Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelas Desember
MENU
About Us  

Selasa, 15 Desember. 07.59 WITA

Tidak pernah terbersit dalam benakku bahwa, rumah yang semula merupakan tempat teraman, ternyaman sedunia akan berubah menjadi tempat paling menyesakkan yang pernah ada.

Sejak aku membuka pintu, meja kursi dan semua yang ada dalam ruangan yang diam itu seakan mengungkungku, mengejekku atas sepi yang tiba-tiba menyergap. Dulunya, rumah ini hangat. Aku bahkan dapat melihatnya, Papa yang duduk di sofa depan TV, menonton saluran berita sementara Mama di sisinya, masih mengenakan seragam kerjanya tetapi berusaha mati-matian merebut remote televisi karena ia ingin menonton sinetron. Tidak jauh, di ruang makan, Laura sedang menyantap sekotak donat. Ia suka sekali donat dan penganan manis sementara aku sebaliknya. Aku akan duduk di depannya, menikmati martabak telur dan sesekali kami akan bertengkar, memperdebatkan ini itu.

Sekarang suara tivi menghilang, ricau debat kami memudar, yang tertinggal hanyalah detak sendiri jam dinding di ruangan. Sepi. Aroma kehampaan.

“Kamu nggak papa tinggal sendiri dulu? Papa mesti balik, ngasihin selimut dan baju ganti buat Mama.” Papa muncul di pintu kamar, tangannya kembali penuh oleh tas-tas.

Dan, meski wajahnya terlihat amat letih, ia bergerak berjalan menuju pintu.

Aku tidak punya pilihan selain mengangguk. “Hm.”

“Besok pagi Papa jemput, hm? Jangan lupa makan.”

Lagi, aku mengangguk.

Lalu, Papa pergi tidak lama kemudian, naik taksi yang kami tumpangi ke sini tadi. Beberapa hari ini, ia hanya pulang untuk mengambil barang-barang sementara Mama tidak pernah meninggalkan rumah sakit sama sekali. Sedangkan aku? Oleh perawat yang memeriksaku diperbolehkan pulang, tapi baik Papa maupun Mama setuju bahwa sebaiknya aku istirahat ... di rumah.

Atau lebih tepatnya di dalam bangunan dingin ini. bangunan yang menyimpan begitu banyak kenangan hingga aku tidak tahan menatap tiap sudutnya.

Kurang lebih beberapa waktu melewati hari yang terasa amat panjang, menghabiskannya dengan berbaring di atas kasur dan menatap poster-poster serta barang-barang milik Laura di dinding, aku mulai pengap oleh rasa hampa dan mulai beranjak. Aku melakukan apapun yang bisa kulakukan; membersihkan kamar, merapikannya. Belum cukup, aku pergi ke dapur, mencuci piring kotor yang tak tersentuh sejak beberapa hari lalu,mengelap kaca-kaca, menyapu seluruh rumah, lalu duduk menonton televisi.

Tetap saja. Kehampaan itu tidak mau pergi. Melekat erat di dadaku seperti lintah yang kelaparan. Menyesaki paru-paruku dengan berbagai rasa; penyesalan, kesedihan, kehilangan ... kerinduan.

Di luar, menjejak halaman berumput yang tertimbun dedaunan kering dalam upaya mencari udara segar, aku menghela napas dalam-dalam. Pot-pot tanaman yang kuurus dengan tanganku sendiri setiap harinya sekarang berjejer di bagian yang terkena sinar matahari, layu. Tidak ada seorang pun yang ingat untuk memungut mereka kembali. Hanya bunga kupu-kupuku, yang bersembunyi di ujung, yang menyapa malu.

Kepadanya, aku terkekeh pilu.

Ironis.

Kuat sekali kamu, bunga kupu-kupu? Bertahan dalam keadaan seperti ini. Kenapa kamu membiarkan bunga-bunga lain menderita? Kenapa bukan kamu saja ... yang layu?

***

Pada penghujung sore, aku bersandar pada batang pohon yang terasa dingin dan memejamkan mata.

Semua kesenangan telah berakhir. Semuanya telah berakhir. Komidi putar itu telah mencapai perhentian. Lampu-lampunya yang semarak telah dimatikan. Derai tawa telah memudar, berganti kesunyian. Dan satu persatu, para penumpang berjatuhan. Ulfi, Kama, dan selanjutnya... dan selanjutnya, siapa?

Tidak siapa-siapa, inginku.

