Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ujian Hari Kedua
MENU
About Us  

Hari kedua. Bel berbunyi, ujian segera di mulai. Semua murid berebut memasuki ruangan kelas masing-masing. Aku berjalan enggan menuju kelas paling ujung sebelah utara di lantai dua. Kelas sudah penuh ketika aku tiba. Bangku telah tersusun sedemikian rupa. Dua pengawas mengelilingi kelas sembari membawa sebah keranjang. Satu persatu handphone memenuhi keranjang itu. Aku duduk di bangku tersudut ruangan. Diam-diam aku telah menyediakan sobekan kopekan yang kuselip dibawah tali pinggang.

 

Pengawas berjalan membagikan lembar soal dan lembar jawaban. Aku melihat ke arah beberapa teman. Satu persatu kertas mulai tergores penuh keyakinan. Aku termenung, kupandangi seluruh ruangan kelas ini. Setengah jam telah berlalu, Abdul-teman di sebelahku sedang fokus dengan soal-soalnya. Lain halnya dengan mustar yang duduk di depanku, dia sibuk celingak-celinguk mencari ilham dan dengan wajah memelas ia menatap kawan-kawan bekerja, berharap di bantu menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan dua orang pengawas di depan-seorang perempuan tambun dan yang kurus berlipstik tebal-sibuk dengan bahasan sendiri tanpa begitu peduli. Dan sesekali perempuan tambun menyebut nama eyang subur. Sialan.

 

Barangkali sebab lama termenung dan salah seorang pengawas berbadan tambun itu rasanya terus menerus mengawasiku, aku kelimpungan. Tidak tahu mesti melakukan apa. Pandangan perempuan berjilbab modis itu lama-lama membuatku tidak tenang. Ketakutan. Aku tidak tahan lagi. Ini sangat membosankan. Kugebrak meja sekuat tenaga. Seluruh ruangan terbelalak. Persis seperti seorang tidak cukup tidur yang terkejut jaga sebab gempa.

 

“Apa-apaan ini, kahar?” si tambun itu berdiri dengan raut kesal.

 

“Membosankan! Ini sangat membosankan!”

 

“Jangan coba-coba buat keributan, ya. Kurobek lembar jawaban kamu nanti,” dia mengancam. Langkahnya menujuku, hanya dua tapak.

 

“Ibu mau merobek ini?” kuambil lembar jawaban lalu kurobek dengan tenaga penuh. Kuhamburkan potongan-potongan sampah tak berguna itu. Mereka semua tercengang.

 

Aku berjalan menghampiri Abdul, dia memandangku dengan ketakutan. Tangannya sedikit gemetar.

 

“Bodoh! Untuk apa mengerjakan semua ini? Mau sok suci kamu? Apa ada yang peduli kamu jujur atau tidak, apa kamu yakin dengan kerja seperti ini nilai kamu bakal lebih bagus dari mereka?” Abdul mematung. “sekuat tenaga kamu berusaha, nilai mereka bakal lebih tinggi. Mereka punya uang yang bisa membeli kedekatan dengan nilai!” aku tertawa mengejeknya.

 

“Cukup kahar! Ikut ibu ke ruang kepala sekolah sekarang!”

 

Si tambun tua itu menarikku dengan paksa. Dia tak sadar tenaga tangan spidolnya tak cukup untuk menarik tangan kuli sepertiku. Kutepis tangannya dan berteriak di depannya.

 

“Aku tidak mau. Dasar sialan, seenak jidad saja kau beri kami aturan. Kami mesti datang kesini setiap hari untuk menumpuk tugas di kepala, tugas itu membuat kami tidak sempat memasak sambal pun. Kalian seenak perut memberi nilai pada kami. Kau tahu, otak kami jauh lebih berisi dibandingkan otak  kalian itu!”

 

“Jangan asal bicara, kahar. Dia guru kamu. Bisa kualat,” Abdul mencoba menenangkanku dari bangkunya.

 

“Kenapa memangnya? Tidak ada kutukan  jika membantah guru yang semata-mata bekerja demi uang, bukan mencerdaskan.”

 

“Bukan begitu…”

 

“Lalu apa? Kau mau ini?” kuambil kopekan yang tadi kusembunyikan di bawah tali pinggangdan kulemparkan ke meja Abdul.

 

“Ambillah, semoga kau lulus.”

 

Beberapa wajah Nampak ingin sekali mengambur ke meja Abdul mengambil kunci jawaban itu. Mereka sangat percaya pada tugas yang kubuatkan selama ini dan beberapa dari mereka menggajiku untuk menyelesaikan tugasnya. Hanya ada sebagian kecil dari mereka yang memandang sinis ke arahku. Orang-orang munafik.

 

“Kahar, apa yang kamu lakukan? Turun!” Kepala sekolah yang selalu terlambat datang ke sekolah seperti polisi di film india membentakku dengan suara serupa petir. Pasti guru kurus berlipstik tebal tadi yang memanggilnya. Dikiranya aku takut.

 

“Jangan mendekat! Atau aku akan melompat,”aku menuju jendela.

 

Mereka semua berteriak dan berusaha menahanku.

 

“Jangan macam-macam, Kahar! Apa yang kamu lakukan. Apa kamu tega melihat bagaimana sedihnya keluargamu?”

