Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelas Desember
MENU
About Us  

Selasa, 15 Desember. 18.21 WITA

Sejujurnya, Laura tidak pernah terlihat jelek, atau menyedihkan. Matanya selalu bersinar indah, cerdas, penuh dengan tawa. Rambut lembut dan terawat, selalu ditata. Bibirnya secara alami berwarna merah muda, yang seringnya disapukan lipgloss warna senada yang membuatnya lebih segar. Lebih ... menawan.

Tidak pernah kulihat Laura sekacau ini.

“Aku bawain kamu donat.Agak basah, soalnya tadi kehujanan,” ujarku, menyapukan jemari pada kotak yang menjadi lemah dan nyaris hancur karena terkena air. “Tapi donatnya masih bagus, kok. Liat, ada enam rasa.”

Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kuucapkan. Yang kulakukan ... hanyalah meracau, hanyalah mengeluarkan seluruh isi kepalaku yang berhamburan.

“Itu .. donat kesukaan kamu,” bisikku. Sekeras mungkin berusaha menahan suaraku agar tidak bergetar, atau mataku yang memanas untuk tidak menumpahkan isinya sekarang. “Kamu masih suka, kan? Beberapa hari lalu kamu pengin makan itu dan ... kamu nggak bisa makan. Sekarang kamu bangun, ya? Sebelum donatnya dingin dan jadi keras... Ah, ada rasa stroberi. Kamu paling suka itu, kan?”

Tidak ada reaksi apapun. Tentu saja. Memangnya apa yang bisa kuharapkan?

Kutaruh donat itu di atas meja nakas di samping tempat tidur. Lalu kedua tanganku menggenggam tangannya. Jemari kami satu ukuran, sehingga ketika aku menautkannya, rasanya begitu pas. Rasanya ... seperti aku tidak akan melepaskan. Tidak ingin.

“Papa dan Mama nungguin kamu setiap hari,” ujarku lagi. Kali ini aku menyadari suaraku mulai parau. “Papa yang nggak pernah absen kerja itu ... aku dengar dia marah-marah di telepon karena bosnya nanyain kapan dia masuk kerja. Dia bilang dia ingin berhenti. Dia bilang dia nggak peduli sama pekerjaannya. Dia hanya peduli sama kamu...”

Aku sudah berusaha menahannya. Tetapi sulit. Satu bulir air mata jatuh begitu saja di pipiku.

“Aku nggak tahu kapan terakhir kali Mama tidur. Atau ... apakah dia pernah tidur. Mama bahkan lupa untuk marah-marah, Ra. Dia cuma nangis dan di sini setiap hari nungguin kamu...” Airmata lain mengaliri pipiku dengan cepat. Menderas. “Bangun, Ra... jangan takut. Mama nggak akan marah. Mama nggak akan marah meski kamu terlambat pulang... Mama nggak marah, jadi tolong bangun, Rara...”

“Kasian mama,” isakku. “Jangan takut. Kalaupun dia marah, aku yang lindungin. Kamu boleh salahin aku aja, oke? Biar dia marahin aku aja nggak papa!”

Kuremas tangannya. Sekarang, air mataku bahkan berjatuhan ke tangan kami yang bertautan. Aku tidak bisa lagi menahan diri.

“Semua orang sayang kamu, Laura. Ghea di sini juga nungguin kamu. Plis, plis jangan pergi kayak Ulfi dan Kama. Cukup Ulfi dan Kama, Ra. Kamu jangan ... siapa... siapa yang akan nemenin aku dan Ghea nanti? Rei...”

Aku gelagapan. Lantas dengan satu tangan yang bebas berusaha mencari-carinya di tasku. Benda itu. Surat itu. Aku menemukannya sesaat kemudian, lusuh, penuh perekat, setengah basah terkena hujan. Sebagian tulisannya telah luntur. Tetapi ... aku masih ingat isinya. Aku hafal isinya di luar kepala.

“Ini dari Rei...,” kataku dalam isakan yang coba kureda. Aku menghapus airmataku dengan kasar, dengan lengan yang sama basahnya. Hanya coba menghambat agar tidak lebih banyak airmata mengalir. Agar suaraku tidak terus-terusan terhambat isakan. Dan itu cukup berhasil.

Aku menarik napas panjang demi menenangkan diri. Sementara di tanganku yang gemetar, surat itu telah kugelar. Surat yang kurobek di malam ulang tahun kami. Surat yang kemudian kurekatkan kembali dengan hati-hati di malam yang sama. Surat itu ... lebih tepat jika aku menyebutnya sebuah puisi.

Dan tebak siapa yang mengajari Nawala membuat puisi?

“Jambu, sibuk?” tanyanya waktu itu. Hanya dua minggu sebelum ulang tahun kami.

“Kenapa? Mau ganggu?” jawabku, dengan nada ketus yang dibercandakan. Nawala tahu itu, bahwa aku hanya senang memasang wajah dan nada jutek itu. Katanya, kalau tidak ketus, bukan Nana namanya.

“Iya,” sahutnya enteng. “Kamu suka bikin puisi kan?”

Aku yang amat keheranan mendengar pertanyaannya itu, bertanya balik alasannya. Hanya untuk mendapatkan jawaban yang lebih membuatku tercengang lagi.

“Ajarin bikin puisi.”

“Buat apa? Kamu nggak mendadak panas, kan?”

