, mata gue langsung auto terbel...