Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

Mereka tiba di depan rumah Tisha bersamaan dengan berkumandangnya azan Zuhur. Sambil membuka gerbang, Tisha menimbang, haruskah menawarkan Sawala untuk salat di rumahnya? Mengingat bagaimana taatnya gadis itu dalam melaksanakan ibadah tepat waktu, Tisha jadi merasa takut jika Sawala akan telat. 

“Mau salat, Kak?” ucap Tisha akhirnya.

Sawala yang semula memperhatikan tanaman di pekarangan rumah Tisha, menoleh. “Boleh?”

Tisha menahan diri untuk tidak berdecak. Menurutnya sahutan Sawala barusan terlalu basa-basi. Jika Tisha sudah menawarkan, maka jelas dia memperbolehkan. “Mari ke musala.” Tisha mendahului ke bagian pinggir rumah, menuju ruangan di belakang garasi.

Sawala mengekor sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

Tisha baru menyadarinya setelah membuka pintu musala. “Kakak bawa mukena?” Eh, Tisha ingin mencubit diri sendiri. Tadi dia mengatai Sawala yang bertanya basa-basi padahal sudah tahu jawabannya, tetapi ternyata kini dia juga tak jauh beda. Sungguh memalukan.

Sawala mengangguk. “Kebetulan ada di tas.”

Tidak mungkin hanya kebetulan. Tisha mencibir dalam hati. Pasti Sawala memang mempersiapkannya. Mengingat seminggu ini dia selalu salat di sekolah dengan menggunakan mukena sendiri, bukan tidak mungkin bahwa itu adalah benda yang wajib Sawala bawa ke mana-mana, sehingga selalu ada dalam tasnya.

Rasa lega menyelusup hati Tisha. Setidaknya pilihan untuk membawa Sawala ke tempat ini tidak terlalu salah. Dengan begini, dia tidak akan membuat Sawala berdosa karena melalaikan ibadahnya.

“Berjamaah?”

Tisha mengerjap. Memandang penuh tanya Sawala yang ternyata sudah mengenakan mukena. Oh, pasti Sawala sedang menjalankan kiat meraih mimpinya, mengejar pahala terbesar. Kalau tidak salah ingat, Tisha pernah mendengar bahwa pahala orang yang salat berjamaah lebih bagus 27 derajat daripada yang salat sendirian.

Jadi, Tisha segan untuk menolak, tidak mau menghambat Sawala meraih mimpinya. Akhirnya. Tisha pun mengangguk dan setelah berwudu dia mengambil tempat di belakang Sawala, menjadi makmumnya.

Sekian menit kemudian, dua salam terdengar, menandakan salat selesai. Seperti biasa, sementara Sawala masih terlihat berdoa, Tisha sudah cepat-cepat melepas mukena kemudian menggulung-gulungnya. Dia tak merasa perlu terlalu rapi, toh musala ini juga jarang digunakan. Hanya

Sawala menoleh pada Tisha sambil memajukan tangan, hendak bersalaman. Tepat saat Tisha menyambutnya, terdengar suara khas perut. Keduanya tertegun.

“Kakak lapar?” tanya Tisha begitu tangan mereka terlepas. Menyadari suara itu berasal dari Sawala.

Sawala menyengir di tengah kegiatan melipat mukena. “Hehe, sedikit.” Wajahnya bersemu malu.

“Yuk, makan!” ajak Tisha tiba-tiba. Entahlah ada apa dengannya, dia hanya merasa harus melakukannya. Mengingat waktu sudah masuk tengah hari. Tiba saatnya makan siang.

“Eh?” Sawala yang baru selesai membenahi kerudung agak terkejut. “Di mana?”

“Di sini.” Tisha bangkit dan menuju meja kecil di sudut ruangan, tempat meletakkan alat-alat salat.

Refleks Sawala ikut bangkit. “Gimana?” Masa makan di sudut musala?

“Maksudku di rumahku!”

“Tapi, Dek ....” Sawala merasa tak enak.

“Ayo!” Tak membiarkan Sawala membantah, Tisha segera menggandeng Sawala ke luar.

Begitu memasuki rumah, Tisha baru menyadari pergerakannya yang di luar kebiasaan, segera saja dia melepaskan Sawala. “Maaf,” ungkapnya tak enak.

