Loading...
Logo TinLit
Read Story - Highschool Romance
MENU
About Us  

Hari semakin petang, langit sore yang semula didominasi oleh biru cerah, perlahan berganti menjadi jingga, begitu pula dengan hawa panas yang berangsur-angsur jadi lebih sejuk. 

Satu-persatu lampu di gedung sekolah mulai menyala dan bel akhir, pertanda harus sudah berakhir semua kegiatan di sekolah pun telah berbunyi. Murid-murid yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diharuskan meninggalkan sekolah, setelah mendengar bel ini berbunyi.

Lapangan sekolah mulai tampak sepi, menyisakan beberapa yang masih berkemas atau mungkin masih ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama di sekolah.

Kalau saja Ileana tidak ditarik oleh kedua pawangnya, mungkin dia sudah menghabiskan waktu lebih banyak untuk sekedar modus atau memanfaatkan hak istimewa sebagai anak ekskul jurnalistik untuk mengambil lebih banyak foto-foto Rafan.

Sambil berjalan menuju ke parkiran sepeda, Ileana sesekali mengintip hasil foto yang ia dapatkan tadi.

“Ya ampun, minum air saja tampan sekali! Kenapa kamu begitu istimewa?” bisik Ileana sambil tersipu malu.

Sekilas kedua sahabatnya mendengar apa yang Ileana ucapkan, tetapi mereka memilih untuk menanyakan hal itu nanti.

Sesampainya di parkiran sepeda, Kaivan dan Naufal segera mengambil sepeda mereka yang bersebelahan. Setelah mengeluarkan sepeda, Ileana menuju ke arah Kaivan, tanpa banyak basa-basi, ia langsung duduk di bangku belakang, sementara Naufal mengendarai sepeda sendiri.

Dikarenakan rumah yang searah, mereka lebih memilih untuk menaiki sepeda, agar tidak terlalu merepotkan. Membawa 2 sepeda dan membonceng Ileana yang terkadang lebih mudah, disbanding anak itu membawa sepedanya sendiri.

Mereka pun beranjak meninggalkan kawasan sekolah. Suara mobil dan motor melengkapi canda tawa yang dilontarkan oleh ketiga remaja itu sepanjang perjalanan pulang.

Masih penasaran dengan apa bisikkan ileana menuju tempat parkir sepeda tadi, Kaivan pun bertanya, “Tadi kamu lihatin siapa sih?”

Ileana yang awalnya masih tertawa dengan guyonan Naufal seketika terbatuk-batuk. “Maksudmu?” balas Ileana bertanya.

“Iya, kamu liatin siapa? Tadi sepanjang jalan menuju ke parkiran sepeda, kamu tuh ketawa-ketawa gak jelas gitu tahu,” ujar Kaivan.

“Nggak! Bukan siapa-siapa!” sanggah Ileana. 

“Ah, masa? Kok aku gak percaya, ya?” selidik Naufal sambil mendekatkan sepedanya ke Sepeda Rafan.

“Woi, Naufal! Hati-hati, nanti sepeda kita nabrak!” seru Kaivan sambil menjauhkan diri dari sepeda Naufal.

“Jelas-jelas nama pengirimnya ada kok di surat itu. Buat Rafan kan?” goda Naufal.

Ileana yang awalnya ingin menyanggah langsung menelan ludah sendiri. Dia tidak bisa mengelak lebih jauh, bila Naufal sudah membocorkan rahasianya.

Kaivan sontak tertawa kencang, “Tuh, kan, bener! Aku awalnya udah mikir pasti Rafan nih.”

Gadis yang semula duduk terdiam langsung mencengkram erat kedua bahu Kaivan dan mendapat teguran dari sang pengemudi karena ketidak seimbangan sepedanya dapat membuat mereka berdua jatuh. 

“Kalau Naufal yang tahu, aku sih gak kaget. Tapi gimana caranya kamu tahu, Kaivan!?” pekik Ileana, masih sambil mencengkram bahu Kaivan.

“Tahu lah, kalau aku gak tahu nanti jadinya tempe,” canda laki-laki berambut hitam itu sambil tertawa jahil.

“Nggak, deh. Aku tahu soalnya tadi pagi, kamu tuh saltingnya sambil lihat ke arah depan. Seperti sedang melihat ke arah seseorang gitu. Awalnya kupikir anak kelas sebelah, eh malah tahu-tahunya benar aja si Rafan.”

Sebal karena tidak bisa mengelak dari mereka yang kini terus terus menggoda, pada akhirnya Ileana hanya bisa cemberut. Cepat atau lambat, kedua sahabat Ileana pasti akan tahu siapa yang ia sukai. Walau begitu, ia tidak menyangka kalua hal itu akan secepat ini. Bahkan dengan skenario paling bodoh pula.

Kaivan mencoba menenangkan Ileana, menceritakan sepertinya sang pujaan hati tidak sadar kepada siapa surat itu ditujukan.

Yang paling aneh dari percakapan itu hanya ketika Naufal menimpali bahwa Rafan adalah orang yang seru diajak bertanding nilai dengannya.

Hanya mendengar itu suja sudah berhasil membuat Ileana mengembuskan napas lelah.

“Tapi aku masih penasaran. Sejak kapan kamu suka sama dia, Ileana?” tanya Naufal.

Gadis itu mencoba untuk mengingat setiap adegan yang dia hitung selama menyukai Rafan.

Berawal dari Ileana yang masuk ke satu sekolah dengan kedua sahabat.

Di hari pendaftaran yang terasa biasa saja ini, di sekolah SMA Grand Stellar yang terlihat cukup oke, dengan fasilitas lebih bagus daripada SMP Ileana. Sebenarnya tidak ada hal yang begitu menarik. Mungkin satu-satunya yang bikin Ileana bersemangat hanyalah ekskul Jurnalistik.