 

“Omong kosong! Apa pedulimu pak tua? Selama ini kau tak pernah peduli dengan masalah murid-muridmu. Tumben kali ini kamu baik.”

 

“Saya sangat peduli dengan masalah kalian. Bahkan saya selalu berusaha meningkatkan mutu sekolah ini,” kilahnya.

 

“Hei, kurasa kau terlalu sibuk menguras uang-uang kami. Jika iya, apakah kami mempunyai ruang untuk berkreasi disini? Aku terlalu muak dengan penjara yang kalian ciptakan. Aku tak mau menjadi seorang pengecut yang tunduk kepada orang yang bodoh. Aku pemberontak. Itu sebab aku lebih pintar dari kalian semua!”

 

“Jaga mulutmu!”

 

Si tua itu sudah mulai terpancing rupanya. “Ini kenyataan pak tua. Kau ingat saat kami meminta sedikit dana untuk menyalurkan kreativitas. Apa jawabanmu? Kau tak pernah mendukung kami, kau bilang itu bukan urusan sekolah dan segala macam alasan lainnya. Lalu, kemana semua uang-uang kami? Kupikir kalian memang ini memadamkan semua ini. Kau kira belajar itu cuma hal-hal di buku, hah?”

 

“Cukup, kahar. Mari kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin.”

 

“Kenapa? Kau takut semua kedokmu terbongkar,pak tua?”

 

Suasana sangat hening, tak ada yang berani berkutik. beberapa temanku menatap kagum padaku tanpa mau bersuara. Sebagian lainnya hanya acuh dan tentu saja ada yang menatap benci padaku.

 

Aku mundur beberapa langkah lebih dekat dengan jendela, kedua tanganku memegang pinggir jendela. Mereka berteriak terkejut, mengira aku akan melonpat. Mereka semua berusaha  mendekat kearahku.

 

“Jangan mendekat! Untuk apa aku disini? Tidak ada yang bisa dikembangkan di sini. Kreativitas dipadamkan dengan tugas-tugas buta. Hidup tanpa kreativitas adalah hidup yang membosankan. Dan kalian semua adalah orang-orang yang membosankan!”

 

Permainan sedang memanas, aku sangat menikmatinya. Semua orang sibuk mencari solusi. Sebagian orang berusaha membujukku. Siswa-siswa dari kelas lain berdesakan mengintip melalui jendela kelas kami, bahkan ada yang rela memanjat untuk menyaksikan kehebohan yang terjadi. Ujian dibatalkan sejenak, misiku berhasil sejenak.

 

Aku ingin mengakhiri permainan ini. Tiba-tiba si tua Bangka itu sudah ada di dekatku. Dia berusaha menggapai tanganku. Terkejut, aku sontak mundur. Pegangan tanganku lepas, aku terpeleset. Aku mendengar suara cukup keras memanggil namaku sekalian dentum yang kuat.

 

“Kahar, melamun saja kerjamu. Selesaikan cepat!” guruku menghantam meja.

Ah, mengganggu saja si tambun itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
824      528     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
Nightmare
665      483     1     
Short Story
Ketika mimpi buruk datang mengusik, ia dihadapkan pada kenyataan tentang roh halus yang mengahantui. Sebuah 'dreamcatcher' sebagai penangkal hantu dan mimpi buruk diberikan. Tanpa ia tahu risiko sebenarnya. Pic Source : -kpop.asiachan.com/Ash3070 -pexels.com/pixabay Edited by : Picsart Cerita ini dibuat untuk mengikuti thwc18
Only One
3106      1994     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Young Marriage Survivor
3236      1232     2     
Romance
Di umurnya yang ke sembilan belas tahun, Galih memantapkan diri untuk menikahi kekasihnya. Setelah memikirkan berbagai pertimbangan, Galih merasa ia tidak bisa menjalani masa pacaran lebih lama lagi. Pilihannya hanya ada dua, halalkan atau lepaskan. Kia, kekasih Galih, lebih memilih untuk menikah dengan Galih daripada putus hubungan dari cowok itu. Meskipun itu berarti Kia akan menikah tepat s...
Ratu Blunder
406      315     2     
Humor
Lala bercita-cita menjadi influencer kecantikan terkenal. Namun, segalanya selalu berjalan tidak mulus. Videonya dipenuhi insiden konyol yang di luar dugaan malah mendulang ketenaran-membuatnya dijuluki "Ratu Blunder." Kini ia harus memilih: terus gagal mengejar mimpinya... atau menerima kenyataan bahwa dirinya adalah meme berjalan?
the Overture Story of Peterpan and Tinkerbell
15700      9685     3     
Romance
Kalian tahu cerita peterpan kan? Kisah tentang seorang anak lelaki tampan yang tidak ingin tumbuh dewasa, lalu seorang peri bernama Tinkerbell membawanya kesebuah pulau,milik para peri, dimana mereka tidak tumbuh dewasa dan hanya hidup dengan kebahagiaan, juga berpetualang melawan seorang bajak laut bernama Hook, seperti yang kalian tahu sang peri Tinkerbell mencintai Peterpan, ia membagi setiap...
Daniel : A Ruineed Soul
597      356     11     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
15684      3191     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Pensil HB dan Sepatu Sekolah
148      137     1     
Short Story
Prosa pendek tentang cinta pertama
Meet You After Wound
292      247     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."