Loading...
Logo TinLit
Read Story - PATANGGA
MENU
About Us  

GARA-GARA tidur di lantai, badan saya terasa remuk-remuk. Belum lagi kepala saya yang sedikit benjol akibat Patangga. Kalian tahu? Tadi Patangga mengetuk-ngetuk kepala saya dengan ujung tubuhnya—gagang sapunya. Walaupun, sepertinya itu usaha Patangga untuk membangunkan saya. Tapi enggak gitu juga, keles.

"Patangga diam di sana!" perintah saya yang membuat  terdiam. Sepersekian detik kemudian Patangga kembali bergerak-gerak di udara.

Kini, saya sedang memikirkan bagaimana saya menjelaskan tentang Patangga pada Papa, Mama, dan Eron. Dan, ya, hari ini juga saya sekolah. Mana mungkin saya berangkat dengan Patangga? Akan menjadi hot news di sekolah nantinya.

Saya mondar-mandir sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan jari. Patangga juga ikutan di belakang saya! Sumpah, ya, ingin sekali saya mematahkan tubuh Patangga lalu membuangnya sejauh mungkin.

Pasrah. Itu yang saya putuskan. Saya menggendong tas dan turun ke lantai bawah. Oke, jangan lupakan Patangga yang terus-terusan mengikuti saya dari belakang.

Papa, Mama, dan Eron sudah ada di meja makan. Saat melihat saya, Eron menghentikan sendok di udara dengan mulut yang terbuka. Mama juga menghentikan kegiatannya untuk menaruh lauk di piring Papa. Papa, ekspresinya biasa saja, sih.

Saya duduk di kursi sebelah Eron. Patangga sudah berdiri tegak di udara, di sebelah saya.

Halo? Semuanya seperti dalam pengaruh sihir penghenti waktu.

"Papa udah tahu masalahnya. Patangga 'kan namanya? Milik lelaki yang bernama Eiden Alaric?" tanya Papa, memecah bekunya suasana.

Saya mengangguk. Jangan lupakan jika Papa punya ilmu sihir. Tentu saja Papa tahu apa yang terjadi.

"Kak, Eron nanti pinjem Patangga, ya."

"Mama nanti pinjem, boleh ya? Buat nanti ke pasar, naik Patangga. Biar nanti Mama terkenal, deh, terus Mama masuk televisi. Jadi artis deh Mama."

Saya bingung harus membalas apa. Akhirnya Papa mulai berkata, "Patangga hanya nurut sama Yumi. Semuanya ada dalam kendali Yumi. Itu sudah menjadi kebijakan Kementerian Sihir. Setiap Yumi pergi, Patangga pasti mengikutinya."

Mama sama Eron terlihat kecewa sedangkan saya cengo mendengarkan penjelasan Papa. Satu hal yang membuat saya kesal 'setiap Yumi pergi, Patangga pasti mengikutinya'. Apa saya ke kamar mandi pun Patangga akan mengikuti?

Oh, tidak!

"Yumi, apa kamu tahu masalahnya?" tanya Papa yang hanya saya balas dengan gelengan kepala.

"Nanti juga Eiden cerita ke kamu," kata Papa.

Emang harus Eiden, ya? Kenapa enggak Papa saja? Kalau Papa tahu, kenapa enggak langsung jelasin? Aneh.

"Karena Eiden lebih tahu, bukan Papa," sahut Papa seolah tahu apa yang saya pikirkan.

Setelah mengakhiri sarapan, saya meminum segelas susu. Kemudian berpamitan kepada Papa sama Mama untuk berangkat ke sekolah.

Oh, ya, Eron Mahendra. Umur kita berdua hanya selisih satu tahun saja. Eron yang masih duduk di kelas 3 SMP dan saya kini kelas 1 SMA.

Baru saja saya membuka pintu. Langsung dikejutkan oleh hadirnya seorang lelaki berjubah. Siapa lagi kalau bukan Eiden?

"Hai," sapa Eiden ramah. "Aku tampan, ya?" tanyanya sambil menyugar rambut ke belakang.

Tong sampah tong sampah.

Tong sampah mana, sih?

Saya pengin muntah, nih.

"Eh, kamu gila ya! Tuh, pakaianmu serba hitam, jubahmu kepanjangan juga! Bahaya kalau banyak orang tahu kalau kamu penyihir. Kali-kali kamu pakai pakaian normal bisa 'kan? Enggak usah hitam-hitam gini!" omel saya. Karena saya melihat ibu-ibu yang lewat depan rumah sambil menatap serius Eiden.

Eiden menaikkan sebelah alisnya. "Apa kamu juga enggak mikir? Patangga ada di samping kamu? Apa kamu mau satu kompleks heboh gara-gara ada sapu terbang."

Eh, iya juga, sih. Tapi, ibu-ibu tadi hanya menatap serius saja, itu pun ke arah Eiden. Enggak ada raut ketakutan yang ibu-ibu itu tunjukkan.

"Santai. Aku udah sihir semuanya," kata Eiden. "Kamu enggak usah cemas," lanjutnya yang membuat saya bernapas lega.

"Semua orang kamu sihir?"

Lagi-lagi Eiden menyugar rambutnya ke belakang. "Aku udah sihir Patangga, jadi Patangga hanya bisa dilihat sama aku, kamu, dan keluargamu. Penampilan aku juga udah aku sihir, jadi orang lain lihat aku kayak orang normal, ya, pakai celana jeans dan kemeja. Tapi kamu sama keluargamu, tetap lihat aku kayak penyihir yang pakai jubah sama pakaian serba hitam."

Saya mengangguk mengerti. Ya ampun, saya sampai lupa jika saya harus segera berangkat sekolah. Oh ya, saya kalau berangkat sekolah jalan kaki. Sekolah saya juga enggak terlalu jauh, jadi saya enggak perlu ngeluarin ongkos.

