Loading...
Logo TinLit
Read Story - CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
MENU
About Us  

                                                                                                       Marah Atau Cemburu

 

            Malto sedang berada di teras depan rumahnya. Laki-laki itu memetik senar gitar dan melantunkan sebuah lagu. Ia menjulurkan kedua kakinya di atas meja. Ada hembusan angin malam yang datang menggerakan tanaman-tanaman yang ada di dalam pot. Sesekali Malto memejamkan matanya namun ketika ia menutup kelopak matanya ia langsung mengingat pertengkarannya dengan Mala di sekolah. Seumur hidup kenal dengan Mala baru kali ini Malto bertengkar besar seperti waktu di sekolah tadi pagi.

            Laki-laki itu menghela napasnya. Ia menyesal sangat menyesal telah mengatakan kalau Mala adalah gadis yang bodoh. Syifa menutup pintu rumahnya. Sayup-sayup ia bisa mendengar petikan senar gitar Malto. Gadis itu lalu berjalan ke rumah Malto yang jaraknya hanya lima belas meter dari rumahnya.

            "To," kata Syifa ia langsung duduk di samping Malto yang sedang melantunkan sebuah lagu syahdu.

            "Kamu sukanya lagu apa?"

            "Mm... aku suka lagu era sembilan puluhan," kata Syifa.

            Malto berpikir sebentar ia lalu melantunkan sebuah lagu dari penyanyi era sembilan puluhan. Syifa tersenyum ia menatap Malto baginya saat ini laki-laki itu terlihat sangat tampan. Ia lalu bersandar di kursi dan menaruh kepalanya di pundak Malto.

            Mala turun dari GoTrans. Ia berjalan menuju sebuah perumahan elit. Gadis itu menyilangkan kedua lenganya. Ia menuju rumah Malto. Remaja putri yang berumur tujuh belas tahun itu ingin menjelaskan sesuatu pada Malto. Sebenarnya ia bisa saja menunggu hingga masuk sekolah tapi besok hari minggu dan menurutnya itu terlalu lama. Ia paling tidak suka jika harus menunda sesuatu yang ingin ia keluarkan dari isi hatinya.

            Di samping kanan dan kirinya berjajar rumah-rumah mewah dengan gaya klasik dan modern. Sudah satu tahun ia tidak ke rumah Malto. Gadis itu terus berjalan sayup-sayup telinganya mendengar ada seseorang yang bernyanyi. Ia menghentikan langkahnya. Mala tertegun melihat Malto dan Syifa sedang duduk berduaan. Mala melihat Malto sedang bernyanyi dan Syifa menyandarkan kepalanya di pundak Malto.

            Gadis itu menarik napasnya dalam. Entah kenapa hatinya jadi sakit. Ia kesini untuk menjelaskan pada Malto kalau sebenarnya ia yang sudah menyakiti Valdi bukan sebaliknya. Tapi sepertinya laki-laki itu yang harus menjelaskan apa yang sedang ia lakukan dengan Syifa. Mala masih terdiam di depan rumah Malto. Ia jadi bingung apakah harus menegurnya atau justru pergi saja dari sana.

            Syifa melihat ada Mala di depan sana. Ia lalu melirik ke arah Malto yang masih asik bernyanyi dan tidak menyadari keberadaan Mala. Syifa menarik napasnya ia merasa ada sesuatu yang harus dirinya lakukan. Otaknya menemukan sebuah ide yang menurutnya sangat cermelang.

            Syifa menyentuh pipi Malto dan mengarahkan ke wajahnya. Ia lalu dengan tiba-tiba mencium bibir pria itu. Malto terkejut sangat terkejut. Ia langsung memundurkan wajahnya dan menatap Syifa dengan aneh.

            "Biar Mala tau kalau kamu cuma punya aku," ucap Syifa masih memegang pipi Malto.

