Loading...
Logo TinLit
Read Story - Who are You?
MENU
About Us  

Eva mendengus kesal sembari memelototi ponselnya begitu panggilan teleponnya diputuskan tiba-tiba. Tatapannya selalu tajam dan sinis pada lawan bicaranya. 

Kali ini, dia terpaksa mengemis perpanjangan waktu pada dua orang lelaki bertubuh besar dengan wajah garang seperti umumnya dept collector. Satu berkepala pelontos dengan jenggot dan kumis, satu lagi berambut gimbal dengan kumis.

“Besok, ya, Pak. Saudara saya lagi di kota.”

Dua lelaki garang dengan jaket kulit hitam itu menatap Eva, seolah mereka tidak mendengar ucapan Eva.

“Sudah dua bulan nggak bayar. Banyak banget alasannya,” ucap salah satunya, lelaki berkepala pelontos.

“Gini aja, deh. Motornya kita ambil dulu. Nanti kalau udah bisa bayar kita kasih lagi,” sahut si rambut gimbal.

Eva bergidik. Ia tak ingin mendengar kalimat itu, tapi orang lain di sekitarnya pasti mendengar. Sekarang, satu perusahaan kecil dengan jumlah pegawai 25 orang itu akan segera mengetahui. Lalu ia akan digunjingkan.

Eva menghela napas. Ia buru-buru mengeluarkan dompetnya. Setidaknya dia harus menutup mulut dua dept collector yang hampir mempermalukannya di depan rekan-rekan kerjanya.

“Saya bayar satu bulan dulu!” Eva menyodorkan sejumlah uang.

Dua Dept collector itu tampak sumringah. Pekerjaannya tak sia-sia.

“Oke. Besok siang kita ambil tagihan sisanya.”

“Besok siang? Emangnya duit nongol dari tanah?” tukas Eva.

“Katanya saudaramu sekarang lagi di kota. Berarti besok udah pulang dong, udah ada duit buat bayar sisanya dong?” jawab si pelontos sambil terkekeh penuh kemenangan.

Keduanya pergi.

Sementara Eva masih terpaku dengan hujaman tatapan dari beberapa rekan kerjanya yang menyaksikan ini tadi. Ia menghela napas, lalu menoleh menatap mereka.

Sebagian mengalihkan pandangan dan kembali fokus dengan komputernya dan beberapa ada yang memberikan masukan yang tak ingin Eva dengar.

Eva mendengus kesal. Ia kembali ke mejanya, menatap puluhan chat whatsapp yang masuk di komputernya. Baru ia tinggal beberapa menit, sudah banyak pelanggan tak sabaran yang mengebomnya dengan huruf ‘P’. 

Lagi-lagi, ia menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya di kursi.

Usianya belum genap 23 tahun, tapi beban hidupnya sudah seperti seorang suami yang harus menafkahi anak istri. Jika saja orangtuanya memilihnya, alih-alih April.

Sekarang ini dia pasti sedang ada di kota sana dengan seragam putih-putih. Kalau pun harus frustasi, setidaknya itu hanya beban tugas kuliah, bukan beban hutang. Lalu yang duduk di meja ini dengan tekanan kerja dan tekanan hutang yang sama besarnya ini pastilah April.

“Hutang itu dibayar, bukan cuma dipikir. Kerja! Biar bisa bayar utang,” komentar Johan khas dengan dialek jawa kasar.

“Kamu buta apa tolol? Ini juga lagi kerja!” balas Eva, tak kalah kasar.

Kalian pasti terkejut? Tapi suasana kerja di sini memang seperti ini.

Bukan karena mereka saling bermusuhan, tapi memang seperti itu cara komunikasi antar sesama pegawai, kecuali pegawai baru. Mereka tidak akan bicara frontal seperti itu pada pegawai baru, sampai pegawai itu terbiasa dan menjadi bagian dari pegawai abadi.

Akhirnya suasana ruangan kembali seperti semula. Riuh suara keyboard komputer bercampur suara-suara kasar.

“Gajimu habis buat apa, sih? Bayar cicilan aja nggak kuat,” tanya Risa, pegawai paling senior di perusahaan perdagangan ini, aksen jawanya sama dengan Eva.

“Gajiku habis buat ganti rugi. Stok gudang sama stok komputer nggak pernah cocok. Padahal aku nggak nyuri, tapi aku yang ganti rugi,” gerutu Eva sembari memencet tombol keyboard keras-keras sebagai pelampiasannya.

“Yaiyalah! Kamu kan kepala bagiannya! Kalau nggak bisa ngatur anak buahmu, ya kamu yang tanggungjawab! Udahlah, ayo pulang!” seru Risa sembari memberesi barang-barangnya ke dalam tas.

