Hari ini adalah hari terakhir untuk memutuskan aku mengambil pekerjaan konyol itu atau tidak.
Setelah bergulat panjang dengan batinku, akhirnya aku mengambil keputusan yang mungkin saja akan menghancurkanku secara perlahan.
Ku ketuk pintu ruangan Pak Yoga dengan gugup. Terdengar suara khasnya mempersilahkanku untuk masuk.
"Akhirnya kau menemuiku juga. Ayo duduk Khai." Katanya dengan senyum sumringah, seakan tahu maksud kedatanganku.
"Begini Pak. Saya sudah memutuskan untuk menerima tawaran Bapak. Dengan berbagai syarat yang sudah saya tulis dikertas ini." Kataku kemudian memberikan selembar kertas kepadanya.
"Apa ini?" Katanya sembari membaca tulisan yang tertera dalam kertas itu.
Sepuluh menit berlalu, aku dan Pak Yoga sama-sama terdiam. Hening. Dingin. Ruangan ini jadi sedikit menyeramkan.
"Baiklah. Aku sudah paham sekarang. Disini tertulis bahwa kau mau aku berpura-pura menjadi walimu, memberikanmu fasilitas seperti mobil, rumah, dan uang saku. Lalu kau juga memintaku untuk menyiapkan seluruh berkas-berkas palsu sebagai tanda kepindahanmu dari luar negeri ke sekolah itu. Dan kau juga meminta untuk dibiayai kuliah sampai kau lulus?!" Katanya.
"Ya, benar Pak. Jika Bapak setuju, silahkan tanda tangan disitu." Kataku.
"Kau tidak perlu repot membuat surat seperti ini, aku sudah menyiapkan semuanya. Rumah, kendaraan, surat-surat, bahkan seragam sekolahmu pun sudah tersedia. Kau tinggal menjalankan tugasmu dengan baik, dan memberikan laporan apapun mengenai putriku. Tak usah khawatir dengan kuliahmu, setelah tugas ini berakhir kau akan kuliah di universitas ternama. Tanpa biaya! Itupun jika kau berhasil membuat putriku tidak bergaul terlalu jauh." Kata-katanya membuatku kaget. Sungguh aku merasa malu saat ini, ingin sekali berlari keluar lalu mengumpat dibawah meja. Aahhhh sial.
"Oh ya, satu lagi. Kau akan mulai bersekolah minggu depan. Dan aku juga dengar bahwa putriku akan mengikuti pesta tahunan di sekolahnya, mungkin sekitar dua minggu lagi. Bagaimana pun caranya kau harus ikut pesta itu. Aku akan atur semua keperluanmu. Dan jangan sampai ketahuan. Mengerti?!" Instruksinya begitu lengkap, seperti seorang komandan.
***
Hari ini sudah tidak diwajibkan untuk datang ke kantor, sebab hari ini aku sudah harus menempati rumah yang disediakan Pak Yoga. Aku hanya mengira rumah itu kecil, tapi nyatanya rumah itu amat sangat besar. Lengkap dengan segala perlengkapan rumah tangga, dan juga asisten rumah tangga. Sungguh, niat sekali Pak Yoga mengajakku berakting, seolah-olah dialah sang sutradara hebatnya. Tapi lumayan juga menempati rumah sebagus ini, jarang sekali aku mendapatkan kesempatan emas semacam ini.
"Permisi Nona Khai, kamar Nona ada di lantai dua sebelah kanan. Oh ya, baju-baju Nona sudah tersedia dilemari. Jika butuh sesuatu panggil saja saya, Yura." Kata salah seorang asisten rumah tangga dirumah ini, aku hanya mengangguk dan tersenyum kemudian pergi menaiki tangga menuju kamarku.
"Waaahh, bagus sekali kamarnya. Luas, seluas rumahku mungkin ya. Hm, kenapa dia tega menghabiskan uang hanya untuk menyewa rumah sebesar ini ya?" Gumamku begitu sampai diruang kamarku. Aku begitu takjub dengan seisi rumah ini, bahkan aku dapat melihat pemandangan indah hanya dari balkon kamarku. Sungguh bahagianya bisa tinggal dirumah sebesar ini.
***
Senin pagi! Sudah saatnya bersiap untuk kembali keneraka, maksudku kesekolah. Dengan seragam super kecil ini, rok yang begitu ketat dan sepatu berwarna pink ini?! "Oh Tuhaannn!!" gumamku. "Ini bukan aku yang sebenarnya!!"
Aku berjalan melewati koridor sekolah ini dengan gugup. Sambil sesekali memegangi bagian rokku yang sangat sempit ini. Puluhan pasang tatapan mata melihat kearahku, termasuk putri Pak Yoga. Oh ya, kalian perlu tahu. Namaku disekolah ini adalah Khairina Talysha Hadley, putri dari Yorath Hadley dan Daralis Hadley. Ah susah sekali nama baruku itu, untung saja aku masih dipanggil dengan sebutan Khai.
"Hallo?!" Sapa seorang murid perempuan yang aku tahu dari badge, namanya adalah Berlian Ginting.
"Oh! Hallo?!" Jawabku dengan singkat, menyeringaikan senyum bodoh.
"Murid baru ya? Dari London? Aku Berlian Ginting, panggil saja Berlin." Oh Tuhan, dia tahu siapa aku. Apa mungkin dia juga sudah tahu kalau aku sedang dalam penyamaran? Bagaimana kalau dia sudah tahu?
"Halloooo?! Dengar aku?!" Suaranya membuatku terbangun dari lamunanaku, dengan senyum bodoh(lagi) aku mengalaminya.
"Iya, aku Kahirina Talysha Hadley. Panggil saja Khai."
"Baiklah, ku dengar kau dikelas 2-Ipa-1 ya? Itu juga kelasku loh. Bagaimana kalau kita kekelas bersama? Kau bisa duduk denganku, kebetulan aku duduk sendiri dibelakang." Katanya penuh dengan senyuman, sambil menarik lenganku untuk mengikutinya. Aku hanya bisa menurutinya, demi penyamaranku.
***
Setelah upacara bendera selesai, aku dan Berlin kembali kekelas. Dan dia begitu heboh dengan kedatanganku, aku sampai lelah meladeninya. Untung saja bel masuk sudah berbunyi, dan seorang guru perempuan yang terlihat masih muda datang masuk kekelasku.
"Selamat pagi semua?" Sapanya begitu sampai didalam ruang kelas, dan disahuti oleh semua murid.
"Hari ini kalian pasti sudah tahukan, bahwa ada teman baru yang bergabung dikelas ini." Katanya sambil menatap kearahku.
"Baiklah, Khai. Kau boleh maju dan perkenalkan diri, asal sekolahmu sebelumnya, dan kemudian kembali duduk." Aku berdiri dan berjalan menuju kedepan kelas, aku jadi mengingat sesuatu.
@dede_pratiwi thank you :), gambarnya di gambarin hehe pasti aku mampir di ceritamu
Comment on chapter MENGINGATNYA LAGI