Loading...
Logo TinLit
Read Story - RAHASIA TONI
MENU
About Us  

BERITA MENGHEBOHKAN pagi ini di sekolah. Toni sudah masuk kembali. Para siswi menganggapnya sebagai kembalinya satu pelita ke sekolah. Entah dengan siswa putra.

"Seneng liat lo bisa ke sekolah lagi," kata Vanesa saat menyambangi Toni di tempat duduknya.
Toni melepas masker yang dia pakai sebelum menjawab Vanesa. "Gua juga seneng bisa sekolah lagi."
"Lo sakit apa memangnya?"
"Anemia!" Toni berbohong.

Vanesa mengangguk perlahan. "Seberapa parah memangnya?" dia kembali bertanya.
"Lebih parah dari yang biasa lo tau."
Vanesa tertawa kecil. "Tapi, untungnya lo udah sembuh sekarang."
"Yah, untung," jawab Toni terdengar ragu.
"Gua ada sesuatu untuk lo." Vanesa memberikan sesuatu pada Toni. Sebuah kotak kecil yang berisi gitar mini.
"Prima bilang, lo jago main gitar dan juga suka koleksi miniatur gitar, makanya gua siapin ini. Biar lo semangat."

Toni mengerling pada Prima yang nampak cuek, lalu menerima pemberian Vanesa.
"Makasih!" kata Toni.
"Ok. Kalau gitu, gua ke sana dulu, ya...." Vanesa menunjuk bangkunya.
"Ya," hanya itu yang Toni katakan.

Vanesa merasa Toni sangat dingin padanya. Dia sudah mengabaikan rasa malu demi mendekati Toni, tapi cowok itu tetap saja hanya menjawab seadanya. 

Vanesa kembali ke bangkunya, menahan rasa kecewa atas sikap Toni padanya.

Toni beralih pada siswa di sebelahnya,setelah Vanesa pergi. "Prima lo bocorin apa aja ke mereka selama gua gak masuk?"  
"Apa masalahnya, bagus, 'kan? Lo dapet hadiah dari cewek cantik."
"Cantik, sih, tapi gak buat hati bergetar."
"Jadi maksudnya, Kinanti yang lo bilang aneh itu, yang bisa buat hati lo bergetar?"
"Diem!" kata Toni setengah melotot. Jangan sampai ada yang tahu tentang perasaanya.

Prima menyunggingkan senyuman. "Sekarang gua tau kenapa kalian cocok. Kinanti lo bilang aneh dan gua juga bisa bilang lo aneh. Karena bisa suka dengan dia. Jadi kalian memang sama-sama aneh."
"Dia memang aneh, tapi kesederhanaan dan kepolosanya itu yang membuat gua penasaran dengannya. Lo tau gak, kalau dia itu benar-benar lugu dan manis saat tersenyum."

Prima hanya mendengarkan, rasanya Toni menemukan satu semangat hidup untuknya.
"Nanti, lo juga bakal tau, Prim. Bahwa jatuh cinta itu bisa muncul tiba-tiba dan kadang dengan orang yang salah."

Bagaimana bisa, Prima tahu rasanya jatuh cinta? Kalau hampir sepanjang hari dia harus mengawasi Toni.

"Yah. Kalau gitu berusahalah sembuh! Supaya gua punya waktu untuk melirik cewek."

***

Bel berbunyi, waktunya istirahat. Semua orang juga tahu kalau itu adalah waktu yang paling menyenangkan buat para siswa. Setelah berjam-jam menguras energi untuk konsentrasi pada pelajaran, rasanya sedkit cemilan bisa menggantikan tenaga mereka.
"Lo mau ada yang dimakan gak?" tanya Prima pada Toni.
"Gak. Gua mau di sini aja."
"Mau gua belikan sesuatu?"
"Gak perlu. Gua mau duduk dulu di sini. Nanti kalau memang laper, gua tinggal keluar sendiri."
"Ok. Kalau gitu, gua di sini aja."