            "Mala," kata Malto bingung. Ia perlahan menoleh ke arah kanan melihat bagian depan rumahnya. Di ujung sana matanya menangkap sosok gadis yang sangat ia kenal. Malto membelalakan matanya. Ia langsung berdiri gitarnya terlepas dari tangannya hingga terdengar bunyi dentuman. "Mala!" Ia berlari mengejar Mala yang pergi meninggalkan rumahnya.

            Mala menahan tangisannya ia tidak boleh menangis ia harus menahannya. Gadis itu berjalan cepat meninggalkan area rumah Malto. Namum Malto berlari sangat kencang, hingga berhasil menyusul Mala.

            "La, La tunggu La. Gue bisa jelasin semuanya." Malto memegang lengan Mala.

            "Apa dia termasuk cewek lo?"

            Malto terdiam ia mengerti makna tersirat dari pertanyaan Mala barusan.

            Mala berdiri sambil menghadap Malto. "Selain Ibu lo,  Nenek, Sepupu, keponakan, Ibu Tujay, apa dia juga termasuk cewek lo?

            "La yang barusan itu bukan kemauan gue. Gue juga kaget."

            Mala tertawa kecil, ia seakan melecehkan Malto. "He! lo mau ciuman sama siapapun gue gak peduli, karena kita cu..."

            "Cuma teman." Malto memotong ucapan Mala. "Teman dari SMP. Iya kan. Terus kenapa lo harus marah. Kalau lo cuma menganggap kita ini teman."

            "Gue gak marah!" alis mata Mala menyatu.

          "Terus kalau bukan marah, apa?" Malto menatap raut wajah Mala yang memerah. "Tunggu sebentar. Cemburu?"

            Mala menahan napasnya. Ia sendiri saat ini bingung apakah sedang marah atau cemburu. Seorang gadis harus bisa mempertahankan harga dirinya. Ia tidak boleh menunjukan perasaan yang saat ini sedang di rasakannya.

            "Gue gak cemburu. Gue cuma gak suka." Mala mendadak berhenti. Ia berpikir apa bedanya rasa tidak suka melihat ia bersama wanita lain dengan rasa cemburu.

            "Gak suka kalau gue sama cewek lain. Itu maksud lo kan." Malto masih memperhatikan Mala. Gadis itu terlihat bingung dengan perasaannya.

            "Iya!" kata Mala tegas.

            Malto tertawa ia menengadahkan wajahnya ke atas melihat bintang-bintang. Ia lalu kembali menatap Mala. "Gue juga gak suka kalau lo berduaan sama cowok lain. Jadi menurut lo perasaan yang lagi kita rasain ini perasaan apa?"

            Mala terdiam ia ingin mengatakan sesuatu. Ia sebenarnya tahu perasaan apa itu. Namun mata Mala melihat kedatangan Syifa. Gadis itu menghela napasnya. Ia lalu memeluk Malto dan membisikan sesuatu di telinganya.

            "Kita berdua sama-sama tau perasaan apa ini. Tapi ada seseorang yang sepertinya gak bisa menerima perasaan kita. Dan tugas lo buat berhadapan sama orang itu." Mala melepaskan pelukannya. Ia masih menatap Malto.

            "Mala, lo ada disini. Gue pikir siapa?" kata Syifa.

            Malto melihat Syifa datang dan ia langsung mengerti apa yang dimaksud oleh Mala.

            "Iya gue tadinya mau kerumah Malto. Tapi gak jadi takut ganggu kalian berdua. Makannya gue mau langsung pulang aja."

            "Oh, bagus deh kalau  lo sadar. Hati-hati di jalan ya," ucap Syifa sambil memberikan senyuman palsu.

            Sekarang Malto mengerti dengan perasaan Syifa. Selama ini ia pikir sikap dan perlakukan Syifa kepadanya selama ini hanya hanya sebatas teman. Tapi baru saja Malto mengerti kalau Syifa memiliki perasaan yang lebih dari sekedar teman.

            "Gue duluan ya," kata Mala.

            "Biar gue anter." Malto menahan lengan Mala.

            "Gak usah. Nanti Syifa siapa yang janggain."