Selama ini Tisha tidak pernah melakukan hal seperti itu. Dia tidak pernah memaksa apalagi menyeret sembarang orang, kecuali Riana. Ah, Tisha makin tidak mengerti dengan dirinya sendiri.

Setelahnya, Tisha memilih diam. Bahkan saat sampai ruang makan, dia hanya menggunakan tangan dan kepala untuk mengisyaratkan Sawala duduk, sementara dirinya memanaskan makanan sebentar, kemudian menghidangkannya di hadapan Sawala. Mereka pun melahap dalam keheningan.

“Alhamdulillah.” Sawala mengusap bibir dengan tisu setelah menghabiskan isi piring. “Makanannya sangat-sangat enak. Terima kasih, ya, Dek.”

Tisha mengulum senyum. “Sama-sama.”

Sawala terpana melihatnya. Sangat menggemaskan. Membuatnya mengingat seseorang yang berharga baginya.

“Maaf, ya, Dek.”

Tisha mendongak. Untuk apa lagi Sawala meminta maaf?

“Maaf aku pernah bersikap agresif ke kamu, karena kamu ... mengingatkan aku pada adikku.”

Tisha menaikkan sebelah alis. “Adik?”

Sawala mengangguk. “Maaf sebelumnya, tapi menurutku kamu ... seperti adikku yang sudah meninggal.” Jeda sejenak, Sawala mengambil napas. “Senyummu entah kenapa membuatku merasa memiliki tarikan khusus untuk berdekatan dengan kamu. Aku jadi senang bersama denganmu.”

“Me-meninggal?”

“Iya, dia meninggal dua tahun lalu bersama orang tuaku karena longsor yang menimpa rumah kami.” Sawala mengembuskan napas sejenak. “Aku benar-benar minta maaf karena sudah lancang menyamakan kamu dengan orang yang sudah tidak ada.”

“Eh, enggak!” Tisha menggeleng cepat. “Enggak apa-apa. Kakak boleh menganggap aku ... adik Kakak.” Oh, lagi-lagi Tisha tidak bisa mengendalikan diri. Entah apa yang mendorongnya memberikan tawaran itu.

“Terima kasih, Dek.” Sawala tersenyum haru. Bahkan tangannya naik mengusap sudut mata.

“Itu ....” Ragu-ragu Tisha menunjuk tangan Sawala.

Sawala mengusap tangan. “Iya, ini bekas kejadian itu. Aku juga tertimpa reruntuhan, tapi enggak sebanyak keluarga yang lain karena aku baru pulang ngaji, baru sampai teras. Jadi, alhamdulillah aku selamat.”

“Sekarang ... Kakak tinggal dengan siapa?” Tisha sebenarnya tidak enak mengeluarkan tanya itu. Namun, dia tidak bisa lagi menahan rasa penasaran. Kepalang tanggung sudah mendengar sedikit cerita latar belakang Sawala, jadi sekalian gali sebanyak-banyaknya saja. Toh tujuannya mencari tahu juga bukan untuk melakukan kejahatan.

“Kakek dan Nenek, orang tua ayahku dan Bu Santi.”

“Jauh dari sini?”

“Enggak terlalu. Rumahku ada di desa sebelah. Daerah kamu ini kelewatan kalau mau ke sekolah.”

Tisha bernapas lega. Setidaknya dia tidak terlalu merasa bersalah karena harus membuat Sawala bolak-balik memutar jalan saat mengantar jemputnya.

“Eh!” Sawala merasakan getaran dari ponsel yang ada di saku rok.

Tisha heran. “Kenapa, Kak?”

“Bu Santi udah di luar.” Sawala kembali mematikan ponsel. “Maaf, ya, kayaknya aku mau SMP.”

“Hah?”

Sawala terkekeh. “Sudah makan pulang. Aku mau pamit, ya.”

“Oh, iya, Kak. Silakan.” Tisha pun bangkit, menemani Sawala ke halaman.

