Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Antara Mereka
MENU
About Us  

  "Gio ayo ke kantin!" ajak Lica menghampiri Gio yang menyendiri di taman sekolah. 

  "Nggak!" jawab Gio menggeleng. Pikiran cowok itu tengah melayang pada Mita yang tak kunjung masuk sekolah. 

  "Kenapa?" tanya Lica mengambil duduk di dekatnya. 

  "Malas!"

  "Ayolah, aku traktir kamu. Makanlah sesuka hati dan sepuasmu, Gio!" bujuk Lica tersenyum menatap cowok itu. 

  "Tidak, terima kasih!" tolak Gio tetap menundukkan pandangan. 

  "Kamu kenapa sih, yo? Suka menyendiri di sini dan pasti sulit aku ajak ke mana-mana. Lagi mikirin apa? Cerita aja ke aku!" Rasa penasaran Lica terhadap Gio sontak membuncah di otaknya. Ia penasaran dengan isi pikiran Gio. 

  "Nggak."

  "Jangan gitu dong, Yo. Ayo kita ke kantin aja, makan bareng!"

  "Kamu sudah banyak membantuku!" jawab Gio. 

  "Maksudnya?" tanya Lica mengangkat alis sebelah. 

  "Terima kasih!" Gio hanya bermaksud mengucapkan terima kasih atas segala bantuan Lica. 

  "Iisshhh... Jangan bercanda deh, ayolah!" rengek Lica bersandar di bahu Gio dengan bibir mengerucut. 

  "Kamu kenapa?" tanya Gio menatap rambut Lica. 

  "Capek sama kamu yang kayak gini terus," ungkap Lica berposisi sama. Gio bukan tipe orang yang suka mendengar keluhan cewek tentangnya sehingga cowok itu menuruti kemauan Lica. Anggap saja ini cara Gio berterima kasih dengan cewek itu. Gio akan berusaha membuatnya tersenyum kali ini. 

  "Ya sudah, ayo!" Gio berdiri. Sepasang mata Lica berbinar menatapnya. 

  "Beneran?" tanyanya tersenyum tak percaya. Ekspresi cerianya mampu menganggukan kepala dengan tulus. "Yeeeeeee... Terima kasih banyak Gio!" Sebuah pelukan Gio dapatkan dari gadis cantik itu. Inilah pertama kalinya mendapat pelukan dari cewek. Hati Gio merasa tenang dapat membuat Lica tersenyum bahagia. Sebab hanya inilah cara yang dapat ia lakukan untuk menunjukkan rasa terima kasih. 

  Selanjutnya, dua insan itu berjalan bersama ke kantin. Gio yang terkenal dengan cowok dingin itu menjadi pusat perhatian para siswa-siswi di sepanjang jalan. Hanya Mita yang biasa mereka lihat dengan Gio. Namun kini tidak. Hal itu sontak menuai tanda tanya dari mereka. Sementara Lica berjalan di samping Gio dengan senyum lebarnya. Seolah menunjukkan kebahagiaan dapat berdua dengan Gio.

  Dua insan itu masih menjadi pusat perhatian kala duduk bersama di bangku kantin. "Kamu mau pesen apa?" tanya Lica menuai gelengan dari Gio. "Kenapa?" Lica tersenyum menatap wajah Gio yang menggemaskan. 

  "Nggak lapar!" jawab Gio menatap meja kantin. 

  "Beneran? Padahal aku mau traktir kamu, loh!" 

  "Kamu makan sendiri aja!" tolak Gio memainkan jemari. 

  "Tapi kamu temenin aku di sini aja, ya!" pinta Lica berekspresi membujuk. 

  "Iya." 

  "Waahhh.. Terima kasih, Gio!" ucap Lica tersenyum bahagia. Gadis itu bergegas memesan nasi goreng yang merupakan makanan favoritenya. Ia kembali tanpa memudarkan senyum. 

  "Sudah?" tanya Gio menatapnya datar. 

  "Apanya?" Lica bertanya balik. 

  "Sudah pesan?"

  "Sudah dong! Tinggal nunggu aja!" jawab Lica. Hari ini menjadi hari yang sangat membahagiakannya. Ia dapat duduk berdua dengan cowok yang menjadi idaman banyak cewek. Lica merasa paling beruntung. Ia akan lebih banyak dikenal orang kala bersama Gio.

  *****

  Detik jam berputar cepat, tak terasa siang berganti sore. Semburat orange tampak jelas di barat kota Jakarta. Di sore yang indah ini, Lica dan Mina tengah bersantai di halaman rumahnya. Rumah warna biru yang berdiri kokoh di belakang mereka tampak indah dengan kursi meja di teras dan beberapa pot tanaman di depannya. Tempat itu sangat nyaman bagi dua orang ibu dan anak itu. 