Aku tidak ingin lagi kehilangan siapapun selain diriku sendiri. Tidak bahkan jika itu adalah orang yang paling kubenci sekalipun. Dan orang yang pernah paling kubenci itu, sekarang terbaring tak berdaya di rumah sakit, koma. Dia adalah orang terakhir. Aku dan Ghea selamat, Ulfi dan Kama telah pergi. Sekarang giliran Laura ... untuk memutuskan. Dan ... meski tidak ada yang membicarakannya, semua orang tahu dengan kondisi Laura, hanya keajaiban yang mampu menyelematkannya, menahannya di sini lebih lama.

Aku membuka mata. Menatap langit yang mendung, terhalangi oleh rimbunan dedaunan jambu.

Tiba-tiba saja aku berpikir... jika semua ini berlalu dan aku merayakan ulang tahun ke delapan belas, pada sebelas Desember tahun berikutnya, apa yang akan terjadi? Apa yang harus kurasakan? Salah satu sahabatku mati di hari itu. Yang lainnya segera menyusul karena kecelakaan yang sama. Dan mungkin ..., mungkin kembaranku, keluargaku yang paling dekat, yang menghabiskan sembilan bulan bersamaku sejak awal, berbagi tempat di perut ibu ... juga pergi.

Pada saat itu, bagaimana perasaanku? Tidak, maksudnya ... bagaimana bahkan aku bisa hidup dan melewatinya? Sebelas Desember. Aku tidak akan pernah bisa merayakannya lagi. Sebelas Desember hanya akan menjadi rasa sakit yang berulang tiap tahunnya.

Kelopak-kelopak bunga pohon jambu yang menyerupai jarum berwarna merah muda berjatuhan di atas kepalaku, tertiup angin. Aku mengulurkan tangan, menggenggam satu yang jatuh tepat di atas telapak tanganku. Lalu kenangan itu muncul begitu saja. Maksudku, kenangan-kenanganku selalu muncul seperti rol film acak yang tidak ada habisnya. Namun kali ini rasanya begitu vivid, begitu nyata seolah mereka terjadi baru saja, di depan mataku. Ingatan sederhana tentang pertengkaranku sehari sebelum kecelakaan dengan Laura. Ingatan yang, di hari-hari biasa, tidak akan membuatku merasa bersalah sebanyak ini.

Tetapi sejak Sebelas Sesember, semuanya berbeda.

“Mau kemana?” Pertanyaan Laura menghentikan langkahku.

Aku yang bahkan belum berganti seragam dan hanya melapisinya dengan jaket karena ingin gegas, menoleh. “Minimarket depan. Beli sabun buat prakarya.”

“Nitip, dong!” Laura beringsut dari atas kasur. Ia telah menanggalkan seragamnya. Hanya mengenakan atasan dalam dan celana pendek sekarang.”Beliin Donat Do’Nut yang depan minimarket.”

Aku tahu tempat itu. Kafe yang menjual aneka donat, buka sekitar beberapa bulan yang lalu dan langsung hits terutama di kalangan anak muda. Laura sendiri pernah beberapa kali membawa pulang satu kotaknya yang berisi bermacam donat berbagai rasa. Aku pernah mencicipi satu, tepatnya setengah dan tidak pernah lagi mau mencoba. Terlalu manis. Sementara, aku dan makanan manis tidak pernah bersahabat.

Jadi, memikirkan harus mengantri untuk makanan manis yang bahkan tidak kusukai membuatku kesal duluan.

“Beli aja sendiri.” Aku memutar bolamata. “Gue buru-buru.”

“Bentar aja! Beliin satu kotak, please? Hari ini gue pengin banget makan itu.”

“Uangnya?”

“Uang lo dulu. Nanti diganti,” cengirnya.

Kembaranku ini memang selalu menyebalkan, seenaknya. Seperti itulah dirinya.

Aku meninggalkan rumah tanpa mengatakan apa-apa, dengan niat untuk tidak akan membelikannya apapun. Tidak Donat Do’Nut. Tidak apapun. Tapi, siapa yang sedang coba aku bohongi?

Kadang, aku berharap aku bisa terlahir dengan kepribadian Laura. Ia bisa saja dengan mudahnya mendapatkan apa yang ia mau, meminta, memohon, memanipulasi. Ia melakukan apa yang ia inginkan tanpa rasa bersalah. Dan aku, sebagai orang yang paling sulit mengatakan tidak, selalu dijadikan kesempatan.

