Loading...
Logo TinLit
Read Story - Man in a Green Hoodie
MENU
About Us  

Batuk Dirga berhenti dan ia kembali bersandar di bangku taman yang kami duduki. Aku hampir saja bernafas lega, namun langsung berubah menjadi kepanikan yang lebih hebat dari sebelumnya saat melihat kondisi Dirga.

Kedua tangannya berada di setiap sisi kedua kakinya, mencengkram erat ujung bangku taman hingga terlihat urat-urat tangannya bermunculan. Dadanya tampak naik turun dengan cepat namun dengan irama yang tak beraturan. Nafasnya terdengar keras berdengik dan tersengal-sengal, seakan ia sedang berusaha keras mencari oksigen. Mulutnya sedikit terbuka, sementara kedua matanya tertutup rapat. Kerutan-kerutan di sekitar matanya menunjukan seolah Dirga sedang menahan rasa sakit yang sangat hebat.

"Ga? Kamu kenapa?" dengan panik aku mengusap pundak dan tangannya.

Tak ada jawaban keluar dari bibirnya. Hanya tangan kanannya yang sibuk merogoh kantong hoodie. Tak lama, Dirga mengeluarkan sebuah tabung kecil berwarna biru dari dalam kantong hoodienya. Namun benda tersebut langsung meluncur jatuh menghantam tanah, karena tangannya yang gemetar tak cukup kuat memegang sang tabung biru.

Dirga hanya bisa memandang putus asa tangan kanannya yang kini kosong, lalu langsung mengangkat tangan kanannya tersebut untuk mencengkram dada. Sementara tangan kirinya masih tetap mencengkram erat ujung bangku taman yang kami duduki.

Segera aku mengambil tabung biru yang mendarat di sebelah kaki Dirga dan langsung ku berikan kepadanya. Dengan tangan bergetar, diambilnya tabung biru tersebut dari tanganku. Perlahan Dirga menggerakan tubuhnya, membangkitkannya dari posisi bersandar dan berusaha untuk duduk dengan posisi tegak.

Aku yang tidak mengerti harus melakukan apa, hanya bisa memperhatikannya dalam diam. Ku lihat tangan kirinya berusaha membuka tutup tabung biru tersebut dengan susah payah namun belum membuahkan hasil. Langsung kuambil tabung itu dari tangannya.

"Ini dibuka?" Dirga hanya melihatku dan mengangguk lemah, sesekali matanya kembali terpejam dan mengernyit menahan sakit.

"Setelah ini bagaimana?" aku merasa sangat bodoh karena benar-benar tak tahu apa yang harus ku lakukan.

"To-long..... ko-cok...." Dirga menjawab dengan susah payah.

"Seperti ini?" tanyaku kembali sambil membuat tabung itu bergerak naik turun dengan tanganku. Dirga tersenyum lemah dan mengangguk, lalu mengulurkan tangannya. Aku pun langsung memberikan tabung itu kepadanya. Ia lalu memasukan ujung tabung, yang tadi memiliki penutup, ke dalam mulutnya.

Ku lihat ia mencoba bernafas dengan tabung itu berada di mulutnya. Matanya kembali menutup, namun guratan menahan sakit yang dari tadi terlihat sangat jelas kini sudah mulai agak memudar. Walau tidak bisa dipungkiri, wajah pucatnya masih belum sepenuhnya ditinggalkan oleh kernyitan, yang menandakan sang pemilik wajah sedang menahan rasa sakit.

Aku hanya bisa terdiam memandangnya, sambil menggenggam dan mengusap lembut tangan kirinya yang sudah berpindah keatas pangkuanku. Berharap bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang sedang dihadapinya.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Aku hanya bisa memandang Dirga berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. Beberapa kali ia melepaskan tabung itu dari mulutnya, terdiam sejenak, mengocoknya lagi, lalu kembali memasukan si tabung biru kedalam mulutnya dan bernafas dengan tabung biru menempel dimulutnya. Sempat ku ajak dia untuk menemui dokter saja, tapi ia hanya menggeleng dan meneruskan kegiatannya dengan si tabung biru.

Aku hanya bisa mendampingi sambil terus mengelus lembut tangan kirinya yang berada di pangkuanku, dan berdoa agar ia bisa segera pulih. Secercah harapan mulai timbul saat aku menyadari bahwa tangan Dirga yang sedang ku elus mulai terasa rileks. Awalnya tangan tersebut mengepal dengan erat hingga semua uratnya timbul, dan terasa keras karena tegang. Lambat laun kepalan tangannya terasa mulai santai dan melemas, kepalannya pun perlahan mulai membuka. Hingga akhirnya kepalan tangannya terbuka sempurna, dan aku pun langsung menyambut dengan menggenggam tangannya, mengusap lembut kelima jemarinya yang terasa dingin.

"Dirga? Udah baikan?" tanyaku takut-takut. Ku lihat dia sudah kembali menyandarkan tubuhnya di bangku taman, suara nafasnya sudah tidak berisik seperti tadi, dadanya pun sudah mulai bergerak dengan normal. Dirga hanya mengangguk, matanya masih terpejam. Aku pun kembali diam dan menunggu sambil terus mengusap tangannya.

"Kirana," suara Dirga yang terdengar lemah memecah kesunyian. "Maaf ya, kamu pasti tadi kaget." Masih dalam posisi bersandar di bangku, Dirga membuka matanya dan memandangku dengan tatapan penyesalan.