Prima berpindah ke belakang untuk duduk, sambil mengawasi Toni. Sekilas, Prima melihat teman-teman yang lain tengah bersendau gurau. Sejujurnya dia juga ingin merasakan itu. 

Mereka bahagia, bisa tertawa lepas. Saling mengejar, membeli makanan bersama. Sedang dia, terjebak dalam pekerjaannya. Tanpa sadar, itu semua membuatnya melamun.

"Pergilah, Prim! Bosen banget kalau jam istirahat masih harus ada lo."
"Jangan cari alesan supaya bisa kabur dari gua."
Terserah! gumam Toni. Dia mengatakan itu agar Prima mau bebas. Sayangnya, Prima itu sama keras kepala seperti dirinya. 

Sesaat kemudian, cowok berwajah pucat itu, menoleh ke balakang. Tepatnya ke bangku Maya. Sudah kosong, itu berarti Maya sedang bersama Kinanti. Sebuah ide tercetus di benaknya supaya bisa mengerjai Kinanti.

****

"Toni udah masuk sekolah, lo gak samperin?" tanya Maya pada Kinanti saat mereka mau menuju kantin.
"Samperin? Memangnya mau apa kalau disamperin. Temen juga bukan. Dia aja gak pernah manggil nama, selalu bilang asisten!"
"Lo mau tau satu hal gak?" Maya maju beberapa langkah di depan Kinanti. "Eca udah beraksi! Kalau lo gak beraksi ... kheeek!" Maya menggores leher dengan telunjuknya.
Kinanti terkesiap. "Maksudnya?"
Maya mendesah. "Hah payah! Susah nyambung nii."

Maya kemudian menoleh kesana kemari. Pandangannya mencurigakan, sepertinya dia mau bergosip. "Maksudnya, nanti kalau Toni diambil Eca gimana? Eca itu cantik loh. Mula-mula aja Toni nolak. Lama-lama, bisa naksir dia."
"Biarin aja," jawab Kinanti sambil melanjutkan jalannya, "lagian Eca sama Toni memang cocok. Satu cantik, satunya ganteng."

Maya berdiam diri sejenak, ia ketinggalan beberapa meter dari Kinanti. "Ini nih, sok tegar!" katanya sambil menunjuk-nunjuk tidak jelas. "Monyet piaraan orang dijual aja, nangisnya bisa seharian. Gimana kalo patah hati? Luapan air danau Toba bisa kalah sama airmatanya."
Maya terus saja mengumpat, sampai tak sadar kalau Kinanti sudah jauh meninggalkannya.
"Kinaaan tunggu!" teriaknya.

Maya tergopoh-gopoh menyusul Kinanti.
"Tega lo ninggalin gua," katanya dengan nafas terengah-engah.
Kinanti tidak menjawab, ponselnya terasa bergetar. Toni menelepon saat dia tinggal beberpa langkah lagi sampai di kantin.
"Halo?" Kinanti menjawab.
"Asisten! Lagi di mana?"
"Kantin."
"Oh, kebetulan."

Dari nada bicara Toni, kedengarannya dia senang saat tahu Kinanti mau ke kantin.
"Gua punya satu pertanyaan buat lo. Kalau lo jawabnya bener, gua traktir semua pengunjung kantin. Tapi kalau lo salah, lo yang traktir."
Kinanti tersentak. Yang benar saja? Mana ada uang untuk traktir satu sekolah. Toni sudah gila.

Maya heran dengan raut wajah yang ditunjukkan Kinanti. "Ada apa?" tanyanya tanpa suara.
Kinanti hanya memberi tanda, agar Maya bisa menunggu untuk nanti dia jelaskan.
"Gak ada uang, Toni. Paling bisa cuma kebeli satu porsi ba'so malang sama es teh."
"Jadi? Kesepakatan kita batal. Ooo ...." Suara Toni terdengar licik. "Kalau gitu apa kata Pak Said tentang gambarnya, ya?"

