Loading...
Logo TinLit
Read Story - Janji-Janji Masa Depan
MENU
About Us  

Semburat sinar remang-remang menerobos dinding rumahku yang masih terbuat dari anyaman bambu.

Mataku mengerjap-erjap menatap langit-langit kamar yang bersih tak ada satu pun sarang laba-laba. Hari baru, usaha baru, rezeki baru.

Sudah seminggu aku tidak bertemu Zahwa, harusnya lumrah saja jika kejadian di jembatan itu tidak terjadi. Aku merasa dia seperti menjauh, entah benar atau hanya perasaanku saja.

Kutunggu ia di rumah, tapi tidak datang. Setiap hari aku pura-pura membeli barang-barang di tokonya yang sebenarnya tidak terlalu aku butuhkan, hanya agar bisa bertemu, tapi ia tidak ada.

“Bu, Zahwa sekarang tidak pernah kemari ya?” Masakan Ibu kali ini spesial, sup jamur kesukaanku. Kemarin Ibu menemukan jamur tiram ini di kebun dekat mata air.

“Ada apa, Nang? Bukankah kamu yang tiap hari ibu lihat datang ke tokonya, harusnya kamu yang lebih tahu.”

Aku hampir tersedak, diam-diam Ibu tahu kebiasaan anehku. “Nadif tidak bertemu dengannya, Bu.”

Ibu menyendok sambal bawang dan menaruhnya di piring yang tengah aku pegang.

“Atau Zahwa sedang pergi? Ibu dikabari atau tidak? Atau Zahwa sedang ikut Pak Akbar ke luar kota?”

Ibu menggeleng, “Ibu tidak tahu, Nang. Hal yang seperti itu harusnya kau tanyakan sendiri padanya, bukan pada ibu atau orang lain, bukan juga pada diri sendiri. Satu-satunya orang yang tahu jawaban pastinya adalah orang itu sendiri.”

Aku diam lagi sambil mengunyah makanan dan sibuk dengan isi kepala.

“Jangan mengira yang tidak-tidak,” kata Ibu, “kalian sedang bertengkar?”

Aku diam sejenak, “Tidak tahu, Bu.”

Sarapanku sudah selesai, kugendong sling bag hitam andalanku dan mencium tangan Ibu, siap-siap berangkat ke toko.

“Nadif berangkat kerja dulu, Bu. Assalamualaikum.”

Di ambang pintu, Ibu membalas salam dan berkata. “Nang, jika kau menyukai seseorang kau harus mendoakan kebaikan baginya.”

Aku mengangguk, sejak Ayah masih ada, Ibu selalu mengatakan hal itu padaku.

Sebelum sampai di persimpangan, kuulangi lagi kebiasaan baruku yang sudah aku lakukan selama seminggu ini, yaitu membeli barang tidak penting ke toko Bu Widi dengan harapan bisa melihat Zahwa.

Pagi ini barang yang kupilih untuk dibeli adalah korek bensol.

Sempat terpikir ingin membeli solasi bening saja yang lebih murah, tapi benda itu sudah kubeli di hari ketiga atau tepatnya empat hari yang lalu.

Mungkin jika barang-barang remah seperti ini sudah semua aku beli, bisa jadi beras seperempat kilo atau minyak goreng kemasan kecil akan ikut dalam usaha terselubungku ini.

Entah akan sampai hari ke berapa.

Sepanjang jalan aku merenung, kerjaku di toko tidak maksimal. Aku lima kali dimarahi pelanggan dan baru saja sehari yang lalu aku berkelahi dengan Jupri.

Tidak hantam-hantaman, melainkan hanya adu mulut. Hal itu malah lebih berbahaya karena yang terluka bukanlah fisik tapi langsung ke hati. Lisan adalah benda tajam bagi perasaan.

Apa mungkin hal ini ada hubungannya dengan Zahwa? Apa mungkin suasana hatiku yang kurang baik ini berpengaruh sampai ke kehidupan nyataku?

Jika iya, mengapa aku jadi tidak profesional sekali.

Di tengah jalan aku bertemu dengan Dilan, kakak Zahwa satu-satunya. “Dip, mau sekalian bareng tidak? Aku mau ke Koperasi.” Ia mengendarai motor matic yang biasa dibawa Zahwa.

“Boleh, Bang.”

“Tumben, jalan kaki. Biasanya sama Laila, atau sama Nurdin.”

“Sedang ingin jalan, Bang. Sambil olah raga.” Aku tertawa kecil. Aku ingin bertanya tentang Zahwa tapi untuk menyebut namanya secara terus terang rasanya tenggorokanku tidak sanggup. “Kemarin keluarga pergi ke mana, Bang?”

“Kemarin, tidak pergi-pergi, Dip.”

“Maksudnya seminggu yang lalu.”

Lawan bicaraku diam sebentar terlihat sedang mengingat-ingat. “Oh itu, kami ke kota kabupaten, Dip. Mengantar Ayah berobat.”

“Satu keluarga?”

“Iya, darah tinggi Ayah tiba-tiba kumat. Aku yang menyetir, Ibu dan Zahwa menjaga Ayah di belakang.”

Satu pertanyaanku telah terjawab.

Kuucapkan terima kasih dan Dilan meneruskan laju kendaraannya sampai ke Koperasi.

Di toko, Jupri masih mendiamkanku gara-gara aku menghilangkan desain undangan pernikahan milik pelanggan yang harus dicetak hari itu juga.

Sudah kubilang aku tidak sengaja dan meminta maaf, tapi malah Jupri mengungkit-ungkit kinerjaku yang payah selama seminggu ini.

Aku yang tidak terima, dengan pikiran dan fisik yang lelah, meledak-ledak karenanya. Rasa saling maklum yang kurang antar pegawai tak jarang jadi sumbu perpecahan di dalam pekerjaan, seharusnya hal seperti itu wajar.

Tapi kesadaran untuk saling mewajarkan belum menelusup masuk ke otak dan hati kami berdua yang masih bebal.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • mesainin

    I wish I can meet Nadif & Pak Bah in real life :'

    Comment on chapter Epilog
  • cimol

    ayoo !!!

    Comment on chapter Prolog
  • wfaaa_

    next chapter!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
HURT ANGEL
181      141     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
Titip Salam
4400      1695     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...
Ibu
559      336     5     
Inspirational
Aku tau ibu menyayangiku, tapi aku yakin Ayahku jauh lebih menyayangiku. tapi, sejak Ayah meninggal, aku merasa dia tak lagi menyayangiku. dia selalu memarahiku. Ya bukan memarahi sih, lebih tepatnya 'terlalu sering menasihati' sampai2 ingin tuli saja rasanya. yaa walaupun tidak menyakiti secara fisik, tapi tetap saja itu membuatku jengkel padanya. Dan perlahan mendatangkan kebencian dalam dirik...
Dialog Tanpa Kata
18928      5198     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
6461      2199     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Langkah yang Tak Diizinkan
343      286     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Peri Untuk Ale
6260      2585     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
445      349     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
complicated revenge
23208      3776     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Only One
2182      1310     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...