  Lica menceritakan kebersamaannya dengan Gio pada sang Ibu. "Wahhh... Ibu seneng kalau kamu bahagia seperti itu, lanjutkan perjuanganmu sampai kamu bisa meraih impianmu, nak!" respon Mina mengusap lembut puncak kepala Lica yang langsung tersenyum. 

  "Ibu do'ain yang terbaik aja ya!" ucap Lica menggenggam tangan Mina. 

  "Ibu akan selalu do'ain yang terbaik buat kamu, Nak! Semangat ya!" Kecupan lembut dari Lica mendarat di pipi Mina sebagai responnya. 

                               ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Suara burung hantu terdengar nyaring dari kamar Mita yang tengah sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah. Mengingat telah 2 hari ia berada di rumah sudah saatnya besok kembali masuk sekolah. Rasanya tidak sabar ingin kembali bertemu teman-temannya. Dengan teliti, Mita memeriksa perlengkapan sekolah di tas. Dirasa lengkap, ia segera turun ke lantai 1 guna menghampiri orang tuanya. Malam ini tampak beda dari biasanya. Lani yang selalu menonton televisi dengan Miko, kini tidak. Hal itu sontak menuai pertanyaan dari Mita. "Papa ke mana, Ma?" tanya Lani. 

  "Lagi kerja di kamar!" jawab Lani mendongak, menatap Mita yang fokus pada kamar di ujung sana. 

  "Aku mau lihat, boleh?"

  "Boleh, silakan lihat aja tapi jangan ganggu!" jawab Lani. 

  "Enggak kok, Ma aku nggak akan menganggu!" Mita menekan knop pintu yang lantas terbuka. Netranya menangkap Miko tengah sibuk berkutat dengan laptop. Edisi beberapa tidak bekerja sehingga penyelesaian terhadap berkas-berkas di kantor itu tertunda. Tak ayal bila sekarang Miko sibuk menyelesaikannya. "Papa," panggil Mita mendekati pria itu. 

  "Iya!" jawab Miko tanpa menoleh. 

  "Tumben sibuk banget."

  "Iya ini lagi nyelesaiin berkas-berkas penting dari kantor!" jawab Miko menggerakkan jemari pada tombol-tombol laptop. 

  "Ohay... Ku kira nonton anime... Hahahaha!" gurau Mita berpura-pura. Sebuah tatapan garang ditunjukkan Miko pada sang putri. 

  "Enak kali kau bilang!" gerutu Miko mengembalikan atensi pada benda digital itu.

  Mita berbalik badan. "Ahahahahaha... Enggak deh, Pa. Aku bercanda, hehehe.. Semangat Papaku!" tawa Mita sembari berjalan keluar kamar. Ia kembali menghampiri Lani usai pintu kamar itu tertutup.

                              ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

  Di malam yang sunyi ini, Gio memainkan ponsel di singgasananya. Whatsaap menjadi aplikasi pertama yang dibukanya. Tak sampai di situ, ibu jarinya menekan layar yang menampakkan nama Mita. Isi pesannya yang dikirim untuk Mita kembali memasuki netranya. Roomchat itu sangat sunyi. Tak ada tanda bahwa Mita akan mengirim pesan balik. Bahkan, foto profil gadis itu tak tampak di sana. Rasa aneh sontak menghampiri Gio yang kemudian memeriksa keseluruhan informasi Mita di handphone-nya. Tiada apapun selain nama dan nomor telepon. Tak seperti biasanya yang tampak foto profilnya. Gio mencoba mengirim satu pesan kembali untuk cewek itu. Ceklist 1 yang tampak di roomchat menuai prasangka buruk dari benak Gio. Jantungnya berdegup lebih kencang, kecemasan mulai mengalir ke otaknya. "Astaga.... Jangan-jangan Mita memblokir kontakku? Tapi, apakah itu mungkin?" batin Gio. Cowok itu mematikan handphone lantas merenung. Ucapan-ucapan Rati yang menyinggung Mita kembali terputar di benaknya disertai kesalahannya. Gio menyesal dengan kesalahannya yang tak memeriksa pesan dari Mita sehingga gadis itu langsung menghampirinya ke rumah sakit. Andaikan kala itu ia membuka whatsapp dan membalas pesan-pesan Mita, mungkin dia tidak akan mengkhawatirkannya hingga nekat ke menghampirinya. Ucapan-ucapan sengit pun tak akan keluar dari mulut Rati sehingga keadaan dapat baik-baik saja. Namun, itu hanyalah mimpi. Nasi telah menjadi bubur. Kondisi persahabatannya dengan Mita terpaksa kandas karena rumor  dari Rati. Mau tak mau, Gio harus menerima kenyataan itu.