***

Setelah kepergian Sawala, Tisha kembali masuk dan menuju ruang keluarga. Dia merebah di sofa dengan tatapan tertuju pada langit-langit ruangan. Embusan napas panjang Tisha keluarkan. Ternyata latar belakang Sawala mirip dengannya. Sama-sama yatim piatu, telah kehilangan orang-orang tersayang. Bedanya Sawala juga kehilangan saudara, sementara Tisha masih memiliki Riana di sisinya.

Perbedaan lainnya, Sawala tidak terlihat muram. Sorot wajahnya senantiasa cerah. Keberadaannya selalu memancarkan aura positif pada orang-orang di dekatnya. Berbeda dengan Tisha yang senantiasa bersikap dingin, kaku, membatasi interaksi, menunjukkan kegelapan.

Ah! Tisha menjambak rambut. Sebenarnya dia tak ingin terus seperti ini, dia juga lelah berkubang dengan rasa sakit karena masa lalu. Dia ingin sembuh dan menjalani hari dengan lebih baik. Namun, Tisha terlalu bingung. Tak tahu bagaimana langkah awalnya.

Mungkinkah harus dengan membenahi tujuan hidupnya? Namun, untuk apa?

Selain mencari kenyamanan sendiri, hidup ini untuk apa?

“Menjadi ... sebaik-baiknya manusia, yang bermanfaat.”

Ucapan Sawala tiba-tiba terngiang.

“Meraih keberkahan dari Allah SWT.” Tisha terpejam. “Allah ... Allah ....” Untuk beberapa saat Tisha terus mengulang-ulang kata itu sembari meremas dada. Sampai tanpa sadar sebulir air mata jatuh ke pipi. Allah, Tuhannya, yang seharusnya menjadi tujuan hidupnya.

Namun, Tisha merasa hidupnya telanjur gelap. Terbelenggu luka, sampai jauh dari Sang Pencipta. Tisha menangkup muka. Bisakah ... dia memperbaiki diri dan kembali ke jalan-Nya?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
FIREWORKS
555      393     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
Kembali Bersama Rintik
3859      1698     5     
Romance
Mendung tidak selamanya membawa duka, mendung ini tidak hanya membawa rintik hujan yang menyejukkan, namun juga kebahagiaan dan kisah yang mengejutkan. Seperti yang terjadi pada Yara Alenka, gadis SMA biasa dengan segala kekurangan dalam dirinya yang telah dipertemukan dengan seseorang yang akan mengisi hari-harinya. Al, pemuda misterius yang berhati dingin dengan segala kesempurnaan yang ada, ya...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3690      1820     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Acropolis Athens
5735      2090     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
The Maiden from Doomsday
10849      2423     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Premium
Claudia
7417      1844     1     
Fan Fiction
Ternyata kebahagiaan yang fana itu benar adanya. Sialnya, Claudia benar-benar merasakannya!!! Claudia Renase Arditalko tumbuh di keluarga kaya raya yang amat menyayanginya. Tentu saja, ia sangat bahagia. Kedua orang tua dan kakak lelaki Claudia sangat mengayanginya. Hidup yang nyaris sempurna Claudia nikmati dengan senang hati. Tetapi, takdir Tuhan tak ada yang mampu menerka. Kebahagiaan C...
Wanita Di Sungai Emas (Pendek)
586      395     3     
Fantasy
Beberapa saat kemudian, aku tersandung oleh akar-akar pohon, dan sepertinya Cardy tidak mengetahui itu maka dari itu, dia tetap berlari... bodoh! Akupun mulai menyadari, bahwa ada sungai didekatku, dan aku mulai melihat refleksi diriku disungai. Aku mulai berpikir... mengapa aku harus mengikuti Cardy? Walaupun Cardy adalah teman dekatku... tetapi tidak semestinya aku mengikuti apa saja yang dia...
GAARA
8886      2636     14     
Romance
"Kalau waktu tidak dapat menyembuhkan luka, maka biarkan aku menjadi mentari yang dapat membuat hidupmu bahagia." Genandra Mahavir Aditama, si kutub Utara yang dipaksa untuk mencintai seorang perempuan bernama Akira Magenta Valencia, dalam kurun waktu lima belas hari saja. Genandra diminta agar bersikap baik dan memperlakukan gadis itu sangat spesial, seolah-olah seperti dia juga mencin...
Bittersweet My Betty La Fea
5075      1599     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Just For You
6493      2078     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...