Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Rain
MENU
About Us  

 Eonni,”

Aku menghentikan kegiatanku menyusun CD-CD di rak dan mengangkat pandangan ke depan. Di seberangku ada Minju yang juga turut menyusun CD-CD di rak yang lainnya.

“Apa?” tanyaku.

“Ada orang aneh.” Ujarnya, keningnya yang tak tertutup rambut depan tampak berkedut-kedut.

Sebelah alisku terangkat. Seakan mengerti akan kebingunganku, Minju langsung mengalihkan pandangannya ke arah konter. Aku pun segera mengikuti arah pandang Minju, di konter ada Kai yang sedang berdiri di belakang mesin kasir, tak ada yang aneh dari pemuda itu saat ia sedang menghitung belanjaan seorang pengunjung. Begitu juga dengan si pengunjung, wanita yang barangkali berusia tiga puluhan itu tampak normal-normal saja.

“Bukan Kai Oppa, Eonni...” kata Minju. “Itu, yang berada di luar jendela.”

Jadi, pandanganku pun segera menangkap sosok pemuda berkemeja biru di balik jendela toko. Pemuda itu meloncat-loncat sembari melambai-lambaikan tangan ke arahku, sosok Kai yang ada di depan jendela membuat pemuda itu hampir-hampir tertutup.

Aku mencoba untuk tidak tertawa. Aku mengenal pemuda yang dikatai Minju ‘aneh’ itu. Ahn Tae Young. Aku hanya bisa melontarkan senyum ke arahnya. Ia pun berhenti meloncat dan melambai, lalu tersenyum. Tak lama, tangan kanannya mengangkat ponselnya, sementara tangannya yang bebas menunjuk benda tersebut. Ia baru saja menggunakan bahasa isyarat dan aku mengerti maksudnya: periksa ponselmu. Karena selama bekerja kami tidak boleh mengantongi ponsel, aku pun menunjukkan tanda silang dengan kedua tanganku sembari menggeleng. Ia memandangku dengan wajah memelas, hal itu malah membuatku tertawa. Pemuda itu tampak manis bila sedang memelas.

Seakan belum menyerah, ia kembali tersenyum. Kini, bibirnya membentuk sebuah kalimat: aku akan menunggumu. Sembari tertawa, aku mengangguk. Begitu, ia mundur beberapa langkah dari jendela, tangannya terangkat ke atas dan melambai, senyumnya masih melengkung di wajahnya. Aku masih tersenyum hingga ia tak terlihat lagi di luar jendela.

Eonni…”

Pandanganku pun segera beralih ke Minju. Senyum bahagiaku karena melihat pemuda itu masih tak sirna, sementara tampang Minju seakan menunjukkan kebingungannya akan kejadian tadi.

“Kau mengenalnya Eonni? Pemuda tadi?” tanyanya.

Karena senyumku kian mengembang, segera mungkin aku menurunkan pandangan, kembali dengan kegiatan sebelumnya. Minju pun kembali bersuara.

Eonni, jangan menyembunyikan sesuatu dariku.” Ujar Minju, terdengar sebal. “Aku tahu, itu pasti teman kencan Eonni. Bagaimana bisa Eonni kenal dengan pemuda itu? Pasti karena pemuda itu tampan, maka dari itu Eonni tak mau menceritakannya padaku.”

Aku tertawa mendengarnya. “Minju-ya, aku tak bermaksud begitu. Aku pikir kau tahu karena pemuda itu pernah mampir ke sini, dua kali malah.”

Minju memberengut dan aku malah semakin tertawa. Aku tahu, ia tak benar-benar sedang merajuk hanya karena itu. “Jadi, sekarang Eonni dan pemuda itu berkencan?”

Aku menyipitkan mata, berpura-pura sedang berpikir. “Maunya sih begitu.”

Minju pun mencondongkan wajahnya ke arahku, dengan wajah mengejek, ia berkata, “Kusumpahi Eonni berpacaran dengannya.”