Sudah sejak lama gadis berambut hazelnut ini mendalami dunia fotografi. Sayangnya ekskul jurnalistik di SMP dibubarkan ketika Ileana menginjak tahun kedua.

Maka dari itu membayangkan betapa menyenangkannya dapat bertemu lagi dengan kegiatan favorit Ileana, gadis itu menjerit bahagia sambil merentangkan kedua tangan. Kebahagiaan yang meluap ini membuat tangan kiri sang gadis mengenai bahu seseorang yang sedang duduk di samping Ileana. Merasa tidak enak, ia langsung meminta maaf kepada laki-laki itu.

Laki-laki yang duduk di samping Ileana tersenyum manis, memperlihatkan deretan gigi putihnya sambil menjawab kalau dia tidak apa-apa. Esensi dari laki-laki itu membuat Ileana kesilauan. Sangat berkilauan. Rasanya seperti melihat pangeran yang datang dari negeri seberang, sangat bercahaya. Kalau Ileana dapat memotret Rafan di hari itu, pasti yang ditangkap kamera itu hanya cahaya tanpa ada Rafan di dalamnya.

Selain muka Rafan yang sangat tampan, dia juga karismatik. Terlihat bagaimana dia menjawab setiap pertanyaan wawancara dengan mudah dan tutur bahasa yang sopan. Bahkan guru-guru saja sampai terpesona melihat Rafan.

Sekarang gadis itu sangat bersyukur bisa selalu sekelas dengan Rafan, dirinya selalu mengagumi Rafan. Bahkan tanpa dia sadari rasa kagum itu berubah menjadi suka yang tidak dapat Ileana bendung. Mungkin kalau dia dapat menyatakan cinta, pasti Ileana mendapatkan penghargaan perjalanan cinta paling lebay.

Kaivan dan Naufal yang mendengar setiap detail cerita Ileana hanya mengangguk-angguk.

“Tidak salah. Kamu bisa masuk ke kategori percintaan terlebay,” aku Naufal setuju.

Kaivan kembali tertawa, “Apalagi surat cintanya sudah dibaca duluan sama si sepupu. Jujur aja, ini kelewat drama!”

Sang gadis kesal mendengar kedua tanggapan sahabatnya, tanpa basa-basi dia langsung menjitak Kaivan yang masih asyik menyetir sepeda.

“Padahal aku sudah menyiapkan waktunya. Sampai tiap detail di hari aku menyatakan perasaan, sudah dirancang dengan baik, tapi gara-gara ini sialan ini, semua berantakan!” protes Ileana.

“Ya itu sih deritamu!” sahut Kaivan dan Naufal kompak. 

 

***

 

Malam pun tiba, sebelum dirinya tertidur lelap Ileana langsung membuka semua akun media sosial milik Rafan. Memastikan kalau tidak ada satupun dari kejadian hari ini disinggung olehnya. Sambil sesekali mengutuk kejahilan Naufal, Ileana masih lanjut memastikan setiap sudut akun Rafan mulai dari story Whatsapp, story Instagram, sampai ke twitter masih gadis itu lihat. 

Melihat tidak ada satupun hal diungkit oleh pujaan hatinya, Ileana langsung mengembuskan napas lega. Bersyukur, artinya tragedi di pelajaran Bahasa Indonesia hanya dianggap angin lalu oleh Rafan. 

Gadis itu belum siap. Ia takut kalau tiba-tiba Rafan mengetahui perasaannya, lalu ia ditolak secara mentah-mentah. Akan sangat memalukan. Tanpa pikir dua kali, Ileana dengan senang hati akan langsung menggali kuburannya sendiri lalu bersembunyi di sana.

Sambil memperbaiki posisi tidurnya, Ileana kembali mengingat setiap detik yang gadis itu habiskan ketika pertama kali melihat Rafan. Hanya memandang dari jauh, penuh kagum. Mulanya perasaan hangat memenuhi dada seketika berubah jadi kumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sekitaran perut Ileana. Rasanya menggelitik tapi sangat bahagia. 

Kehadirannya benar-benar dianggap sempurna. Gestur, lekuk badan, tata bahasa, bahkan pancaran auranya benar-benar membuat dunia Ileana teralihkan sementara.

Mungkin kata yang tepat untuk mendeskripsikan setiap waktu yang gadis itu habiskan di dekat Rafan adalah Golden Hour. Warna yang sangat memanjakan mata dengan kualitas yang paling sempurna, berada pada temperature warna yang hangat. Itulah yang Ileana rasakan untuk sang pujaan hatinya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
BOOK OF POEM
2327      770     2     
Romance
Puisi- puisi ini dibuat langsung oleh penulis, ada beragam rasa didalamnya. Semoga apa yang tertuliskan nanti bisa tersampaikan. semoga yang membaca nanti bisa merasakan emosinya, semoga kata- kata yang ada berubah menjadi ilustrasi suara. yang berkenan untuk membantu menjadi voice over / dubber bisa DM on instagram @distorsi.kata dilarang untuk melakukan segala jenis plagiarism.
Sacred Sins
1573      685     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Sosok Ayah
921      511     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Archery Lovers
5089      2106     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
DI ANTARA DOEA HATI
1367      687     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Te Amo
462      316     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2328      734     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Menuntut Rasa
497      377     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
Asoy Geboy
6328      1741     2     
Inspirational
Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papanya di meja makan. Satu-satunya hal yang bisa Boy banggakan adalah kedudukannya sebagai Ketua Geng Senter. Tapi, siapa sangka? Lomba Kompetensi Siswa yang menjadi p...
Asa
4836      1444     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...