Loading...
Logo TinLit
Read Story - House with No Mirror
MENU
About Us  

.

.

.

Bulan baru.

Rumah baru.

Lingkungan baru.

Margo dan Magdalena Spiegelman belum selesai membongkar kopor kayu besar bertuliskan inisial nama masing-masing mereka, saat Nyonya Olivia Spiegelman membuat pintu kamar berderit sebab kehadirannya.

"Belum selesai?" sela Nyonya Spiegelman menginterupsi.

"Ayah kalian telah menunggu ...," lanjutnya.

"Sebentar lagi Mom, kami segera menyusul," yang bersahut demikian itu Margo. Diamini dengan anggukan saudari kembarnya, Magdalena.

Sejak kali terakhir kunjungan mereka ke Manfred Manor, Margo dan Magdalena telah memutuskan akan menempati kamar yang sama. Kamar berjendela besar, dengan pemandangan sejurus menuju lautan lepas. Lengkap dengan batu-bata ekspose yang menjadi ciri khas bangunan tua megah terabaikan.

Manfred Manor berada di tepian Wales Cliff, Semenanjung Hersey. Di lingkar timur laut sudut pekarangan rumah baru keluarga Spiegelman terdapat tebing rendah, yang menuntun akan mereka ke sebuah pantai melalui jalur akses tanah pribadi. A very legit property.

"Kau lihat pintu di balik dinding itu kan?

Magdalena sedang membahas pintu kecil dengan lengkung batu putih yang menghiasi, letaknya persis di belakang kabinet kecil antik yang Tuan Spiegelman pertahankan dari rumah tersebut. Magdalena menyibak rambut cokelat pucatnya saat menuruni tangga, sedangkan delikan Margo kepada saudari kembarnya adalah upaya untuk tetap menyembunyikan apa yang mereka temukanーsampai dengan mereka berhasil menguak misteri yang tersembunyi di balik rumah besar Manfred Manor. Atau setidaknya sekarang cukup pantas disebut Spiegelman Manor.

"Hi, Dad," mereka berseru bersamaan. Layaknya sepasang kembar yang kerap kali dianggap memiliki intuisi selaras.

"Bagaimana? Kalian senang dengan suasana baru?"

"Well, yeah ...."

"Perfect, Dad."

"Good."

Pie apel menjadi hidangan malam bagi keluarga Spiegelman. Pada hari pertama mereka menempati Manfred Manor. Satu rahasia yang tidak diketahui Mr dan Mrs Spiegelman tentang kediaman mereka. Yakni apa yang coba kedua putrinya ungkap, tengah menunggu di balik pintu rahasia.

“Dad, kurasa kau harus tahu tentang ini,” Magdalena berucap sambil meletakkan napkin pada pangkuannya. Melapisi gaun putih selutut yang sudah selayaknya dikenakan putri-putri bangsawan pemilik tanah nan luas. Meski mereka bukan bangsawan.

“Apa itu?”

“Marg, ambil yang benar. Jangan sisihkan pinggiran rotinya,” Nyonya Spiegelman menimpali.

“Well, seseorang seharusnya bercerita sendiri, sih. Iya ‘kan, Marg?” balas Magdalena atas pertanyaan Ayahnya. Ia melakukannya sambil melirik jahil pada Margo yang sedang ditegur karena menyisihkan bagian sedikit gosong dari pie buatan Nyonya Spiegelman. Padahal itu enak, tapi dia selalu menyisihkannya. Nyonya Spiegelman pun selalu menegurnya, berulang kali.

Margo melirik sinis pada Magdalena, tapi tidak memberi jawaban. Gadis itu terus-terusan iri karena Margo didekati Jason. Padahal pria kecil berjerawat itu sama sekali bukan tipikal ideal Margo. Apalagi rambut keritingnya yang berminyak itu. Ugh, membayangkan mengelusnya saja Margo mual. Menemukan seorang teman yang menggeret kereta belanja rusak dan menawarinya bertualang ke hutan tepi kota lebih menarik baginya.