Eva melirik jam tangannya. Sudah hampir jam 6 sore. Ia bergegas menghidupkan whatsapp di ponsel kantornya, lalu mematikan komputernya. Kemudian meninggalkan Johan sendirian di ruangan, jam kerjanya belum selesai. Sebagai server yang harus siap sedia 24 jam, dia bekerja dengan 3 sift. Hampir serupa dengan jam kerja saudara kembar Eva, April.

“Ibu negaraku tercinta!” terdengar suara familiar yang mengagetkan Eva. Suara khas pacarnya, Adam.

Penampilan Eva selalu mencolok untuk diterapkan di lingkungan pinggiran kota, terutama bagian rambutnya. Dia bahkan memiliki satu kotak sebesar kardus susu bubuk untuk menyimpan beberapa helai hair extension clip dengan banyak warna. Sesekali dia bisa memakai banyak warna sekaligus.

Jaket denim kuning cerah dengan corak splash Eva menutupi singlet turtle neck-nya yang berwarna orange, sewarna dengan hair extension clip-nya. Ia selalu memakai skinny jeans atau celana high waist, karena terlalu menyukai kaki kecilnya. 

Padahal, saudara kembarnya tidak pernah percaya diri dengan kaki kecil yang terlihat seperti sumpit itu. April lebih menyukai celana yang lebih longgar agar tak terlalu terlihat kurus.

Ia selalu memandang Karen sebagai orang yang membuatnya iri. Berbeda dengan Eva yang sangat menyukai setiap bagian tubuhnya hingga selalu bereksperimen nyeleneh.

Eva menghampiri Adam, lelaki yang memiliki daya tarik karena alis tebal dan bibirnya yang tergolong merah dibanding lelaki lainnya.

Adam selalu bicara dengan aksen ala-ala anak perkotaan yang jarang menggunakan bahasa daerah. Sama sekali tidak terdengar logat jawa medhok seperti Eva.

“Nggak punya receh, Mas!” ledek Eva setiap bertemu dengan Adam setelah beberapa minggu tak bertemu, ditinggal Adam manggung di luar kota.

Adam meringis. Baginya perkataan Eva hanya sebuah kalimat protes karena harus menahan rindu terlalu lama. 

Adam mengusap kepala Eva dengan gemas. Dia sendiri bahkan juga menahan rindu yang sama beratnya.

“Makan, yuk? ‘dek rio’ ditinggal aja,” ucapnya sembari melirik motor matic di belakan Eva yang selalu dipanggil ‘dek rio’. Kemudian ia membukakan pintu mobilnya untuk sang Ibu Negara.

Adam menyalakan rekaman story di akun instagramnya. “Ada yang kangen, nih, ditinggal dua minggu doang," ucap Adam sumringah begitu ia membuka pintu bangku kemudinya.

Sorot sinar flash dari ponselnya mengarah pada Eva yang sedang menyisir rambutnya setelah melepas ikatan rambutnya. Tawa Adam terekam dalam ponselnya yang masih menyoroti pacarnya itu.

“Tadinya ke sini nggak ngabarin, mau kasih surprise,” lanjut Adam masih bicara pada ponselnya. 

"Gimana perasaannya setelah ketemu? Terkejut nggak?” Adam berlagak seperti sedang mewawancarai.

Eva menatap kamera, matanya menyipit silau. Sembari memakai topi baret warna kuningnya, ia mengangguk sumringah. “Sangat terkejut sekali, ya. Ternyata saya masih punya pacar,” ucapnya berlagak seperti seorang artis papan atas yang diwawancarai, tapi dengan aksen jawa medhok.

Kemudian lampu flash ponsel Adam mati. Ia mengubah mode kamera depan sambil bicara, “waaah, ternyata ibu negara pendendam, guys.” Ia cekikikan, lalu mematikan rekamannya.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    wah kehidupan pekerjaan .. keren kak lanjutkan ya

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Katamu
3092      1178     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
IDENTITAS
715      490     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Like a Dandelion
3134      1097     2     
Romance
Berawal dari kotak kayu penuh kenangan. Adel yang tengah terlarut dengan kehidupannya saat ini harus kembali memutar ulang memori lamanya. Terdorong dalam imaji waktu yang berputar ke belakang. Membuatnya merasakan kembali memori indah SMA. Bertemu dengan seseorang dengan sikap yang berbanding terbalik dengannya. Dan merasakan peliknya sebuah hubungan. Tak pernah terbesit sebelumnya di piki...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
956      472     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Farewell Melody
277      189     2     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
575      395     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Stars Apart
644      451     2     
Romance
James Helen, 23, struggling with student loans Dakota Grace, 22, struggling with living...forever As fates intertwine,drama ensues, heartbreak and chaos are bound to follow
Da Capo al Fine
433      342     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Because Love Un Expected
21      18     0     
Romance
Terkadang perpisahan datang bukan sebagai bentuk ujian dari Tuhan. Tetapi, perpisahan bisa jadi datang sebagai bentuk hadiah agar kamu lebih menghargai dirimu sendiri.
Dua Warna
690      471     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...