            "Syifa lo pulang aja ya. Gue mau anter Mala dulu. La tunggu sebentar di sini." Malto lalu berlari menuju rumahnya.

            Kini kedua gadis itu saling berhadapan. Syifa menatap Mala begitu juga sebaliknya. Syifa menatap sinis ke arah Mala. Ia sangat membencinya, sangat membencinya.

            "Lo bisa liat sendiri kan. Dia khawatir sama gue. Dia gak mau gue pulang sendirian. Dia gak mau gue kenapa-napa. Dan menurut lo itu perasaan apa?" kata Mala.

            Syifa menarik napasnya. Ia mengerti apa yang sedang di bicarakan oleh gadis yang sedang berdiri di hadapannya. Syifa mengepal tangannya ia berusaha untuk menahan emosinya. Tidak lama Malto datang dengan membawa motornya. Ia menyerahkan helm putih pada Mala. Gadis itu naik ke atas motor dan duduk di belakang Malto.

            "Gue duluan ya Syifa." Mala tersenyum.

            Syifa membalas senyuman Mala dengan terpaksa. "Iya, hati-hatinya."

            Malto menjalankan motornya. Ia sudah berada di jalanan yang ramai dengan kendaraan bermotor. Mereka berdua terdiam tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Mala menelan ludahnya baru kali ini ia merasa senang di boncengi oleh Malto. Dengan perlahan Mala melingkarkan kedua lenganya di pinggang Malto. Meskipun awalnya sedikit ragu namun kini ia sudah memeluk pinggang Malto dengan erat. Laki-laki itu tersenyum. Ia menyadari Mala sedang memeluk pinggangnya.

            Malto merasa bahagia ia sangat senang. Saking senangnya ia lupa di depannya ada sebuah lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi merah. Ia rem mendadak hingga tubuh Mala sangat rapat dengan Malto.

            Mala memukul helm Malto. "He! Lo sengaja ya."

            "Maaf, maaf gue gak liat lampu merahnya."

            "Bohong! lo pasti sengaja kan biar gue peluk lo, dasar mesum!"

            "Lah bukannya lo duluan yang meluk gue. Tanpa seijin gue, jadi sekarang siapa yang mesum gue atau lo."

            Mala menelan ludahnya sambil mengerjapkan matanya. Ia memang sadar kalau dirinyalah yang pertama memeluk Malto. "Siapa yang meluk lo sih! Gue tadi mau jatoh makannya gue pegangan sama lo."

            "Alesan. Bilang aja lo lagi kepengen kan."

            Mala langsung memukul helm Malto dengan kencang. "Dasar cowok mesuuuuummm...." gereget Mala.

            "Aduh! Maksud gue kepengen meluk," teriak Malto.

            "Cepetan jalan udah ijo tuh!"

            Malto menjalankan kembali motornya. Ia melewati deretan ruko-ruko yang masih buka. Ia memasuki sebuah perumahan dan berhenti tepat di depan rumah nomor delapan. Mala turun dan melepaskan helmnya.

            "Tidur yang nyenyak ya. Jangan lupa mimpiin gue ya." Malto tersenyum penuh kharisma.

            "Ketemu sama lo di dalam mimpi? Mm... gak mau. Gue pengennya ketemu di dunia nyata."

            "Ihh.. kenapa karena di mimpi lo gak bisa meluk gue kan."

            "Bukan, tapi cuma di dunia nyata gue bisa, mukul lo, jambak rambut lo sepuas gue." Mala menyunggingkan bibirnya. Ia menyerahkan helm pada Malto lalu masuk kedalam rumahnya.

            "Dasar gadis kejam." Malto tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, ia lalu menyalankan motornya dan pergi dari sana.

 

 

 

 

 

Tags: twm18 twm18

How do you feel about this chapter?

0 1 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • ajunatara

    jadi inget dulu pernah di jambak sama cewek gue di kelas

    Comment on chapter JAMBAKAN MALA
Similar Tags