.

.

.

Margo lebih dahulu kembali ke kamarnya, meninggalkan Magdalena yang masih bercerita tentang Jason pada Dad. Mereka tergelak-gelak mendengar penuturan Magz tentang kisah romansa Margo dan pria muda di sekolah yang lama.

"Seriously, Magz? Kukira kau telah berjanji menutup mulut untuk itu," Margo datang menginterupsi. Marah. Lantas, menginjak lantai-lantai kayu dengan kuat. Kembali menuju kamar.

"Kau marah, Margo?"

"Iya, tapi aku lebih butuh bantuanmu untuk sekarang ini," ucap Margo selanjutnya.

Dengan sekop taman kecil yang Nyonya Spiegelman berikan untuk latihan berkebun, Margo mengiris perekat batu-bata itu dengan sabar. Gadis itu telah terlebih dahulu mengikat rambut cokelat terangnya, saat memutuskan untuk membuka paksa keping-keping batu-bata di dalam kamar. Pintu kayu itu awalnya bukan sesuatu yang menarik, hingga saat kunjungan kedua keluarga Spiegelman sebelum membayar penuh harga properti ini, mereka berdua menemukan sesuatu. Dinding kosong yang berbunyi aneh ketika tidak sengaja ditendang.

Kabinet yang menutupi digeser, membuat satu bata jatuh dari topangannya. Lantas dari sana, terlihat sebuah pintu yang memancing keingintahuan mereka.

Hampir tiga jam lamanya, langit gelap semakin terlihat gelap. Walau sesekali Magdalena terkagum-kagum melihat pantulan cahaya biru tipis yang tampak di ujung cakrawala. Satu keajaiban yang tidak mereka dapatkan dari rumah di perkotaan. Margo kini menyelesaikan kikisan ke sekian. Tidak semua batu-bata dapat langsung terlepas, tetapi untungnya tembok tua di sebelah sini jauh lebih tipis dibanding tembok lainnya. Sehingga saat melakukan pengikisan, Margo tidak memerlukan alat tajam atau pemukul yang menimbulkan suara berisik. Sepertiga batu-bata telah terlepas dari area tempat Margo mengikis. Magdalena pun hampir berteriak kegirangan saat menemukan lapisan kayu di belakangnya.

"Kau benar, Marg. Ada pintu di sini."

"Kau harus berjanji, akan menyembunyikan apapun yang kita temukan di sini. I'm serious."

Pintu yang mereka temukan hanya berukuran setengah tinggi pintu lainnya dan tidak terbuat dari kayu jati berpelitur seperti di pintu utama Manfred Manor, pintu ini terkesan dibuat dari bekas tabung wine lama. Lengkap dengan bullet-bullet besi sebesar ibu jari Mr. Spiegelman di rangka-rangka penyambungnya.

Margo mencari-cari lubang kunci, kalau-kalau seseorang ingin menyembunyikan sesuatu di sana untuk memastikan kerahasiaannya. Tetapi nihil, pintu itu tidak berlubang kunci, tidak pula memiliki pegangan. Aroma lembab dan debu-debu menyeruak sewaktu Margo mendorong daun pintu dengan lengan kurusnya. Sementara Magdalena menyingkirkan batu-bata yang masih terpasang, agar mereka dapat menyelinap masuk dan memastikan apa yang ada di dalamnya.

Margo Jocelyn Spiegelman adalah yang paling tidak ragu-ragu untuk terlibat petualangan. Maka, ketika menemukan ruangan berdebu dan pengap di balik dinding kamarnya terbuka, adrenalinnya terpompa. Ia menjulurkan kepala terlebih dahulu, untuk mengintip apa dan bagaimana keadaan di belakang pintu tersebut. Setelah yakin dapat dimasuki, Margo segera masuk dengan yakin.