"Aku temani kamu berangkat sekolah. Karena hari ini adalah hari pertamamu sekolah bersama Patangga."

Mau enggak mau saya mengiyakan saja. Penglihatan saya enggak mau lepas dari Patangga, gerakannya sangat lincah di udara. Putar sana, putar sini, balik kanan, balik kiri.

"Lihatinnya biasa aja!" tegur Eiden yang membuat saya mendengus.

"Aku punya cokelat mata kodok, gulali merica setan, dan permen magic boom. Kamu mau enggak? Oh, ya, Madam Wezta pernah bilang kalau permen bisa membantu dalam berkenalan."

Demi apapun, saya baru mendengar nama-nama permen aneh itu. Baru dibayangkan saja sudah buat bergidik ngeri. Cokelat mata kodok, apa bahan utama pembuatannya mata kodok? Ih. Gulali merica setan, yakin mericanya punya setan? Serem. Magic boom, saya enggak tahu gambarannya, mungkin ledakan-ledakan?

Saya mengerutkan dahi, bingung. "Madam Wezta? Siapa dia?"

Eiden memperlihatkan senyum simpulnya. "Dia guruku."

"Emang kamu sekolah?"

Saya lihat Eiden berdecak lalu berujar, "Bukan sekolah sih, tapi lebih condong ke asrama. Madam Wezta adalah guru yang mengajar kelas ramuan."

Oh, jadi begini rasanya berteman dengan penyihir. Ternyata seru juga.

"Jadi kamu mau enggak permennya? Apa perlu aku tunjukin satu-satu dulu," kata Eiden sambil memajukan satu tangannya ke depan.

Tring!

Tangan yang semula kosong, tiba-tiba ada tiga butir cokelat. "Nah, ini namanya cokelat mata kodok."

Cokelatnya kayak cokelat pada umumnya. Bentuknya bulat seukuran mata kodok—sepertinya. Maka dari itu dinamakan cokelat mata kodok, kali ya?

Tring!

Cokelat mata kodoknya sudah hilang tergantikan dengan semacam gulali. "Yang ini namanya gulali merica setan. Gulali dengan rasa peppermint yang bakal buat telingamu keluar asap."

Saya tambah bergidik ngeri dengarnya. Emang serius nanti dari telinga keluar asap? Kebakaran, dong.

Tring!

Gulali merica setannya sudah hilang. Kini sudah ada permen tusuk yang menggantikannya. "Ini permen magic boom. Permen yang meledak di lidah, kayak ada suara bom yang terdengar di telingamu. Menurutku, permen ini aku anggap kayak raja di antara kerajaan gula-gula yang lain. Serius, seru!"

Saya menelan ludah. Permen yang meledak di lidah, kayak ada suara bom yang terdengar di telinga. Dia bilang itu seru?

"Udah deh, nih yang magic boom aja. Cobain, dijamin seru," tutur Eiden sambil memberikan satu permen tusuk magic boom.

Dengan pelan saya membuka bungkusnya dan memasukannya ke dalam mulut.

Bom.

Bom.

Bom.

Yakin, suara itu terdengar sampai ke telinga saya. Rasa permennya sulit didefinisikan karena sensasi ledakan-ledakan kecil yang lebih mendominasi di lidah.

"Tutup mata sama telingamu," kata Eiden. Saya langsung menuruti perkataannya.

Saya langsung menutup mata sama telinga. Ya, ini, benar-benar sangat seru! Bermain ledakan dalam lidah dan suara bom yang terdengar sangat nyata di telinga.

Eh, tiba-tiba ledakan dan suara bomnya berhenti. Saya membuka mata, ternyata permennya sudah habis.

Menyebalkan!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cecilia
499      274     3     
Short Story
Di balik wajah kaku lelaki yang jarang tersenyum itu ada nama gadis cantik bersarang dalam hatinya. Judith tidak pernah menyukai gadis separah ini, Cecilia yang pertama. Sayangnya, Cecilia nampak terlalu sulit digapai. Suatu hari, Cecilia bak menghilang. Meninggalkan Judith dengan kegundahan dan kebingungannya. Judith tak tahu bahwa Cecilia ternyata punya seribu satu rahasia.
Nina and The Rivanos
10446      2520     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
Havana
907      459     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
Liontin Semanggi
2177      1222     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Are We Friends?
4280      1276     0     
Inspirational
Dinda hidup dengan tenang tanpa gangguan. Dia berjalan mengikuti ke mana pun arus menyeretnya. Tidak! Lebih tepatnya, dia mengikuti ke mana pun Ryo, sahabat karibnya, membawanya. Namun, ketenangan itu terusik ketika Levi, seseorang yang tidak dia kenal sama sekali hadir dan berkata akan membuat Dinda mengingat Levi sampai ke titik paling kecil. Bukan hanya Levi membuat Dinda bingung, cowok it...
Menemukan Kebahagiaan di Tengah Pandemi
252      189     1     
True Story
Siapakah yang siap dengan sebuah perubahan drastis akibat Virus Corona19? Pandemi akibat virus corona 19 meninggalkan banyak luka dan trauma serta merenggut banyak kebahagiaan orang, termasuk aku. Aku berjuang menemukan kembali makna kebahagiaan. Ku kumpulkan foto-foto lama masa kecilku, ku rangkai menjadi sebuah kisah. Aku menemukan kembali makna kebahagiaan di tengah pandemi. Kebahagiaan itu ad...
Aditya
1454      652     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Cinta dalam Impian
144      116     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
Mimpi Milik Shira
532      302     6     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.
Meet You After Wound
278      234     0     
Romance
"Hesa, lihatlah aku juga."