Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

“Gimana kabar teman-teman di panti?” Riana membuka obrolan setelah makan malam.

“Baik,” sahut Tisha sembari memotong-motong buah untuk hidangan penutup. “Eh, Teh, itu Kak Sawala tuh orang kaya, ya?”

“Kurang tahu, sih. Kenapa emang?”

“Dia tuh sering mentraktir aku, ngasih makanan, bahkan bayarin ongkos angkot. Udah gitu dia juga rutin ngirim makanan ke panti.” Tadi juga Sawala hampir membayarkan mi ayamnya, tetapi Tisha menolak dan mengatakan dia ingin balas mentraktir Sawala.

“Teteh enggak tahu keadaan finansial keluarga mereka gimana jelasnya. Cuma pernah ke rumah Bu Santi beberapa kali dan modelnya itu umum orang pedesaan, cenderung antik pake dinding bambu gitu.

“Kaya kalau gitu mah, low profile.” Tisha tahu rumah antik itu tidak murah.

“Tapi Teteh ada ngasih uang, sih, ke Sawala sebelum kalian mulai bersama.”

Netra Tisha melebar. “Teteh nyogok Kak Sawala?”

Riana mendengkus. “Enggak, lah. Itu niatnya berbagi aja.”

“Kalau gitu Teteh harus kasih lagi.”

“Hah?”

“Aku juga mau berbagi ke Kak Sawala. Pake jatah jajan aku dua minggu ini buat ngasih hadiah ke Kak Sawala. Karena kemungkinan dia kaya, tolong kasih suatu benda yang enggak mahal, tapi berharga. Oh, buku, belikan Kak Sawala buku. Teteh pasti tahu seleranya, kan?”

“Kenapa enggak kamu aja yang ngasih langsung? Kamu juga pasti udah tahu seleranya, kan? Kalian dua minggu bareng-bareng, lho. Kamu merhatiin dia, kan?”

Tisha tak membalas, hanya menyodorkan buah untuk Riana.

“Oh, ya.” Riana kembali bersuara di tengah kunyahan. “Kamu mau minta hadiah apa? Sekarang udah tepat dua minggu, nih. Tantangan dinyatakan berhasil. Silakan katakan permintaan kamu. Tapi jangan yang berat-berat, ya.” Riana berkedip-kedip menggoda.

Tisha mendengkus. “Teteh udah janji mau ngabulin apa aja.”

Riana berdecak. “Ya udah, apa?”

Tisha mengusap dagu. Jika rencana awal dia akan meminta untuk tidak direcoki perkara interaksi, kini sudah berganti. Tisha tidak menginginkan itu lagi. Tisha mau berhenti jadi apatis.

“Aku ... mau diberi kebebasan untuk bepergian sendiri dengan motor.”

Riana memelotot. “Heh, enggak boleh.”

Tisha cemberut. “Plis, lah, Teh. Aku tuh enggak mau tiap mau harus terus-terusan bergantung sama Teteh, apalagi orang lain kayak Kak Sawala. Enggak enak, enggak bebas.”

“Tapi—”

“Ingat, Teteh udah janji mau mengabulkan keinginan aku apa pun!” Tisha menekankan. “Lagian bentar lagi aku 17 tahun, mau punya KTP dan SIM, legal, deh.”

Riana hanya bisa menghela napas, kemudian mengangguk. Dia terjebak dengan permainannya sendiri. “Yang kedua apa?”

“Aku mau Teteh dukung aku meraih mimpi terbaruku.”

“Apa?”

Tisha membasahi bibir. “Ini berkaitan dengan tantangan tambahan, yang Teteh nyuruh aku nyari tahu alasan Kak Sawala.”

Riana manggut-manggut. “Terus, gimana?”

Tisha menghirup udara dalam-dalam. “Ternyata alasan Kak Sawala melakukan semua kebaikan itu untuk meraih mimpi tertingginya.”

