Loading...
Logo TinLit
Read Story - Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

“Ana?” bisik Dinda mendekatkan wajahnya padaku. 

 

Mengerti maksud Dinda, aku pun menoleh. Jujur aku tidak bisa menilai seperti apa ekspresi wajahku sekarang, tapi aku benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa. Apa mungkin aku harus biasa saja? Tapi sungguh aku tidak bisa bersikap biasa saja karena cerita ini betul-betul mengusikku. Entah aku yang terlalu berlebihan menganggap jika cerita ini serupa dengan apa yang kualami atau memang benar seperti itu, aku tidak tahu. Bahkan Dinda saja sampai memastikannya padaku, karena dialah satu-satunya orang yang tahu seberapa mirip cerita yang tengah dibacakan Randa ini dengan apa yang kualami. Namun, tidak mungkin, 'kan?

 

 Kedua telapak tanganku bertangkup di atas kedua paha yang sedang dalam posisi duduk bersila. Telingaku benar-benar terpasang dengan baik, menyaring suara-suara yang ada di sekitar dengan maksimal sehingga kupastikan suara yang masuk hanyalah suara Randa. Begitu pula mataku. Mataku terpaku ke depan seakan-akan cuma dia yang bisa kulihat. Tidak ada yang lain.

 

 

Gue tau kalau gue ngga sepandai Jonathan yang bisa begitu percaya diri dan terangan-terangan dalam hal merayu atau berkata-kata manis.

 

 

Punggung Jonathan sontak berubah tegap diiringi dengan kedua mata yang melebar. Biasanya Dinda akan tertawa atau memberi celetukan yang menguatkan pernyataan itu, tapi sama sepertiku, dia diam saja. Terus mengamati dan mendengarkan dengan cermat, jangan sampai ada yang terlewat.

 

 

Gue pun ngga sepandai Eca dalam hal membuat lelucon yang bisa buat dia ketawa sepanjang waktu. Dan yang pasti gue juga ngga sepandai Yogi dalam hal pelajaran yang—mungkin—bisa dia banggain karena berhasil punya pacar yang hampir ngga pernah ada remedial di setiap ujian. 

 

 

Yogi setengah tersenyum, setengah tertawa.

 

 

Tapi dia ngga masalah dengan kekurangan gue itu. Dia benar-benar terima gue apa adanya dan ngga seharusnya pula gue sia-siain perempuan yang kayak gitu.

 

Mungkin kedengarannya klise kalau gue bilang: gue janji akan selalu berusaha buat dia nyaman di dekat gue, gue janji akan selalu berusaha buat dia percaya kalau perasaan gue ke dia ngga main-main, tapi kenyataannya memang begitu. Gue memang akan se-berusaha itu untuk buat dia merasa kalau dia ngga akan pernah menyesal karena udah mengambil keputusan untuk terima gue—padahal gue yakin di luar sana dia pasti bisa temuin orang yang jauh lebih baik dari gue.

 

 

“Eh sumpah, siapa sih ini yang nulis? Kok gue merinding.” Grace bertanya sambil mengedarkan pandangan juga mengelus-elus kedua lengannya. 

 

“Ini juga ngga kayak cerita-cerita sebelumnya, iya ngga sih? Cerita sebelumnya kan kayak lebih ceritain masa-masa pacaran, pendekatan, apalah itu.”

 

“Iya, ini lebih kayak pengakuan perasaan gitu.”

 

“Sumpah gue ngga nyangka kalau cowok di sini ada yang bisa nulis kayak gini.”

 

Aku tahu jika Dinda menoleh ke arahku, tapi kuabaikan. Mataku masih telak menatap Randa, berharap dia merasakannya sehingga dia membalas tatapanku. Setidaknya katakan padaku melalui matanya bahwa dia tidak sedang bercanda.

 

Randa memberi jeda sejenak. Dadanya membusung menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum akhirnya mulutnya terbuka dan berkata:

 

 

So, gue minta maaf.

 

 

“Oh, God,” ucap Yogi mengerjap menatap Randa. Mulutnya menganga sekian senti. Eca yang ada di dekatnya, menarik-narik lengannya untuk meminta sesuatu yang Yogi tahu, tapi dengan kesal lelaki itu justru menepis tangan Eca dikarenakan sedang fokus mendengarkan.

 

 

Melalui surat ini, gue benar-benar minta maaf. Gue ngga bisa terus-terusan diem-dieman begini dan gue benar-benar ngga bisa kalau hubungan gue dan dia stop hanya karena masalah bodoh yang gue ciptain sendiri. 

 

 

“Ini tuh beneran Randa yang lagi minta maaf ya? Ini suratnya dia?” tanya Adis mengernyitkan dahi. Tak lagi menggelayut di lengan Eric. Aku tidak bohong, tapi cerita penutup yang sedang dibacakan Randa memang berhasil menarik perhatian kami semua.

 

“Tapi masa iya Randa nulis cerita begitu?”