  ***

  Matahari kembali menampakkan diri. Meski masih malu-malu, namun berhasil membangunkan gadis cantik yang tak sabar kembali sekolah. Siapa lagi jika buka Namita Lekusi? Ia duduk di tepi ranjang sebelum beranjak dari sana. Jam dinding menjadi objek yang dilihat setelahnya. Waktu menunjuk pukul 04.46, Mita segera turun ke lantai 1 guna membersihkan diri. Ia tak langsung sarapan seusainya, melainkan kembali ke kamar dan mengambil duduk di kursi rias yang berhadapan dengan cermin. Diraihnya sebuah produk skincare yang lantas dibuka. Dengan telunjuk, Mita menempelkan beberapa titik polesan skincare itu di wajah. Memijat dan meratakan ke seluruh wajah adalah hal yang dilakukan setelahnya. Mita tak lupa mengoleskan body lotion pada bagian tangan dan kaki. Ia bergegas sarapan usai menyemprot parfum di pakaiannya.

  Kakinya melangkah hingga ke ruang makan. "Selamat pagi, Papa, Mama!" ucap Mita lantas mengambil duduk di dekat Lani yang berhadapan dengan sang suami. "Pagi juga, anak Papa wangi sekali!" respon Miko menuai senyum dari Mita. 

  "Pagi juga, Nak, kamu cantik banget!" Kini Lani yang berbicara. 

  "Hehehe... Makasih Papa, Mama!" 

  "Sama-sama ayo kita sarapan!" jawab Miko mewakili Lani. 

  Nasi dengan lauk-pauk telah tersaji dalam tiga piring disertai sendok dan garpu yang siap dipakai. Tanpa lama, Mita langsung memasukkan sesendok nasi dan sup ayam ke mulut. Sunyi adalah suasana yang mengiringi penyelesaian sarapan itu.

  Di antar sang supir, Mita berangkat menuju sekolahan pada pukul 05.55. Sepasang matanya fokus di balik jendela mobil yang menampakkan kondisi luar bagian kota Jakarta. Banyak manusia yang beraktivitas di sana. Mulai dari berolahraga, berdagang keliling hingga berbincang-bincang di depan rumah masing-masing adalah aktivitasnya pagi ini. 

  Bangunan dan gedung yang berdiri kokoh memasuki netra Mita yang masih di dalam mobil. Ia sangat menikmati perjalanan ke sekolah kali ini. Tak seperti biasa yang hanya membaca buku di kursi mobil tanpa menengok ke sana ke mari.

  45 menit sudah, Mita dan sang supir di perjalanan. Kini, sekolah SMP 02 Garuda telah berada di depan mata. Gadis dengan rambut panjang tergerai dengan bandana di atasnya itu berjalan memasuki gerbang. Usai beberapa hari tidak ke sini, akhirnya sekarang kembali.

  Mita berjalan melalui koridor dengan semangat 45 ia bergegas masuk kelas. Di sana, pandangannya menunduk sembari meletakkan tas. Tak sampai di situ, Mita berjalan keluar kelas dengan tetap menunduk. Ia tak menengok manapun sehingga tak mendapati keberadaan Gio. Mita sengaja melakukan hal itu lantaran rasa malas masih mengganjal hatinya guna bertemu cowok itu. 

  Mengingat upacara dimulai 35 menit lagi, Mita memanfaatkannya untuk membaca buku di perpustakaan. Selain gemar menonton film anime, gadis itu juga gemar membaca. Terlebih jika berada di perpustakaan yang banyak buku seperti ini, sungguh ia mendapatkan kenyamanan yang tiada tara.