Alis Riana terangkat sebelah. “Mimpi tertinggi?”

Tisha menggerak-gerakkan kepala. “Sesuai prediksi aku waktu itu, Kak Sawala memang ingin menjadi sebaik-baiknya manusia. Dia berusaha meraih impian untuk menjadi orang bermanfaat dan mendapat keberkahan dari Allah SWT.”

“Jadi mimpi dia meraih rida Allah SWT?” Riana memastikan.

“Iya.”

“Terus sekarang kamu memimpikan hal yang sama?”

Tisha mengangguk mantap.

“Alhamdulillah.” Riana langsung berdiri dan meraih Tisha ke dalam dekapan. Seketika bulir bening jatuh ke pipi Riana. Dia terharu. Tak menyangka sang adik akan sampai ke titik ini. Memimpikan sesuatu berkaitan dengan akhirat. Padahal selama ini dia hanya tampak berorientasi pada kebahagiaan semu dalam dunia sendiri.

Sungguh, Riana bahagia luar biasa. Ini di luar rencananya. Tadinya dia menyuruh Tisha bersama-sama dengan Sawala hanya agar adiknya itu mau kembali bersosialisasi, membuka diri, dan memulai pertemanan.

Namun, jika sampai begini, Riana harus berterima kasih banyak-banyak pada Sawala. Karena pengunjung setia perpus itu telah menjadi pembawa cahaya yang mengetuk bongkahan keras dalam hati Tisha. Pokoknya Riana sangat-sangat mensyukurinya.

“Pasti. Teteh pasti akan support kamu untuk itu. Jadi, semangat, ya.” Tangan Riana bergerak mengelus kepala Tisha.

Setelah cukup mengeluarkan euforianya, Riana mengurai pelukan. “Kalau mimpi kamu sebelumnya ... apa?”

Tisha menahan napas. Bukan hal menyenangkan untuk membeberkan bagian kelamnya.

“Sha!” Riana menoel pipi Tisha yang digembungkan.

Tisha berdeham, tetapi suaranya tetap terdengar canggung. “Mimpi lama aku cuman pengin bisa menjadi sosok pemberani ... yang mandiri dalam dunia sendiri. Aku ... ingin nyaman hidup sendiri tanpa dicampuri apalagi mencampuri orang lain.”

Bahu Riana agak turun. Dia memang tidak terkejut dengan jawaban itu. Namun, sendu agak menggelayuti, mengingat bagaimana murungnya Tisha dulu, yang sampai memiliki mimpi terbesar seperti itu.

“Kamu itu udah jadi orang pemberani, Sha.” Riana meraih jemari Tisha. “Kamu sekarang ini ludeungan (pemberani). Udah enggak lagi banyak takut dan malas seperti saat kecil dulu.”

Tisha menggerak-gerakan kepala, berusaha menghindari bertemu pandang dengan Riana. Dia malu.

Riana yang menyadarinya tersenyum, lalu mengalihkan. “Yang ketiga mau apa?” Nadanya mulai agak was-was. Dia berdebar. Permintaan-permintaan Tisha barusan lumayan tidak biasa, maka dia yakin terakhir pun tak akan jauh beda, pasti mengejutkan.

“Aku mau Teteh mulai memikirkan diri sendiri.”

“Hah?” Riana cengo. Tak dapat mengontrol wajah. Apa lagi ini? Sungguh di luar prediksi.

Tisha menangkup tangan Riana. “Aku sadar, selama ini aku begitu membebani Teteh.”

“Eng—”

Kepala Tisha bergeleng, melarang Riana menyanggah. “Aku saksi gimana Teteh tiba-tiba harus berubah dewasa. Memikul tanggung jawab kepala rumah tangga dan membesarkan aku. Itu semua enggak mudah, kan? Teteh mengorbankan kesenangan di masa akhir remaja cuma buat aku.”