 

“Terlalu menghayati lo, Randa. Bukan lo banget deh.” Jonathan terkekeh.

 

“Bukannya terlalu menghayati, guys, tapi kayaknya emang—”

 

Sonya memutus kalimatnya tanpa kutahu apa penyebabnya. Ketika aku melihatnya, dia justru tersenyum seraya mengangguk tipis ke arahku, atau mungkin lebih tepatnya ke arah Dinda yang duduk di sebelahku. Kepalaku pun berputar menghadap Dinda dan perempuan itu sontak membuang muka sambil menggaruk tengkuk. Salah tingkah.

 

“Kayaknya emang apa?” tanya Tito penasaran.

 

Sonya menggeleng. “Ngga jadi deh.”

 

“Apa sih ngomong diputus-putus begitu.”

 

“Eh, kenapa? Lo ngga suka?” protes Sonya usai mendengar gerutuan Bella.

 

“Udah, udah, ayo lanjutin denger cerita Randa, guys. Biar cepet selesai nih,” lerai Dinda berusaha menahan senyum yang padahal begitu kentara. 

 

Dan saat itu juga—akhirnya—Randa mengangkat wajahnya. Entah untuk melihat Dinda atau melihatku, aku tidak yakin, sampai akhirnya ada satu detik dimana mata kami berdua bertemu—benar-benar bertemu, terkunci dalam satu garis lurus—dan dia seketika memberikan senyuman khasnya yang entah sudah sejak kapan tidak kulihat. 

 

Seketika bahuku melorot. Menggeleng tak percaya. 

 

 

Kalau aja waktu bisa diputar ulang, gue pasti ngga akan mau buat dia semarah itu lagi, karena untuk kali ini, untuk balikin mood-nya ... dengan sekian banyak gelas jus mangga pun ternyata ngga cukup.

 

 

“Ah, elah! Sialan emang si Randa. Beneran dia lagi,” celetuk Jonathan menepuk pahanya sambil setengah tertawa. Selain Randa, dialah yang tahu jika aku suka jus mangga.

 

“Serius? Randa?” tanya Eca tak percaya.

 

Aku menyadari ada jejak senyum di bibir Randa. Aku pun ikut melakukan hal serupa sambil menunduk. Dinda menyikut pelan lenganku sambil berseru, “Ciee.” Dan memasang wajah penuh ledekan yang benar-benar buatku malu. 

 

 

Jadi gue butuh cara lain untuk bisa dapat maafnya dan gue pikir—mungkin—cara ini bisa berhasil, walaupun gue yakin banget ngga akan ada yang percaya gue bisa tulis ini, tapi ngga tau kenapa, apa pun yang berhubungan sama dia, gue memang jadi rela lakuin apa pun. 

 

Gue rela bolak-balik kantin-UKS untuk bawain dia jus mangga setelah gue tau dia kena bola basket—cuma karena gue merasa khawatir dan gue mau tau gimana keadaannya.

 

 

“Kok ceritanya familier ya?” tanya Joy polos.

 

“Itu kan emang lo yang lempar, Joy!”

 

“Iya, ya? Berarti ini ceritanya—” Seketika mulut Joy langsung disumpal dengan telapak tangan Tasya.

 

 

 Gue rela jauh-jauh anterin dia ke Bekasi untuk ambil dompet yang ketinggalan, yang padahal besoknya pun dia bisa ketemu sama orang yang nemuin dompetnya itu di sekolah—cuma karena gue mau lebih lama berduaan sama dia.

 

 

“Ah, itu dia ke rumah gue!” jerit Adis menunjuk-nunjuk Randa.

 

 

Gue rela bikin ribut barisan belakang waktu upacara supaya gue dipindahin guru ke barisan paling depan—cuma supaya gue bisa lihat dia lebih jelas waktu dia lagi tugas.

 

 

Hatiku mencelus. Jujur saja selama ini aku tidak tahu alasan-alasan di balik tindakannya kala itu. 

 

Astaga. Bagaimana ini? Aku merinding dan mungkin aku berlebihan, karena rasa-rasanya aku ingin menangis hanya karena mendengar kata-katanya.

 

 

Setelah pengakuan dan permintaan maaf gue ini, semoga aja hubungan gue dan dia bisa lanjut lagi kayak dulu, meskipun gue ngga berharap kisah gue dan dia nantinya bakal serupa sama kisah cintanya Kristoff dan Anna di film Frozen, atau kisah cintanya Christian Grey dan Anastasia Steele …, karena gue dan Ana yang satu ini ….

 

 

Oh, my God, Randa!” pekik Rangga hendak berdiri sambil menutup mulut saking tidak percayanya. Bahkan tanpa perlu basa-basi, Jonathan sudah lebih dulu melempari Randa dengan bungkus kuaci, bungkus keripik, dan bungkus kopi yang berserakan di sekitarnya. Sonya pun bersiul nyaring di tengah malam, layaknya kejadian sebelumnya dengan Wine, Kevin, dan Tere tidak pernah ada. Dinda sudah merangkul bahuku dengan ekspresi riang, sementara aku justru menutup wajahku dengan kedua tangan. Malunya bukan main.

