Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bumi yang Dihujani Rindu
MENU
About Us  

“Aku kira dia adalah tempat berlabuhnya hatiku. Tempat kebahagiaanku bermula dan akan mengakhirinya bersama-sama hingga renta dan tutup usia. Rupanya, ini menjadi mimpi burukku. Mimpi yang tak bisa membuatku terbangun. Terjebak selama-lamanya dalam perihnya perasaan.”

Aku baru saja menutup telepon dari Emak. Tiba-tiba terdengar suara lelaki yang duduk tepat di sebelahku. Aku masih menundukkan kepala. Kubiarkan handphone-ku tergeletak di atas sofa.

“Mungkin salah seorang tamu yang sedang menelepon kekasihnya,” batinku.

Aku tak mempedulikan siapa orang yang ada di sebelahku. Aku juga tak peduli saat dia terus mengungkapkan isi hatinya. Entah, dengan siapa ia bicara, aku sungguh tak peduli. Aku hanya fokus pada diriku. Pada ucapan Emak yang baru saja kudengar. Pada hatiku yang tengah hancur berantakan.

“Jujur aku tak suka saat tahu bahwa bukan tanganku yang akan menggenggam tangannya. Bukan aku yang menjadi tempat ternyaman untuknya,” lelaki itu melanjutkan ucapannya.

Aku tak mau membantah Emak dengan berbagai alasan. Aku hanya berusaha patuh dan taat dengan segala ucapan yang tentunya baik dan tidak bertentangan dengan syariat. Aku tahu perkataan Emak memang bukan sebuah penolakan. Bukan pula sebagai bentuk ketidaksukaan terhadap suatu suku dan adat tertentu. Aku yakin Emak memiliki alasan yang kuat sehingga mengeluarkan kata-kata itu.

Aku terus memikirkan ucapan Emak. Aku berusaha tenang. Beberapa kali ada pesan WhatsApp masuk dari Felix yang menanyakan keberadaanku. Sepertinya aku sudah terlalu lama meninggalkan acara dan harus kembali ke ruang pesta. Aku tepiskan sedikit air yang membasah di ujung mata.

“Aku kalah darimu, Fyan.”

Seketika aku melihat ke sosok pria yang sejak tadi duduk di sebelahku. Aku tersedak. Lelaki berpostur tinggi dan berkulit putih itu menatapku dengan tatapan dingin.

“Selamat …,” ucap lelaki berbadan tegap itu sambil mengulurkan tangannya.

Aku mematung sejenak. Aku masih tak percaya. Ternyata lelaki yang kukira tengah meluapkan perasaan dengan kekasihnya di telepon itu sedang mengajakku berbicara. Rupanya lelaki yang sejak tadi duduk di sebelahku adalah keponakan Om Thimoty. Sepupu sekaligus mantan calon tunangan Kiara.

“Semoga kalian hidup bahagia,” ucap Hezron sekali lagi.

Aku bergeming sesaat. Hezron mengangkat alisnya. Tangannya masih terulur kepadaku. Ragu, akhirnya aku menjabat tangannya.

“Aku harus bahagia melihat Kiara bahagia, meski bukan denganku.”

Ucapan Hezron terdengar rapuh. Ia mengira hanya dirinya yang tengah hancur. Padahal saat ini ada dua laki-laki yang sedang hancur perasaannya. Dua lelaki yang saling berhadapan yang hatinya tercabik-cabik. Impiannya dalam membangun cinta runtuh karena orang yang sama, meski dengan sebab berbeda. Hezron karena berbeda aqidah. Sementara aku terhalang restu dari Emak.

“Aku pamit,” ucap Hezron seraya melepaskan tangannya.

“Ke mana?”

“Ke suatu tempat di mana aku bisa menyepi hanya dengan Tuhanku.”

Pertemuan Hezron kali ini sangat jauh berbeda. Ia tak berapi-api seperti dua setengah bulan lalu di rumah Paman Gamaliel. Saat itu amukannya membuat shock hampir seisi rumah. Hezron tak terima saat pertunangannya dengan Kiara harus batal. Pertunangan itu tak mungkin dilanjutkan. Rencana pernikahan pun dibatalkan. Hezron, seorang pria Kristen Orthodox, haram hukumnya menikahi Kiara, yang telah menjadi seorang muslimah. Begitu pun sebaliknya.

“Aku minta maaf, jika aku menjadi salah satu peyebab pertunanganmu dengan Kiara ….”

“Ah, sudahlah,” Hezron memutus perkataan yang belum sempurna kuucapkan, “jangan ungkit hal itu. Aku malu jika mengingatnya lagi.”

Hezron tertawa dingin. Lalu, ia berjalan pergi meninggalkanku. Tidak bergabung ke pesta. Katanya mendengar ucapan Om Thimoty saat menceritakan tentang lamaranku pada Kiara saja sudah membuat hatinya terluka. Apalagi harus bertatap mata dengan Kiara? Hanya akan menambah perih dan kecewa.