Tisha melepas pegangan, kemudian mengusap muka. Menghilangkan aura sedih. Tersenyum lebar. “Sekarang, aku sudah besar, ya, walaupun belum benar-benar jadi dewasa, tapi aku udah bisa ditinggal-tinggal sendiri. Jadi, ini waktunya Teteh mencari kebahagiaan Teteh sendiri. Entah itu mau jalan-jalan sendiri, hura-hura sama teman, atau bahkan mencari pasangan. Silakan. Aku enggak akan lagi jadi penghalang.”

Hati Riana menghangat. Ternyata sang adik begitu memperhatikan dan mengharapkan kebahagiaannya.

Plis, ya ....” Tisha menyatukan tangan di depan dada. “Kabulkan semua permintaanku.”

“Buat hadiah satu dan dua ... oke, jelas ACC. Tapi, buat yang ketiga ....” Riana menggaruk pipi. “Masih dalam proses, hehe.”

“Kok?” Tisha mengernyit.

Riana menyengir. “Sebenarnya kemarin-kemarin, setiap selesai pelatihan Teteh ke rumah Paman, menjalani ta'aruf dengan calon suami Teteh yang melamar lewat Paman satu bulan lalu.”

Tisha memelotot. “Kenapa aku enggak dikasih tahu?!”

***

“Bunda, Ayah, sekarang aku udah jadi anak pemberani.” Tisha mengusap kaca pigura yang ada di atas nakas samping tempat tidur.

Sebelum tidur, dia ingin curhat dulu pada orang tuanya. Meskipun dia sadar mereka sudah berada di alam yang berbeda, dan jelas mereka tak akan mendengar suaranya, tetapi Tisha akan tetap melakukannya. Sebab, dengan begitu dia bisa mengurai isi hati.

Perkara luka karena kepergian mereka, kini Tisha sudah berdamai dengannya. Tisha belajar untuk ikhlas. Menerima takdir terbaik yang ditetapkan atas keluarganya.

Sekarang Tisha tidak akan mau lagi meratap. Dia hanya akan berdoa, memohonkan ampunan untuk mereka, dan berbuat amal saleh agar kelak bisa kembali berkumpul di surga.

Tisha telentang. Menaikkan selimut sebatas dagu, senyumnya mengembang kala terngiang ucapan Riana tadi.

Sungguh, Tisha sangat bahagia. Karena dengan begitu, dia mendapat validasi bahwa kini sudah bukan anak yang merepotkan lagi, seperti ledekan Riana dulu saat orang tua mereka masih ada.

“Kesambet, ya?” Riana muncul sambil menggerakkan bahu seolah bergidik.

Tisha cemberut. “Sembarangan.”

“Ya, lagian kamu tengah malam bukannya tidur malah cengar-cengir enggak jelas.”

Tisha tak acuh. Terserah sajalah Riana mau meledek seperti apa. Tisha tak mau merusak suasana hati. Dia ingin segera tidur dalam keadaan senang.

“Dih, malah merem.”

“Emang mau apa, sih?” tanya Tisha kesal tanpa membuka kelopak netra.

Riana maju dan meletakkan tangan di kepala Tisha. Mengusap-usapnya dengan penuh kelembutan. “Enggak ada apa-apa, sih. Teteh cuman mau menemani kamu tidur.”

Tisha menepis tangan Riana. “Jangan gini, ah. Entar aku keenakan. Teteh kan bentar lagi nikah. Nanti aku sendiri yang susah.”

Riana terkekeh, kembali menegakkan tubuh. “Ya udah, silakan tidur, sendiri.”

“Terima kasih atas pengertiannya, Bu Guru. Besok jangan lupa bangunin aku jam 3 pagi, ya.”

Riana mengernyit. “Buat apa? Masa hari Senin mau masak buat anak-anak panti?”

Tisha berdecak. “Bukan! Aku mau salat tahajud dan sahur buat puasa.”