Dan aku tak berhenti mengembangkan senyum. Kucondongkan wajahku ke arahnya juga, lalu berkata, “Terima kasih atas sumpahnya, Minju-ya.”

***

Sebelum keluar dari StarSing, aku sudah membaca pesan singkat dari Ahn Tae Young. Ia bilang, dia akan menungguku selesai bekerja di toko kopi tempat biasa aku dan Minju pergi beristirahat dari kerja. Jadi, dengan cepat aku melangkahkan kaki dari gang kecil. Baru saja aku sampai di mulut gang, hujan mulai merintik. Segera mungkin aku berlari di tepian trotoar, mengandalkan bantuan kanopi-kanopi milik toko sebagai pelindung dari rintikan hujan. Belum jauh aku berlari, seseorang meneriaki namaku.

“Han Yuna!”

Aku berhenti berlari dan segera menoleh ke asal suara. Di seberang jalan, kudapati Ahn Tae Young bersama payung berwarna merah yang mengembang di atas kepalanya. Sewaktu jalanan sepi, buru-buru ia menyeberang, lalu menghampiriku.

“Tae Young-ah!” kagetku. Sekarang ia sudah berdiri di sampingku. “Mengapa tiba-tiba kau menyusulku? Apa toko kopinya tutup awal?”

Ia menggeleng. “Aku pikir kau akan kehujanan, jadi aku menjemputmu untuk pergi ke sana.”

Aku menyipitkan mata, tak habis pikir dengan apa yang ia katakan. Tapi, hal itu malah membuat pipiku memanas. Sampai sebegitunya ia peduli padaku.

Karena tak ingin berlama-lama di trotoar, kami pun segera melangkah menuju toko kopi tersebut dengan payung merah yang melindungi kami dari rintikan hujan. Seperti malam-malam sebelumnya, ia kembali merangkul bahuku sehingga membuat tubuh kami tak berjarak, dan lagi-lagi pipiku terasa seperti dipanggang untuk keseribu kalinya.

Sesampainya di sana, toko itu tak memiliki pengunjung lagi selain aku dan Ahn Tae Young, entah mungkin karena toko ini akan segera tutup. Kami pun duduk di tempat duduk untuk dua orang yang berada di dekat jendela, karena itu kami bisa melihat rintikan hujan yang berjatuhan di luar sana. Tak lupa juga dengan jendela yang berembun akibat tempias hujan. Di atas meja kami, sudah ada secangkir caffe latte dan secangkir cappuccino, yang mana sudah dipesan Ahn Tae Young sedari tadi. Kedua tanganku menyentuh cangkir cappuccino yang kata Ahn Tae Young itu adalah milikku, terasa masih hangat.

“Kau memesannya sebelum kau menjemputku, Ahn Tae Young?” tanyaku sembari mengangkat cangkir cappuccino.

Ia mengangguk. “Malah, aku memesannya tepat di jam kau pulang kerja.” Sahutnya. “Aku sengaja memesannya lebih awal agar nanti setelah kau datang, kau tak perlu menunggu lagi pesananmu dibuat oleh pelayan.”

Aku tersenyum. “Kau memang pemuda yang pengertian.” Dan aku pun menyeruput minuman tersebut.

“Ya, itu memang aku.” Akunya, sembari mengangkat sedikit bahu, ia baru saja sedang menyombongkan diri. Kuletakkan kembali cangkir tersebut di atas meja, lalu tertawa.

Ahn Tae Young menyeruput caffe latte-nya, pandangannya ia lontarkan ke luar jendela, memperhatikan tirai-tirai hujan. Entah sejak kapan, lagu Summer Night You and I milik Standing Egg telah menguasai udara di dalam toko ini. Hal itu membuat Ahn Tae Young menoleh ke arahku.

“Kau tahu, bila mendengar lagu ini, aku selalu teringat kau.” Ia membuka suara.

“Mengapa demikian?”