***

Aku lelaki

Yang telah diam-diam mencintai

hujan tadi malam

Rintiknya membuat gigil kedinginan

 

Aku lelaki

Yang telah diam-diam mencintai

embun tadi malam

Hanya sesaat lalu menghilang di telan siang

 

Malam makin larut. Fritz sudah kembali ke apartemennya. Sementara Felix tengah bersiap-siap tidur sambil melakukan kebiasaannya, membaca buku hingga terlelap. Akhirnya mereka pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Terjawab sudah mengapa aku begitu gelisah belakangan ini. Restu Emak tidak kudapati. Itulah penyebabnya hingga beberapa malam terakhirku penuh insomnia.

“Jadi ada Hezron di pesta Kiara kemarin? Aku tidak melihatnya.”

“Dia urung masuk ke ruang acara. Dia sempat mendengar ucapan Om Thimoty saat menceritakan tentang lamaranku secara terbuka kepada semua tamu,” ucapku sambil berjalan menuju jendela.

“Nggak bisa tidur lagi, Fyan?”

Aku melihat ke arah Felix, lalu tersenyum. Kulihat, ke arah dinding, jarum jam telah melewati sepuluh menit dari tengah malam. Lalu aku memandang jauh ke langit malam.

“Senin nanti apa yang harus kau katakan pada Paman Daud?”

Pertanyaa Felix juga selalu terngiang dalam pikiranku.

“Entahlah.”

“Bukankah cinta butuh perjuangan, Fyan?”

Aku berbalik ke arah Felix.

“Apa kau sudah merasa berusaha maksimal memperjuangkannya?” ucap Felix sambil menegakkan badan di atas tempat tidurnya, “Aku rasa kau belum melakukannya.”

Aku berjalan menuju tempat tidur, lalu duduk di tepinya. Aku menatap Felix seolah ingin menyimak kata yang akan diucapkannya. Mungkin itu bisa membantuku. Meringankan permasalahan yang sedang kuhadapi.

“Apa?” heran Felix saat aku menatapnya.

“Teruskan ucapanmu.”

“Ucapan yang mana?” Felix makin terlihat bingung.

“Apa yang harus kulakukan, Fel?”

“Haaah …,” Felix mengembuskan napasnya, “Untuk hal seperti itu, mesti aku yang memikirkannya?”

“Aku sedang tidak bisa berpikir, Fel.”

“Sofyan … Sofyan … kau mesti banyak-banyak beristigfar.”

Sontak aku kaget. Hatiku tersentil dengan ucapan Felix barusan. Seorang Katolik telah mengingatkanku akan Tuhan. Aku lupa bahwa aku punya Allah, tempat melepaskan lelah dan resah. Bukan mengandalkan caraku semata.

“Astagfirullah …,” lirihku.

“Kau baru kali ini jatuh cinta?”

Aku mengangguk.

“Pantas saja kau seperti orang gila. Cinta telah mendangkalkan pikiranmu, Fyan.”

Dengan lirih, kulafazkan permohonan ampun.

“Aku rasa, salat saja tak cukup tanpa diiringi ikhtiar.”

Aku makin tercenung mendengar nasehat Felix.

“Jadi kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan?”

Aku mengangguk.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Zona Elegi
563      369     0     
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang. Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...
Potongan kertas
961      496     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
7097      2099     1     
Inspirational
Ada begitu banyak hal yang seharusnya tidak terjadi kalau saja Nana tidak membuka kotak pandora sialan itu. Mungkin dia akan terus hidup bahagia berdua saja dengan Bundanya tercinta. Mungkin dia akan bekerja di toko roti impian bersama chef pastri idolanya. Dan mungkin, dia akan berakhir di pelaminan dengan pujaan yang diam-diam dia kagumi? Semua hanya mungkin! Masalahnya, semua sudah terlamba...
Bee And Friends
3271      1239     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
Unexpected You
523      369     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...
Hello, Kapten!
1562      764     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
Negeri Tanpa Ayah
16485      2558     1     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
KEPINGAN KATA
550      348     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Kau Tutup Mataku, Kuketuk Pintu Hatimu
5830      1911     0     
Romance
Selama delapan tahun Yashinta Sadina mengidolakan Danendra Pramudya. Laki-laki yang mampu membuat Yashinta lupa pada segudah masalah hidupnya. Sosok yang ia sukai sejak debut sebagai atlet di usia muda dan beralih menekuni dunia tarik suara sejak beberapa bulan belakangan. "Ayah sama Ibu tenang saja, Yas akan bawa dia jadi menantu di rumah ini," ucap Yashinta sambil menunjuk layar televisi ke...
Metamorf
157      130     0     
Romance
Menjadi anak tunggal dari seorang chef terkenal, tidak lantas membuat Indra hidup bahagia. Hal tersebut justru membuat orang-orang membandingkan kemampuannya dengan sang ayah. Apalagi dengan adanya seorang sepupu yang kemampuan memasaknya di atas Indra, pemuda berusia 18 tahun itu dituntut harus sempurna. Pada kesempatan terakhir sebelum lulus sekolah, Indra dan kelompoknya mengikuti lomba mas...