Errggghh!! Kinanti meremas jarinya sendiri. "Pertanyaaanya apa?"
Dia bisa merasakan Toni pasti sedang menyunggingkan senyum.
"Lo punya waktu sepuluh detik untuk jawab. Hanya muncul saat ada cahaya. Apa itu?"
"Sepuluh ... sembilan ... delapan ...." Toni mulai menghitung.

Kinanti menutup speaker ponsel dengan tangannya. 
"May, apa yang muncul kalau pas ada cahaya aja?" dia bertanya pada Maya.
"Tik ...tok ... waktu mau habis."
"Apa, May? Cepetan!"
"Matahari!" jawab Maya, asal.
Kinanti mengangguk. "Matahari," jawabnya, mengikuti Maya.
Toni tertawa. "Ok. Siapin uangnya, gua ke kantin sekarang. Karena jawaban yang bener itu. BAYANGAN!"

Rasanya bagai disambar petir. Orang angkuh seperti  Toni, tidak pernah main-main. Kinanti tidak bisa menghitung, berapa banyak uang yang harus dia keluarkan untuk menraktir satu sekolah.

"Gimana?" Maya rasanya tak sabar ingin tahu hasilnya.
"May...." Wajah Kinanti nampak pucat. "Gua bakalan bangkrut besar abis ini."
"Apa! Biar gua yang bilang sama Prima. Supaya kasih tau ke Toni, untuk jangan keterlaluan. Ini namanya penindasan, pembulian! Gua rasanya mau, heeeggh!!" Maya nampak ingin mencekik leher seseorang.
"Mau apa?" tiba-tiba Toni sudah ada di belakang mereka, membuat Maya dan Kinanti hampir copot jantungnya.

Prima ada di belakang Toni, berdiri dengan satu tangan masuk ke dalam kantung celana OSIS.
"Lo bilang tadi gak mau ke kantin. Kenapa sekarang jadi ke sini?" tanya Prima.
"Karena kita akan ditraktir."
"Ayo!" Toni mendorong Kinanti.
"Toni, gua gak ada uang, " Kinanti mengiba. "Buat traktir lo aja gak cukup."

Toni tidak mempedulikan, dia terus memaksa Kinanti untuk jalan ke kantin. Toni mengedikkan dagu, menyuruh Kinanti masuk. Kinanti merasa seperti orang dungu saat itu. Dia masuk ke kantin, dengan wajah pucat. Di benaknya hanya ada satu, apa yang terjadi jika dia tidak bayar semua yang teman-temannya makan.

"Prima!" Maya menghentak. "Coba bilang ke temen lo itu. Kasian Kinan, ngerjainnya jangan keterlaluan."
Prima nampak memikirkan sesuatu. Sebetulnya Prima juga tidak tahu, kenapa Toni bisa seusil ini. Apa yang bisa dia lakukan? Menghentikan Toni dan menghilangkan semua kesenangannya atau mengikuti permainan Toni sampai selesai?
"Biar aja Toni begitu, kalian tenang aja. Nanti gua bantu," jawabnya sambil masuk ke dalam kantin.

Toni dan Kinanti berada di dalam kantin.
"Bibi Mersi?" Toni menyapa penjaga kantin.
"Toni?" Bibi Mersi nampak senang melihat Toni. "Sudah lama kamu gak pernah ke sini. Mau dibuatkan apa?"
"Toni lagi diet. Oh, iya, hari ini berapa porsi yang Bibi buat?"
"Delapan puluh porsi ba'so dan yah seratus gelas es."

Kinanti terkesiap, rasanya mau pergi ke puncak sekolah lalu berteriak.
"Bagus," kata Toni. "Hari ini dagangan Bibi Mersi akan habis. Dia yang akan beli semuanya," Toni menyeret Kinanti yang hampir kabur.
Kinanti menyeringai. Senyumnya nampak dipaksakan, dia juga berkeringat.
"Dia?" Bibi Mersi nampak ragu. Bibi Mersi langsung yakin, ketika Toni mengedipkan sebelah matanya. "Ok! Kalau gitu, akan Bibi buat pengumuman gratis."
"Haaaah??!" Kinanti semakin lunglai.

