Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

“Micin habis, Sha?” Riana bertanya di tengah suapan menikmati makan malam buatan sang adik. Rasa olahan tahu yang dicecapnya kali ini berbeda dengan masakan Tisha biasanya yang senantiasa gurih.

“Hah?” Tisha mengangkat sebelah alis. “Enggak. Kita kan baru belanja bulanan kemarin.”

“Terus kenapa ini masakannya pada hambar. Enggak kamu bumbuin?”

“Aku bumbuin, kok, tapi takarannya dikurangi, sesuai petunjuk di buku Resep Makanan Fungsional. Itu tuh makanan buat kesehatan, jadi enggak boleh kebanyakan micin.”

“Heh, kesambet apa kamu? Tumben banget kamu baca buku.”

“Kemarin di perpus Kak Sawala ngasih aku buku resep. Ya udah aku coba ikuti. Tadi aku juga kasih hasilnya ke dia dan dia bilang enak.”

Riana bersiul. “Cie, udah tahu caranya makan depan dia?”

Tisha mendengkus.

Riana tertawa. “Kayaknya kalian makin akrab, ya? Waktu itu juga di perpus Teteh lihat kalian ngobrolnya akrab banget.”

Tisha mengedikkan bahu. “Biasa aja. Aku hanya mencoba menikmati hari-hari kebersamaan kami. Setelah tiga hadiahku di tangan, kami selesai.”

“Oh, iya, udah kepikiran mau minta apa aja?”

Tisha mengangguk mantap.

Spill, dong. Biar Teteh bisa persiapan kalau-kalau memakan dana.”

Tisha diam sejenak. Keinginan utamanya adalah tentang ketenangan tanpa diusik Riana, tetapi dia sedang malas mendengar ceramah jika mengatakannya. Kemudian, dia ingat hasil perenungannya setelah mendapat pertemuan tak menyenangkan kemarin. “Aku mau minta pindah sekolah.”

“Hah?” Bola mata Riana melebar. “Kenapa? Kamu benar-benar enggak mau ketemu lagi sama Sawala? Semengganggu itu dia?”

Tisha berdecak. “Bukan karena Kak Sawala.”

“Terus kenapa?”

“Fathan. Tadi aku ketemu dia di sekolah. Jadi, aku mau pindah ke mana pun yang enggak ada dia.”

“Fathan?” Riana diam sejenak, menggali ingatan tentang nama itu. “Oh, teman SD kamu itu, ya?”

“Iya.” Tisha menyahut cepat seraya bangkit, bersiap membereskan peralatan makan. “Dia yang menjadi alasan aku membuat Bunda dan Ayah pergi.”

“Astaghfirullah, Tisha!” Riana mencekal pergelangan tangan Tisha, menyuruh kembali duduk. “Dengarkan Teteh. Enggak ada yang salah atas kepergian Bunda dan Ayah. Semua yang menimpa keluarga kita adalah takdir Allah. Bunda dan Ayah pergi karena Allah yang memanggil mereka. Enggak ada yang bisa mempercepat ataupun menghalangi takdir-Nya.”

Riana merengkuh Tisha. “Semua takdir Allah itu baik, Sha. Cuma kadang kita enggak mengetahuinya. Bisa jadi apa yang kita anggap buruk justru itu yang terbaik buat kita. Kayak kepergian Bunda dan Ayah, menurut kamu itu sesuatu yang buruk. Namun, mungkin itu cara Allah menyayangi Bunda dan Ayah. Allah ingin melindungi Bunda dan Ayah dari kefanaan dunia.”

Tisha tergugu. Tanpa sadar bulir-bulir bening meluncur dari matanya. “Tapi ... kenapa Allah enggak sekalian manggil kita? Allah enggak sayang kita?”

Riana mengusap pipi Tisha. “Allah juga pasti sayang kita. Namun, mungkin Allah punya rencana lain agar kita membantu Bunda dan Ayah.”

Tisha menghentikan isakan, tetapi tidak memberikan tanggapan. Dia masih berusaha mencerna kata-kata sang kakak. Ini memang pertama kali mereka membicarakan kepergian orang tua secara terbuka. Sebelumnya Tisha tidak pernah memiliki cukup kekuatan untuk mengusik luka yang ingin dia lupakan.

“Katanya ada tiga amal yang tidak akan putus meski seseorang sudah meninggal, yaitu sedekah jariah; ilmu yang bermanfaat; dan doa anak yang saleh. Kita enggak bisa mengutak-atik dua yang awal karena itu usaha Bunda dan Ayah selama hidup, tapi kita sangat bisa untuk memaksimalkan yang terakhir. Kita bisa berusaha sekeras mungkin untuk menjadi anak saleh dan terus mendoakan Bunda dan Ayah. Mengusahakan agar alam kubur mereka lebih terang.”

Riana beralih menggenggam tangan Tisha. “Jadi, mari bersama-sama menambah amalan untuk Bunda dan Ayah, ya.”

Tisha menyusut hidung. “Apa Teteh enggak pernah sedih karena kepergian Bunda dan Ayah? Dulu juga Teteh enggak nangis saat mereka baru meninggal.”

Riana menghela napas. “Sedihlah, Sha. Teteh juga manusia biasa. Dulu Teteh nangis, cuma enggak di depan kamu. Jujur, Teteh sempat kesal sama kamu, terutama saat tahu kronologinya gimana. Niat pulang buat liburan malah harus urus penguburan. Itu bukan pengalaman menyenangkan.”