“Eh?”

“Di buku agama yang aku baca katanya kita itu harus banyak-banyak nyari bekal pahala, salah satunya dengan melakukan amalan-amalan Sunnah. Jadi, besok aku akan memulainya.” Akhir-akhir ini Tisha memang mulai mencari tahu tentang Islam di buku dan media sosial. Dia ingin membuktikan perkataan Guru Pai, dan ternyata makin dia berusaha mengenal, makin banyak hal indah yang ditemukan.

Saat Riana akan kembali membuka mulut, Tisha mengangkat telapak tangan. “Tolong matikan lampunya, dan oh, tolong bonusin hadiahku dengan bantu aku masuk Rohis dan bikin klub baca, ya.”

Riana menggeleng-geleng, tetapi tetap memberikan jempol, kemudian menekan saklar. Membiarkan sang adik menjemput mimpinya.

Sebelum benar-benar meninggalkan kamar itu, tatapan Riana tertuju pada bingkai foto yang walaupun dalam gelap tetap dapat dia kenali gambarannya.

“Bunda, Ayah, aku lega, Tisha sudah menemukan jalan terbaiknya.”

~Tamat~

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Take My Heart, Mr. Doctor!
7054      2041     2     
Romance
Devana Putri Aryan, seorang gadis remaja pelajar kelas 3 SMA. Ia suka sekali membaca novel. Terkadang ia berharap kisah cintanya bisa seindah kisah di novel-novel yang ia baca. Takdir hidupnya mempertemukan Deva dengan seorang lelaki yang senantiasa menjaganya dan selalu jadi obat untuk kesakitannya. Seorang dokter muda tampan bernama Aditya Iqbal Maulana. Dokter Iqbal berusaha keras agar s...
Edelweiss: The One That Stays
2422      966     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Hyeong!
210      183     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Memoreset (Sudah Terbit)
3978      1484     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Premium
Aksara yang Tak Mampu Bersuara
20522      2020     0     
Romance
Ini aku. Aku yang selalu bersembunyi dibalik untaian kata indah yang menggambarkan dirimu. Aku yang diam-diam menatapmu dari kejauhan dalam keheningan. Apakah suatu saat nanti kau akan menyadari keberadaanku dan membaca semua tulisanku untukmu?
Aku baik-baik saja ¿?
4026      1472     2     
Inspirational
Kayla dituntut keadaan untuk menjadi wanita tangguh tanpa harus mengeluh, kisah rumit dimulai sejak ia datang ke pesantren untuk menjadi santri, usianya yang belum genap 17 tahun membuat anak perempuan pertama ini merasa banyak amanah yang dipikul. kabar tentang keluarganya yang mulai berantakan membuat Kayla semakin yakin bahwa dunianya sedang tidak baik-baik saja, ditambah dengan kisah persaha...
Premium
Antara Aku Pelangi & Hujan
16871      1686     0     
Romance
Zayn bertemu dengan seorang gadis yang sedang menangis di tengah derasnya hujan dan tanpa sadar Zayn tertarik dengan gadis tersebut Ternyata gadis tersebut membawa Zayn pada sebuah rahasia masa lalu yang di lupakan Zayn Membawanya pada sesuatu yang tidak terduga
Premium
Dunia Tanpa Gadget
12360      3100     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
Kisah Kemarin
7609      1766     2     
Romance
Ini kisah tentang Alfred dan Zoe. Kemarin Alfred baru putus dengan pacarnya, kemarin juga Zoe tidak tertarik dengan yang namanya pacaran. Tidak butuh waktu lama untuk Alfred dan Zoe bersama. Sampai suatu waktu, karena impian, jarak membentang di antara keduanya. Di sana, ada lelaki yang lebih perhatian kepada Zoe. Di sini, ada perempuan yang selalu hadir untuk Alfred. Zoe berpikir, kemarin wak...
FIREWORKS
555      393     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...