Jadi, berbanding terbalik dengan tekadku semula, usai membeli beberapa batang sabun untuk diukir, aku menemukan diriku berdiri mengantre untuk membeli kue yang populer itu. Hanya untuk kelelahan, berdiri di bawah terik karena antrean yang mengular hingga melewati pelataran.

Aku capek. Panas. Dibanjiri keringat. Lapar. Sementara antrean ini seakan tidak ada habisnya. Laura menyebalkan!

Tepat di depan pelataran setelah antrian memendek hingga tiga atau empat orang, aku menyerah. Aku berbalik dan bersumpah tidak akan pernah memikirkannya lagi. Aku tidak punya kewajiban untuk mengabulkan permintaan Laura dan ia bisa membelinya sendiri. Terserah saja.

Kenyataannya, ia tidak membelinya setelah itu. Hingga satu hari berlalu dan kecelakaan itu terjadi. Hingga hari-hari berlalu dan ia masih terbaring di ranjang rumah sakit, koma.

Sekarang, penyesalan yang teramat besar merongrongku.

Jika aku bertahan sebentar, setidaknya Laura akan dapat memakan donat itu kemarin. Seandainya aku cukup sabar, setidaknya dia mendapatkan hal yang ia inginkan. Seandainya ...

Nafasku tercekat di tenggorokan. Sesuatu jatuh di hidungku.Dingin. ia jatuh lagi ke telapak tangan ketika aku mengulurkan tangan. Bukan bunga pohon jambu atau daun yang layu, tetapi gerimis. Aku mendongak, menemukan angin bertiup lebih kencang dan langit yang mendung semakin mendung. Gerimis ini hanya pengantar. Sebentar lagi ... hujan deras mungkin akan datang.

Segera, aku berlari masuk ke rumah. Bukan, bukan untuk mengamankan diri dan mendekam sendirian di dalam rumah yang sepi. Aku mengambil payung, membukanya di teras, dan ... mulai berlarian di bawah hujan.

Aku tahu ini terlambat. Terlalu terlambat. Bahkan jika aku berhasil mendapatkan sekotak Donat Do’Nut, siapa yang akan memakannya? Tetapi, harapan kecil membawaku tetap berlari. Harapan kecil bahwa, mungkin, mungkin saja ... Laura akan bangun jika aku membelikannya donat itu.

Hujan menderas. Aku mempercepat langkah. Mungkin, Laura akan bangun jika tahu semua orang menginginkannya kembali.

Kali ini aku mulai tersengal, penglihatanku mulai kabur, entah karena hujan, atau sakit yang tiba-tiba mendera kepalaku. Tetapi, aku tidak mencoba melambatkan langkah. Karena mungkin, mungkin saja, pengetahuan bahwa Rei mencintainya bisa menjadi alasan bagi Laura untuk kembali.

Atau ... jika dia tahu bahwa aku tidak membencinya.

Tidak pernah.

Aku tidak pernah membencinya.

Dan sekarang, semua yang kuinginkan adalah melihatnya membuka mata.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku Istri Rahasia Suamiku
13785      2621     1     
Romance
Syifa seorang gadis yang ceria dan baik hati, kini harus kehilangan masa mudanya karena kesalahan yang dia lakukan bersama Rudi. Hanya karena perasaan cinta dia rela melakukan hubungan terlarang dengan Rudi, yang membuat dirinya hamil di luar nikah. Hanya karena ingin menutupi kehamilannya, Syifa mulai menutup diri dari keluarga dan lingkungannya. Setiap wanita yang telah menikah pasti akan ...
Sweet Like Bubble Gum
1807      1139     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Camelia
600      339     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Konspirasi Asa
2899      1013     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Kacamata Monita
2345      800     3     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Weak
261      211     1     
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar. Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang. Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi. Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
Secercah Harapan Yang Datang
7106      2869     5     
Short Story
Ini adalah cerita yang dipinta aurora diterbitkan sang fajar ditenggelamkan sang makar sebuah kisah terkasih dalam dunia penuh cerita, dan ini adalah kisah yang dibawa merpati untuk sebuah kisah persahabatan yang terakhir. #^_^
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
14367      2928     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Help Me
6215      1839     6     
Inspirational
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika manusia berfikir bahwa dunia adalah kehidupan yang mampu memberi kebahagiaan terbesar hingga mereka bangun pagi di fikirannya hanya memikirkan dunia yang bersifat fana. Padahal nyatanya kehidupan yang sesungguhnya yang menentukan kebahagiaan serta kepedihan yakni di akhirat. Semua di adili seadil adilnya oleh sang maha pencipta. Allah swt. Pe...
A & O
1695      804     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...