***
Kantin jadi ramai pengunjung, sebab di depan etalase bakso milik Bibi Mersi ditempel sebuah tulisan, Hari ini gratis! Silahkan makan sepuasnya.

Kinanti hanya bisa menghela nafas, melihat semua teman-temannya berduyung-duyung ke kantin menikmati bakso malang dan es.
"Satu juta seratus dua puluh ribu, uang dari mana coba?" Kinanti meratap pada Maya. Mereka duduk di pojok, bahkan saking prustasinya, mereka sampai tak bisa makan.

"Makanlah." Prima datang membawa dua porsi bakso lengkap dengan es teh untuk dua sahabat tersebut.
Maya dan Kinanti saling menatap.
"Gua lagi solidaritas sama temen. Gak sanggup makan," ujar Maya.

Prima tersenyum, lalu dia duduk bersama mereka. "Makanlah. Urusan bayar, kalian gak usah khawatir. Biar nanti semuanya gua yang bayar."
"Serius??" Kinanti membelalakan mata. "Ummh, maksudnya nanti gua cicil setiap hari kalau memang serius."
"Yah gak perlu, udah pokoknya kalian makan aja. Semua beres, nanti gua yang urus."
"Alhamdulillah!" Maya nampak senang. "Gua laper daritadi, akhirnya bisa makan dengan tenang. Makasih, Prim, lo memang baik."
"Makasih." Akhirnya Kinanti bisa tersenyum lega.

Prima berdiri. "Gua ke sana dulu, ya." Dia menunjuk ke tempat duduknya. Di sana ada Toni yang sedang menikmati Yoghurt dan sandwich bekalnya. "Nikmati makan siang kalian. Semuanya bakalan beres."
"Prima, makasih banget, ya. Gua janji, bakalan ganti semuanya."
"Lupain aja," ucap Prima. "Satu lagi, jangan ambil hati, ya, sikap Toni. Dia memang begitu."
"Tenang, Prim!" Maya menyahut, "Kinan gak bakal ngambil hati. 'Kan, hatinya yang udah diambil sama Toni." Maya menaikkan alisnya berulang.
"Maya!" Kinanti nampak gemas.
Prima tersenyum simpul. "Lanjutin makannya, gua ke sana dulu."
"Makasih ya, Prim." Sekali lagi Kinanti mengucapkan kata itu.
"Sama-sama."

***
"Lo bisa bikin jantung anak orang copot tau!" Prima menceramahi Toni sekembalinya dia.
Toni hanya menanggapinya dengan santai. "Tapi, semua beres, 'kan?" katanya.
"Beres. Gua udah bilang ke mereka, kalau gua yang bayarin semua."
"Bagus. Makasih banyak, Prim, udah mau bantu."
Prima tersenyum smirk. "Kenapa gak bilang aja sekalian, kalau lo yang bayar semuanya."
"Prima ... Prima...." Toni menggelengkan kepala. "Kalau dia tau, besok gua gak bisa lagi ngerjain dia."

Prima mendecakkan lidah. "Gitu alesannya. Memang lo sudah mulai sinting keliatannya."
"Gua sinting, gara-gara dia yang setiap hari bikin gua penasaran," Toni melirik sekilas pada Kinanti. "Gua penasaran, tentang apa yang bisa buat dia nangis. Gua penasaran, tentang apa yang bisa buat dia tersenyum. Gua penasaran ..." ucapan Toni terjeda, saat matanya kembali menatap Kinanti, "tentang apa yang buat dia selalu menghindar dari gua."

Prima bisa lihat, meski dengan tubuh yang sakit Toni kelihatan lebih ceria dan segar setiap kali dia bisa bersama Kinanti. "Cinta itu gila!" ucapnya sambil menyandarkan tubuh di kursi.