Tisha tertegun. Dia memang tahu Riana tidak terlalu menyukainya saat orang tua mereka masih ada. Namun, dia tidak pernah mengira jika Riana menyimpan kesal padanya karena kematian itu. “Tapi kenapa Teteh enggak pernah menunjukkannya? Kenapa Teteh malah urus aku?”

“Karena Allah melembutkan hati Teteh, Sha. Saat di jalan dan dapat kabar itu hati Teteh panas, Teteh berniat nyemprot kamu. Tapi saat sampai dan lihat kamu tergugu di sisi jenazah Bunda dan Ayah, tiba-tiba hati Teteh dingin. Teteh sendiri enggak paham ke mana perginya kemarahan itu. Yang Teteh ingin saat itu hanya merengkuh kamu. Dari sana Teteh jalan setengah sadar, mengikuti bisikan, entah dari mana, untuk mengurus kamu.”

“Sampai sekarang masih enggak sadar?”

“Penginnya gitu, tapi sayangnya Teteh udah sadar.” Riana menjauh dan menyandarkan tubuh. “Tepat 40 hari dari kepergian Bunda dan Ayah, Teteh ngobrol sama mentor di komunitas keagamaan kampus. Beliau banyak ngasih insight, termasuk tentang penerimaan akan takdir dan kewajiban akan mengurus kamu. Allah, Bunda, dan Ayah mengamanahkan kamu ke Teteh sebagai ladang ibadah. Jadi, Teteh akan terus berusaha untuk menjalankan amanah itu sampai ada yang menggantikannya.”

Tisha mengernyit. “Siapa?” Tiba-tiba dia waswas. Jangan-jangan Riana berniat membuatnya diadopsi.

“Suami kamu.” Riana terkekeh renyah. Aura sendu menguap dari sekitar mereka.

Tisha memelotot. “Teteh dulu sana, buruan cari suami. Udah mau kepala tiga juga, masih aja betah jadi solo.”

Riana berdeham. “Emang kamu enggak apa-apa kalau Teteh nikah?”

“Kenapa aku harus apa-apa? Aku malah akan senang kalau Teteh nikah, karena nanti Teteh jadi punya orang lain buat diperhatikan, berarti aku bisa lebih bebas. Bakal lebih bagus kalau suami Teteh ngajak Teteh merantau, aku bisa hidup sendirian.”

Riana memukul paha Tisha. “Enggak ada, ya. Kamu sepaket sama Teteh, ke mana pun Teteh pergi kamu akan diangkut. Tapi insyaallah Teteh pastikan kita akan tetap tinggal di daerah sini setelah Teteh menikah.”

“Emang yakin calon Teteh bakal setuju?”

“Dia udah setuju.”

“Hah?”

Coming soon.” Riana bangkit dan meninggalkan Tisha.

“Apa maksud Teteh?!”

***

Pukul tiga pagi. Lagi-lagi Tisha terbangun dari tidur yang tidak terlalu nyenyak. Tadi malam, setelah puas menangis, Tisha tidur dengan gelisah. Dia memikirkan kata-kata Riana. Sebagian hatinya ingin mengamini ucapan Riana. Namun, sisi lainnya masih merasa berat. Dia merasa masih belum siap untuk menerima semuanya.

Denting bunyi barang terjatuh membuat Tisha mengerjap. Dengan gontai dia bangkit dari ranjang dan keluar kamar. Tiba di dapur dilihatnya Riana sedang menunduk dekat lemari.

“Sahur lagi?”

Riana menoleh sambil menyengir. “Iya. Mau masakin lagi, Chef?”

Tisha berdecak, tetapi tak urung mendekati kulkas, lalu berkutat dengan bahan masakan. “Kayaknya Ramadan kemarin Teteh enggak banyak bolongnya. Udah dibayar juga kan pas Syawal? Kok masih puasa terus, sih?”

“Teteh lagi belajar puasa sunah.”

“Hah?”

“Ada yang namanya puasa Senin dan Kamis, mengikuti kebiasaan Rasulullah.”

“Manfaatnya?”

“Ya, dapat pahala.” Suara Riana menahan gemas. “Tapi bisa sambil melatih ketenangan, sih. Lagi puasa kan dilarang ambekan.”

Tisha tertegun. Kembali, dia mendengar tentang kaitan agama dan ketenangan. Apa aku juga bisa tenang jika mencoba jalan itu? Menenangkan diri dengan puasa?

“Sha, awas itu pisau kena tangan!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
4229      1679     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Dear N
15926      1833     18     
Romance
Dia bukan bad boy, tapi juga bukan good boy. Dia hanya Naufal, laki-laki biasa saja yang mampu mengacak-acak isi hati dan pikiran Adira. Dari cara bicaranya yang khas, hingga senyumannya yang manis mampu membuat dunia Adira hanya terpaku padanya. Dia mungkin tidak setampan most wanted di buku-buku, ataupun setampan dewa yunani. Dia jauh dari kata itu. Dia Naufal Aditya Saputra yang berhasil m...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2329      735     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Of Girls and Glory
4347      1714     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
ALTHEA
115      96     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
12369      3100     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
GAARA
8886      2636     14     
Romance
"Kalau waktu tidak dapat menyembuhkan luka, maka biarkan aku menjadi mentari yang dapat membuat hidupmu bahagia." Genandra Mahavir Aditama, si kutub Utara yang dipaksa untuk mencintai seorang perempuan bernama Akira Magenta Valencia, dalam kurun waktu lima belas hari saja. Genandra diminta agar bersikap baik dan memperlakukan gadis itu sangat spesial, seolah-olah seperti dia juga mencin...
Cinta Tiga Meter
785      488     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Ketos pilihan
816      561     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?
Just For You
6493      2078     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...