"Kau butuh penerangan?" Magdalena berbisik, sambil menuruni anak tangga menuju tempat Margo berpijak. Celana jeans panjangnya telah berubah hiasan, penuh bekas sarang laba-laba.

Magdalena tidak menunggu jawaban dan langsung menyorotkan penerang kecil ke arah Margo yang terpaku. Ia dan Margo sama penasarannya akan hal baru. Meskipun sesekali lebih menyebalkan, mereka adalah partner yang tepat untuk bertualang.

Margo terus turun sembari diam-diam menghitung jumlah anak tangga yang mereka pijak. Sebab sebetulnya, penerangan Magdalena tidak begitu banyak membantu. Meski lebih baik tetap ada. Di sekeliling mereka, hampir tidak ditemukan benda aneh ataupun furnitur yang semestinya ada di dalam ruangan rahasia. Tetapi kemudian, salah satu dari mereka melihat kotak kayu berkunci rusak terletak di salah satu sisi dinding berceruk. Siapa saja bisa menebak berapa kira-kira usia kotak tersebut. Benda yang memiliki penutup melengkung itu pasti dari zaman yang jauh, sebelum mereka dilahirkan.

Besinya berkarat, hiasan pada tubuh kotaknya juga sudah banyak yang hilang. Tetapi justru itu yang membuat menarik, bukan? Tidak sia-sia mereka menghabiskan berjam-jam mengikis tembok tua, jika yang mereka dapatkan adalah benda seperti ini.

”Cepat buka,” perintah Margo.

Magdalena meringis karena kuku palsunya lepas. Hah, rupanya gadis itu lupa melepas semua kuku tempelannya. Yang berbeda kali ini, ia tidak marah. Melainkan justru tersenyum lebar saat melihat isi kotak yang berhasil dibuka. Margopun dengan segera menjulurkan tangan dan mengambil tabung coklat sepanjang telapak tangannya dan Magdalena menantikan hal besar muncul dari dalam tabung yang sedang dibuka Margo. Pada tangan saudarinya, sebuah perkamen cokelat dipungut dari dalam kotak harta karun tua.

Oh, rasanya sungguhan ingin melompat karena kegirangan. Bagaimana tidak? Ini pasti luar biasa.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Weak
261      211     1     
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar. Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang. Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi. Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
Ghea
483      320     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
TAKSA
418      324     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.
Dream of Being a Villainess
1469      833     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
184      161     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
To the Bone
214      195     1     
Romance
Di tepi pantai resort Jawel palace Christian mengenakan kemeja putih yang tak di kancing dan celana pendek seperti yang iya kenakan setiap harinya “Aku minta maaf tak dapat lagi membawa mu ke tempat- tempat indah yang ka sukai Sekarang kamu kesepian, dan aku benci itu Sekarang kamu bisa berlari menuju tempat indah itu tanpa aku Atau kamu bisa mencari seseorang pengganti ku. Walaupun tida...
Roger
2128      886     2     
Romance
Tentang Primadona Sial yang selalu berurusan sama Prince Charming Menyebalkan. Gue udah cantik dari lahir. Hal paling sial yang pernah gue alami adalah bertemu seorang Navin. Namun siapa sangka bertemu Navin ternyata sebuah keberuntungan. "Kita sedang dalam perjalanan" Akan ada rumor-rumor aneh yang beredar di seluruh penjuru sekolah. Kesetiaan mereka diuji. . . . 'Gu...
Love 90 Days
4964      1895     2     
Romance
Hidup Ara baikbaik saja Dia memiliki dua orangtua dua kakak dan dua sahabat yang selalu ada untuknya Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan bila ada harga yang harus dibayar atas semua yang telah dia terima yaitu kematian Untuk membelokkan takdir Ara diharuskan untuk jatuh cinta pada orang yang kekurangan cinta Dalam pencariannya Ara malah direcoki oleh Iago yang tibatiba meminta Ara untu...
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
15106      2087     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Dua Warna
690      471     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...