 

 

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • dede_pratiwi

    when he gone. huhu judulnya bikin baper. wkwk. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @sarisariwah mantap masukannya kak. ayo, itu mksdnya klbhan "K". semoga lanjut baca chapter selnjutnya ya kak...

    Comment on chapter PROLOG
  • sarisari

    Baru baca chapter satuny. Ide ceritanya bagus. Gaya berceritanya juga bagus. Cuma, pelajari lagi PUBInya, ya. Ada beberpa penggunaan tanda baca yang salah. Juga huruf akhir kata kapital. Oh iya. Untuk kata ayok, itu maksdunya dalam aksen Jawakah? Kalau iya di italic. Kalau bukan, tanpa huruf 'k'

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @ShiYiCha maksih. tpi sbnrnya ini bukan cerita SMA aja loh, aku harap klian baca sampai akhir. krena ini kisah Toni yang berjuang melawan kanker dan Prima yang berjuang demi bertahan hidup dari kemiskinan.

    Comment on chapter PROLOG
  • ShiYiCha

    Wiw... Pembukanya seru, nih. Baka lanjutin baca. Mwehe... Cemungut, Kak Yurlian

    Comment on chapter PROLOG
  • yurriansan

    @Ivaumu thanks ya udah mau berkunjung, aku harap kamu bakalan baca sampai selesai. karena ini sbnrnya crita tntang prjuangan anak yg mlwan kanker dan pngorbnan orgtua, sgaja aku bumbui dengan kejenakaan supaya crita makin hidup dan natural. :D

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • nandreans

    mungkin karena aku jarang baca teenfic jadi merasa agak aneh. Tapi lucu sih... 😄

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @aisalsa09 ooh masih kuliah, berarti masih d bawah saya lah ya, hihi

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • aisalsa09

    @yurriansan udah kuliah kaka. Tapi krna yang itu genreny teenfict, jadi gaya bahasa dan pemikiran ngikutin anak sekolah lagi, ehhehe

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
  • yurriansan

    @aisalsa09 kelhiran thun brp?
    Aku kira dari baca gaya berceritamu di novel imajinyata msh anak sekolah. hoho.
    ternyta udh pernah sma

    Comment on chapter MONYET KECIL DAN LELAKI TAMPAN
Similar Tags
When Home Become You
442      333     1     
Romance
"When home become a person not place." Her. "Pada akhirnya, tempatmu berpulang hanyalah aku." Him.
simbiosis Mutualisme seri 2
8788      2014     2     
Humor
Hari-hari Deni kembali ceria setelah mengetahui bahwa Dokter Meyda belum menikah, tetapi berita pernikahan yang sempat membuat Deni patah hati itu adalah pernikahan adik Dokter Meyda. Hingga Deni berkenalan dengan Kak Fifi, teman Dokter Meyda yang membuat kegiatan Bagi-bagi ilmu gratis di setiap libur panjang bersama ketiga temannya yang masih kuliah. Akhirnya Deni menawarkan diri membantu dalam ...
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
17296      2822     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
A & O
1695      804     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Attention Whore
256      212     0     
Romance
Kelas dua belas SMA, Arumi Kinanti duduk sebangku dengan Dirgan Askara. Arumi selalu menyulitkan Dirgan ketika sedang ada latihan, ulangan, PR, bahkan ujian. Wajar Arumi tidak mengerti pelajaran, nyatanya memperhatikan wajah tampan di sampingnya jauh lebih menyenangkan.
Estrella
365      250     1     
Romance
Oila bingung kenapa laki-laki ini selalu ada saat dia dalam bahaya, selalu melindunginya, sebenarnya siapa laki-laki ini? apakah dia manusia?
Between Earth and Sky
2002      588     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
injured
1522      795     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
The Red Eyes
24421      3807     5     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
Aku Lupa
677      471     3     
Short Story
Suatu malam yang tak ingin aku ulangi lagi.