Ia meletakkan cangkir caffe latte-nya di atas meja. “Kau ingat dengan pertemuan ketiga kita? Itu di toko ini.”

Aku mengangguk. Aku masih ingat itu, dan tak akan mungkin kulupakan.

“Waktu itu, kau masuk ke dalam toko bersama temanmu bertepatan dengan lagu ini diputar. Di sepanjang lagu itu mengalun, aku terus memperhatikanmu sebelum akhirnya aku memberanikan diri untuk menghampirimu. Lalu, menceritakan tentang CD milik Chick Corea yang ditolak kakekku.”

Aku tersenyum. “Mengapa kau bisa selama itu memperhatikanku? Aku pikir, waktu itu, kau langsung menghampiriku setelah tahu aku ada di toko ini.”

Ia mengusap tengkuknya… kebiasaan yang sudah lama sekali tak kulihat darinya. “Karena, aku gugup. Maksudku, yah, barangkali kau lupa padaku, atau kau sudah tak mau bicara lagi denganku karena merasa terganggu.”

“Bagaimana bisa aku lupa padamu, Ahn Tae Young. Sebelum hari itu, kau pernah memuji rambutku.” Kataku, aku tertawa. Aku masih ingat saat ia tak sengaja berhenti sebelum menuruni bus hanya untuk memuji rambut merahku, ia bilang rambut merahku menarik.

Ia tertawa usai mengingat kejadian itu. “Setelah keluar dari bus waktu itu, aku menyadari bahwa aku baru saja menggodamu dan kau mungkin saja merasa terganggu.”

Tapi, aku tak merasa bahwa ia baru saja menggodaku waktu itu. Sungguh.

“Lalu,” katanya, pandangannya kembali terlontar ke luar jendela. “Sadar tidak, di setiap pertemuan kita selalu ada hujan? Yah, kecuali tadi sore. Langit masih cerah.”

Aku mengikuti arah pandangnya, tirai-tirai hujan masih ada di luar sana. Memang benar, hujan selalu hadir di setiap pertemuan kami, dan aku tak bisa menyangkal fakta itu. Hal itu pun membuat aku yang sebelumnya tak pernah menyukai hujan menjadi menyukai hujan.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Yang ( Tak ) Di Impikan
569      428     4     
Short Story
Bagaimana rasanya jika hal yang kita tidak suka harus dijalani dengan terpaksa ? Apalagi itu adalah permintaan orangtua, sama seperti yang dilakukan oleh Allysia. Aku melihat Mama dengan maksud “ Ini apa ma, pa ?” tapi papa langsung berkata “ Cepat naik, namamu dipanggil, nanti papa akan jelaskan.” ...
Ending
5403      1398     9     
Romance
Adrian dan Jeana adalah sepasang kekasih yang sering kali membuat banyak orang merasa iri karena kebersamaan dan kemanisan kedua pasangan itu. Namun tak selamanya hubungan mereka akan baik-baik saja karena pastinya akan ada masalah yang menghampiri. Setiap masalah yang datang dan mencoba membuat hubungan mereka tak lagi erat Jeana selalu berusaha menanamkan rasa percayanya untuk Adrian tanpa a...
Mr. Kutub Utara
354      273     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.
Katamu
3091      1178     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
CORAT-CORET MASA SMA
494      356     3     
Short Story
Masa SMA, masa paling bahagia! Tapi sayangnya tidak untuk selamanya. Masa depan sudah di depan mata, dan Adinda pun harus berpikir ulang mengenai cita-citanya.
Cazador The First Mission
8364      2308     21     
Action
Seorang Pria yang menjadi tokoh penting pemicu Perang Seratus Tahun. Abad ke-12, awal dari Malapetaka yang menyelimuti belahan dunia utara. Sebuah perang yang akan tercatat dalam sejarah sebagai perang paling brutal.
Heartbeat
228      180     1     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
The Red Eyes
24403      3805     5     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
Hematidrosis
405      272     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Pupus
447      300     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.