 

 

pastinya bakal punya kisah cinta yang jauh lebih seru dan jauh lebih manis dari itu.

 

Jadi, sekali lagi. Sebagai kalimat terakhir. Gue minta maaf.

 

 

Beberapa dari kami tak henti-hentinya mengerjap dan menganga. 

 

Randa menyudahi ceritanya dan menurunkan suratnya. Terdiam beberapa detik dimana bola matanya bergulir ke tiap-tiap kami. 

 

“Sumpah gue bodoh banget lakuin ini,” cetus Randa berpaling sambil menggaruk kepala. Aku hanya bisa tertawa melihatnya bertingkah malu seperti itu. Jarang sekali, atau lebih tepatnya tidak pernah.

 

Tiba-tiba saja Eca menerjang dan mengacak-acak gemas rambut temannya itu tanpa peduli akan semarah apa dia nantinya. “Ah, bisa aja lo!” 

 

“Randa, lo kereenn,” aku Dino mengacungkan dua ibu jari.

 

"Bener-bener ngga ketebak, karena ngga ada yang percaya kalau yang nulis itu lo!"

 

“Eh, kok Randa sweet sih?” Joy berujar dengan mata berbinar.

 

“Kesurupan gue rasa.”

 

"Emang ya, cinta tuh bikin kita bisa lakuin apa aja." Oni berkomentar sambil bersedekap.

 

"Sok tau lo, kayak pernah pacaran aja."

 

"Loh, ngga perlu gue sendiri yang ngerasain, liat aja buktinya tuh. Randa aja jadi berubah begitu gara-gara Ana."

 

“Randa udah gede ya sekarang, udah ngerti cinta-cintaan," celetuk Jonathan.

 

"Ya baguslah, daripada lo yang ngga gede-gede, ngga ngerti-ngerti, mainin cewek terus!" timpal Joy ketus yang setelahnya langsung melembut kembali ketika melihat Randa. Masih belum percaya jika lelaki sepertinya bisa semanis itu.

 

"Ana, pokoknya lo harus maafin Randa!" Tasya menekan.

 

"Gue sebenernya ngga tau kalau kalian cuma break. Malahan gue pikir kalian udah putus. Sorry," tutur Bella mengangkat bahu.

 

"Jadi, masih perlu ditebak ngga nih?" tanya Danu dengan air muka ceria. Bersyukur cerita penutup ini bukan lagi cerita cinta yang sedih dan penuh drama.

 

"Perlu!" seru Dinda semangat sambil beranjak dari posisi duduk. "Tapi Ana yang harus jawab siapa penulis cowoknya!"

 

Eca spontan berlari ke arah Dinda seraya merentangkan tangan. Mereka berdua pun melakukan high five sambil cekikikan. Jeff di sampingku juga tersenyum saja sejak tadi sambil bertepuk tangan pelan. Sungguh aku dibuat malu sejadi-jadinya. Kulihat Randa yang masih berdiri di sana. Memperhatikanku dengan tatapan sayu dan penuh harap. Seruan-seruan penyemangat untukku terdengar membubung di sekeliling api unggun. Bodoh rasanya karena masih harus mengutarakan jawaban yang sebenarnya mereka pun sudah pada tahu, tapi … aku harus.

 

"Randa," kataku tak bisa menahan senyum dan semua bersorak.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Just For You
6461      2074     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
Archery Lovers
5087      2105     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Daybreak
4400      1837     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
Rembulan
1277      723     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Ludere Pluvia
1295      712     0     
Romance
Salwa Nabila, seorang gadis muslim yang selalu berdoa untuk tidak berjodoh dengan seseorang yang paham agama. Ketakutannya akan dipoligami adalah penyebabnya. Apakah doanya mampu menghancurkan takdir yang sudah lama tertulis di lauhul mahfudz? Apakah Jayden Estu Alexius, seorang pria yang tak mengenal apapun mengenai agamanya adalah jawaban dari doa-doanya? Bagaimanakah perjalanan kisah ...
Ketos pilihan
814      559     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?
Under The Moonlight
2331      1133     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
ALMOND
1158      663     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Tumpuan Tanpa Tepi
11836      3205     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Premium
Di Bawah Langit yang Sama dengan Jalan yang Berbeda
22626      2000     10     
Romance
Jika Kinara bisa memilih dia tidak ingin memberikan cinta pertamanya pada Bian Jika Bian bisa menghindar dia tidak ingin berpapasan dengan Kinara Jika yang hanya menjadi jika karena semuanya sudah terlambat bagi keduanya Benang merah yang semula tipis kini semakin terlihat nyata Keduanya tidak bisa abai walau tahu ujung dari segalanya adalah fana Perjalanan keduanya untuk menjadi dewasa ti...