Cowok itu tertawa. Aku bahkan masih dapat mengingat tawa renyahnya. Tawa yang dulu kusukai setengah mati.

“Ada, deh. Nanti kamu juga tahu.”

Dia benar. Aku sekarang sudah tahu. Puisi ini untuk Laura. Dan sebanyak apapun aku membencinya, Laura berhak tahu. Laura berhak mendengarnya.

Karena itu, dengan suara setenang yang kubisa, aku mulai membacakannya.

...

Kamu tahu apa yang lebih indah dari setangkai mawar?

Seikat bunga kupu-kupu, terselimut embun, mengintip malu pada pagi.

Kamu tahu apa yang lebih indah dari pagi?

Embun pagi yang bias, tersiram cahaya hangat matahari.

Kamu tahu apa yang lebih indah dari keduanya?

Dari seluruh dunia dan isinya?

Dari galaksi dan seluruh jagad raya?

Kamu. Senyummu. Caramu bercerita. Caramu memandang dunia.

.

Kamu tahu apa yag lebih berantakan dari puisi ini?

Aku. Saat memikirkan kamu.

Yang lebih parah dari itu?

Jantungku. Semua sistemku ketika memandangimu.

Ini semua salahmu. Semua tentangmu.

Kamu. Sinar matamu. Caramu bicara. Segala yang ada dalam dirimu.

.

Selamat ulang tahun. Tetaplah jadi matahari. Dan aku akan jadi bunga kupu-kupu, yang memandangimu dari kejauhan.

...

Usai menyelesaikan puisi itu, aku merasakan perasaan yang tidak kurasakan sebelumnya. Yang tertutup cemburu pada awalnya. Yaitu keindahan. Aku suka bagaimana Nawala tidak menggambarkan kecantikan fisik Laura yang kerap membuat cowok manapun mengejarnya. Aku suka Nawala yang mencoba mengenal Laura dengan semua apa yang ia punya. Aku suka ... caranya menatap dengan cara berbeda.

Setidaknya aku tahu, ada seseorang yang mengagumi saudariku setulus itu. Menyukainya tidak untuk luarnya saja.

“Kamu denger?” tanyaku, menghapus air mata. “Kamu ... seberharga itu, Ra. Sesayang itu Rei sama kamu.”

Air mata kembali jatuh di wajahku. Namun kali ini aku tidak menghapusnya. Itu bukan lagi air mata yang sama yang kutumpahkan di malam sebelum Sebelas Desember. Itu adalah air mata kelegaan, kerelaan, dan permohonan.

Aku mengeratkan tautanku di tangan Laura, membawa hangat tangan itu ke pipi.

“Jadi kumohon bangunlah... Demi Mama, Papa, Ghea, demi Rei ... dan demi aku, Ra. Demi aku yang sudah bersama kamu sejak hari pertama kita di rahim Mama. Demi aku yang selalu hidup berdua dan tidak akan sanggup melanjutkannya sendirian saja. Kumohon...”

Kemudian, bunyi pada monitor perekam detak jantung mulai berubah. Aku menoleh, memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa yang kudengar tidaklah salah. Dan memang tidak salah. Degup jantung Laura ... sedikit demi sedikit beranjak lebih cepat.

Aku tidak tahu artinya. Dan aku panik setengah mati. Tetapi, telapak tangan hangat di genggamanku seakan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bahwa Laura akan baik-baik saja.

Lalu, aku merasakan jemarinya bergerak.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta Butuh Jera
2024      1162     1     
Romance
Jika kau mencintai seseorang, pastikan tidak ada orang lain yang mencintainya selain dirimu. Karena bisa saja itu membuat malapetaka bagi hidupmu. Hal tersebut yang dialami oleh Anissa dan Galih. Undangan sudah tersebar, WO sudah di booking, namun seketika berubah menjadi situasi tak terkendali. Anissa terpaksa menghapus cita-citanya menjadi pengantin dan menghilang dari kehidupan Galih. Sementa...
Finding the Star
1667      1153     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
GEANDRA
554      424     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
Bifurkasi Rasa
155      132     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Interaksi
552      378     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Luka atau bahagia?
5205      1479     4     
Romance
trauma itu sangatlah melekat di diriku, ku pikir setelah rumah pertama itu hancur dia akan menjadi rumah keduaku untuk kembali merangkai serpihan kaca yang sejak kecil sudah bertaburan,nyatanya semua hanyalah haluan mimpi yang di mana aku akan terbangun,dan mendapati tidak ada kesembuhan sama sekali. dia bukan kehancuran pertama ku,tapi dia adalah kelanjutan dari kisah kehancuran dan trauma yang...
Only One
1380      876     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Harapan Gadis Lavender
3518      1414     6     
Romance
Lita Bora Winfield, gadis cantik dan ceria, penyuka aroma lavender jatuh cinta pada pandangan pertama ke Reno Mahameru, seorang pemuda berwibawa dan memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Lita mencoba mengungkapkan perasaannya pada Reno, namun dia dihantui oleh rasa takut ditolak. Rasa takut itu membuat Lita terus-menerus menunda untuk mengungkapkan perasaa...
Last October
1926      771     2     
Romance
Kalau ada satu yang bisa mengobati rasa sakit hatiku, aku ingin kamu jadi satu-satunya. Aku akan menunggumu. Meski harus 1000 tahun sekali pun. -Akhira Meisa, 2010. :: Terbit setiap Senin ::
V'Stars'
1535      705     2     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...