Udara lembap mengguyur tubuhnya dengan kehampaan. Suara tetesan air bocor dari pipa menjelma denting piano yang mengerikan. Bebauan asam dari gas membuncah bersama bau tembaga dan perengus busuk. Di dalam ruangan penuh bau dan suara rintih itu, seorang anak lelaki sedang meringkuk.
Darren, bocah kecil yang tubuhnya penuh luka dan lebam. Yang sampai di tempat ini karena mencoba kabur dari cambukan ayahnya. Ia kedinginan dan ketakutan. Merindukan ibunya di rumah. Seraya mengharap kebinasaan ayah yang membuatnya ada di situasi ini. Andai ayah tak menyiksanya dengan pecut rotan sepanjang dua meter, ia tidak akan melarikan diri dari rumah. Ia tak akan berakhir menjadi tawanan bersama belasan anak korban penculikan.
Setetes air turun dari langit-langit. Jatuh di atas genangan air tepat di depan matanya. Membentuk gelombang seperti rasio. Ia terpaku menatapnya. Terhipnotis. Sekejap mata anak kecil itu terbang melintasi ruang dan waktu.
Api mulai membakar. Aroma cengis menggantikan anyir dari daging busuk di ruang sebelah. Darren melihat api yang menyala-nyala, seakan ingin melahapnya dengan brutal. Tapi ia sudah tidak ada di ruangan lembap itu. Ia ada di tengah kobaran api yang menggila. Bersama sebuah benda yang entah bagaimana ada di genggamannya. Sebuah kalung emas dengan liontin hati.
Darren melihat baik-baik liontin itu. Melihat pantulan wajahnya. Melihat api yang hendak membakar tubuhnya. Pandangannya jatuh melihat kakinya yang menginjak genangan darah. Ia kembali melihat bayang-bayang tubuhnya di atas darah yang menggenangi lantai. Ia terhipnotis. Jiwanya membawa raga itu melintasi ruang dan waktu. Kini tak ada lagi api yang menyala seperti hendak menyeretnya ke neraka. Yang dilihatnya kini adalah bak mandi yang penuh percikan darah. Dan ibunya yang tewas dengan kedua mata membelalak menatapnya. Memandangi Darren yang masih bergeming menggenggam liontin itu.
“Ibu....”
Bocah kecil itu masih menatap mata ibunya. Berharap mata itu ‘kan berkedip. Kenyataannya tidak. Ibunya telah pergi dengan leher teriris. Sementara Darren yang kini tak kuasa menatap mata sang ibu, menjatuhkan pandang. Ia hanya sanggup mencecap liontin hati di genggamannya. Dan foto seorang gadis kecil yang senyumnya secerah foto ibu dalam album pernikahan. Gadis kecil dengan sinar mata yang amat terang. Yang mulai menampakkan diri dalam wujud yang paling maya. Wanita itu kembali muncul dalam rangkaian ilusi yang saat ini berlabuh di bawah sadar Darren. Wanita yang menangis dan memanggilnya dengan nama ‘Ian’. Wanita yang berhasil membuat Darren kelimpungan dan berusaha setengah mati tuk menghindar. Wajah wanita itu semakin nyata. Menguasai alam bawah sadar Darren. Menguasai seluruh mimpinya.
Kejadian demi kejadian yang membentuk garis mutlak di alam bawah sadar Darren berganti dengan wajah wanita itu. Membentang menjadi lukisan masif dalam kepingan mimpi yang panjang. Darren kembali memimpikannya bersama rangkaian memori kanak-kanak. Wanita itu tidak mau melepasnya. Atau jangan-jangan, Darren yang tak ingin melepas?
Dering alarm menyeret lelaki itu keluar dari mimpi panjangnya. Segera ia mematikan alarm digital di samping ranjang tidur. Tak peduli mimpi apa yang mengintari seisi kepalanya sepanjang malam, saat terbangun segalanya kembali ke titik awal. Harinya dimulai seperti biasa, seakan tak pernah terjadi apa-apa. Ia beranjak bangkit menuju kamar mandi untuk membilas wajah. Lanjut menuju dapur untuk meramu sandwich dan secangkir kopi hangat.
Ting-tong!
Bel rumah berbunyi ketika Darren sedang menunggu espresso menetes-netes memenuhi cangkir. Ia pun berjalan meninggalkan dapur. Menuju pintu rumah minimalis dua lantai yang baru ia tempati sepuluh hari. Ia membukakan pintu untuk seseorang yang menekan bel rumahnya tepat pukul tujuh pagi.
Begitu pintu terbuka, seorang wanita berdiri di depan pintu rumah Darren dengan buket bunga gerbera merah dan kuning. Wanita cantik dengan matanya yang cerah dan senyumnya yang manis.
Benar. Wanita itu, yang baru saja menampakkan diri dalam mimpi malam Darren, muncul lagi di depan matanya. Sebagai wujud paling nyata dari semua lukisan alam bawah sadar yang semalam ia bentuk. Wanita itu terbengong menatap Darren dengan pupil melebar. Sementara Darren hanya bisa bergeming.
Mustahil.
*