"Yaaah, bo'ong banget sih kalau aku bilang tadi gak kaget. Tapi yang penting sekarang kamu udah gak apa-apa." Aku memandangnya sambil tersenyum, berharap bisa menenangkan hatinya yang sedang merasa bersalah.

"Maaf hari ini gak bisa gambar dan nemenin ngobrol. Sekarang aku mau istirahat aja di kamar." Dirga mengambil barang-barangnya dan bangkit berdiri. Tiba-tiba ia langsung terhuyung. Beruntung ia bisa langsung berpegangan pada sandaran bangku, sehingga bisa mencegah tubuhnya terhempas ke tanah.

Aku langsung segera bangkit dan membantunya kembali duduk. Dirga duduk dengan posisi condong kedepan, kedua tangannya yang bertumpu di pangkuan memegang erat kepala, kernyitan kesakitan itu kembali menghampiri wajahnya.

Beberapa menit berlalu. Aku kembali hanya bisa diam menatap Dirga, yang masih terpejam dengan kedua tangan memegang kepalanya. Beberapa bulir keringat terlihat kembali muncul di dahinya yang sedang mengernyit.

Tak lama kemudian, Dirga membuka mata dan menurunkan kedua tangan yang sedari tadi memegang erat kepalanya.

"Dirga udah bisa jalan? Yuk aku bantu." Dirga menatapku dan tersenyum, "Makasih, Na. Maaf dari tadi repotin kamu terus."

"Santai aja, Ga. Aku dari tadi gak ngerasa direpotin kok." Balasku sambil tersenyum.

Aku mengambil barang-barang Dirga, memasukannya ke dalam tas, dan langsung membantunya berdiri. Ku peluk pinggangnya dengan tangan kananku, sementara tangan kirinya merangkul bahuku. Sepanjang perjalanan dari taman, ku dapati dia beberapa kali memegangi kepala dan desisan kecil keluar dari bibirnya, menemani langkah kakinya yang terseok lemah. Dirga sungguh terlihat seperti sosok yang jauh berbeda dengan Dirga yang selama lima hari kemarin ku temui.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    si Dirga ,,,hehehe

    Comment on chapter CHAPTER 1 : Di Sudut Taman
Similar Tags
Reaksi Kimia (update)
5936      1575     7     
Romance
》Ketika Kesempurnaan Mengaggumi Kesederhanaan《 "Dua orang bersama itu seperti reaksi kimia. Jika kamu menggabungkan dua hal yang identik, tidak ada reaksi kimia yang di lihat. Lain halnya dengan dua hal yang berbeda disatukan, pasti dapat menghasilkan percikan yang tidak terduga" ~Alvaro Marcello Anindito~
Terpatri Dalam Sukma
701      464     0     
Short Story
Bukan mantan, namun dia yang tersimpan pada doa
Surat Kaleng Thalea
4438      1258     2     
Romance
Manusia tidak dapat menuai Cinta sampai Dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan. -Kahlil Gibran-
Tasbih Cinta dari Anatolia
17      15     0     
Romance
Di antara doa dan takdir, ada perjalanan hati yang tak terduga Ayra Safiyyah, seorang akademisi muda dari Indonesia, datang ke Turki bukan hanya untuk penelitian, tetapi juga untuk menemukan jawaban atas kegelisahan hatinya. Di Kayseri, ia bertemu dengan Mustafa Ghaziy, seorang pengrajin tasbih yang menjalani hidup dengan kesederhanaan dan ketulusan. Di balik butiran tasbih yang diukirnya, ...
Tumpuan Tanpa Tepi
11843      3205     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Phi
2154      866     6     
Science Fiction
Wii kabur dari rumah dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di kota. Padahal dia memutus segala identitas dan kontak yang berhubungan dengan rumah. Wii ingin mencari panggung baru yang bisa menerima dia apa adanya. Tapi di kota, dia bertemu dengan sekumpulan orang aneh. Bergaul dengan masalah orang lain, hingga membuatnya menemukan dirinya sendiri.
Train to Heaven
1337      798     2     
Fantasy
Bagaimana jika kereta yang kamu naiki mengalami kecelakaan dan kamu terlempar di kereta misterius yang berbeda dari sebelumnya? Kasih pulang ke daerah asalnya setelah lulus menjadi Sarjana di Bandung. Di perjalanan, ternyata kereta yang dia naiki mengalami kecelakaan dan dia di gerbong 1 mengalami dampak yang parah. Saat bangun, ia mendapati dirinya berpindah tempat di kereta yang tidak ia ken...
Kisah-Kisah Misteri Para Pemancing
1707      803     1     
Mystery
Jika kau pikir memancing adalah hal yang menyenangkan, sebaiknya berpikirlah lagi. Terkadang tidak semua tentang memancing bagus. Terkadang kau akan bergelut dengan dunia mistis yang bisa saja menghilangkan nyawa ketika memancing! Buku ini adalah banyak kisah-kisah misteri yang dialami para pemancing. Hanya demi kesenangan, jangan pikir tidak ada taruhannya. Satu hal yang pasti. When you fish...
The Dark Woods
1030      540     2     
Fantasy
Ini adalah kisah tentang pertempuran antara kaum PENYIHIR dan kaum KESATRIA yang selalu menjadi musuh bebuyutan. Sesibuk itukah kaum Penyihir dan kaum Kesatria untuk saling memerangi sehingga tidak menyadari kembalinya kekuatan jahat yang sudah lama hilang ?
Sejauh Matahari
570      354     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)