  Sementara kecemasan masih menghantui cowok sawo matang yang kini duduk di bangku kelasnya. Keberadaan Mita yang abai telah memasuki netra dan pikirannya. Gio cemas jika hal negatif yang bertengger di benaknya benar-benar terjadi. Em... Apakah Mita akan benar-benar menjauhi gio? Entahlah, Gio lelah berprasangka buruk. Cowok itu memutuskan keluar kelas guna mencari keberadaan Mita yang telah keluar kelas. Taman sekolah menjadi tempat pertama yang ia datangi. Berharap dia menyendiri di sana agar Gio dapat menemaninya. Ternyata tidak, cowok itu hanya menemukan beberapa siswa-siswi yang bersantai di atas rerumputan dan bangku taman. "Duh... Mita di mana ya?" tanya Gio dalam batin. Tak putus asa, ia lanjut berjalan menuju kantin. Kekecewaan kembali hadir kala netranya menangkap siswa-siswi yang bukan Mita. Sudahlah, Gio lelah berjalan. Ia memutuskan untuk menyendiri di depan kelas. Dengan kaki bersilang, Gio duduk di sana sembari melayangkan pikiran pada gadis itu. Gio belum berpikir bahwa Mita berada di perpustakaan. Sebab, kerapnya dia ke sana jarang diketahui Gio. Tak ayal jika pikiran Gio tak tertuju pada tempat itu. Ia lupa akan kegemaran membaca Mita yang suka ke perpustakaan. Yang masih terpampang jelas di benaknya hanyalah kegemaran Mita  dalam menonton film anime. 

  "Woy... Lo ngapain, pagi-pagi melamun?" tanya Kenzie, teman sebangku Gio  yang berdiri di belakangnya. 

  "Gapapa... Nggak usah kepo deh, lo!" jawab Gio memasang wajah malas. 

  "Dih... Pasti ngegalauin Mita kan, lo?" duga Kenzie mengambil duduk di samping Gio. 

  "Kagak... Ngapain gue ngegalauin dia?" bohong Gio. Di antara banyaknya siswa SMP 02 Pancasila, hanya Kenzie yang paling dekat dengannya. 

  "Karena dia udah lama nggak masuk sekolah dan lo pasti rindu, ya kan?" tebak  Kenzie menarik turunkan alis. 

  "Dia udah masuk sekolah hari ini!" jawab Gio tanpa menatap Kenzie. 

  "Emang iya? Terus ke mana dia? Tumben nggak sama lo? Lagi ada masalah ya?" Hati Gio tersinggung seketika. Ketidakpedulian Mita padanya sekarang kembali terputar di benaknya. Bibirnya kelu, tubuhnya beku seolah sulit untuk bergerak. Gio kembali dalam lamunannya. Ia tak dapat menjawab pertanyaan Kenzie tersebut lantaran rasa bersalah kembali berhamburan di otaknya. "Woy.. Jawab dong, ngelamun mulu' deh, lo, nggak asik!" cibir Kenzie mengguncang baju Gio yang sontak tersadar. 

  "Apaan sih, lo. Kepo aja!" timpal Gio. 

  "Gue sebagai teman yang peduli sama lo, berhak untuk kepo!" jelas Kenzie bersuara lantang. 

  "Hiisshh... Gue kagak butuh kepedulian lo sekarang, yang gue butuh hanya kepedulian Mita!" jawab Gio keceplosan. Matanya sontak terbelalak dan terkejut sendiri. Mengingat kalimat terakhir itu tak layak ia keluarkan membuatnya terkejut usai keceplosan. 

  "Tuhkan... Itu artinya Mita cuekin Lo, pasti dia abai sama lo, iya kan? Jujur aja deh, lo... Hahahaha!" Kenzie menepuk bahu Gio sembari tertawa. Melihat kesendirian Gio selalu menjadi objek jenaka bagi Kenzie. 

  "Iya deh.. Gue jujur!" Gio pasrah dengan ucapan Kenzie yang tak dapat dielakkan. 

  "Tuhkan... Hahahaha! Lo bilang dia udah masuk sekolah, tapi sekarang, dia nggak sama kamu, berarti dia udah nggak peduli sama kamu, dia pasti menjauh dan mencari penggantimu... Ahahahahahaha!" Kenzie tertawa sumbang. Sebuah tamparan dilayangkan Gio tepat pada wajah Kenzie yang sontak terdiam. 

  "Enak banget lo bilang!" 

  "Aduuh... Sakit, dodol, enak banget lo mukul gue!" keluh Kenzie dengan sejuta rasa sebal. Teringin ia memukul Gio balik. Namun, menatap wajah melasnya membuat ia tak sampai hati untuk melakukan itu. 

  "Makanya... Hati-hati kalau ngomong!" tutur Gio menjitak kepala Kenzie. Hal itu ia lakukan untuk mengusir kecemasan yang semakin menempel di benaknya seiring dengan kalimat panas yang dilontarkan Kenzie. 

  "Hishhh... Sudahlah!" Kenzie mendengus lantas pergi. Gio mengusap dada sembari  menatap punggung temannya itu. 

  "Akhirnya pergi juga tuh, orang!" batin Lio.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dunia Sasha
6899      2246     1     
Romance
Fase baru kehidupan dimulai ketika Raisa Kamila sepenuhnya lepas dari seragam putih abu-abu di usianya yang ke-17 tahun. Fase baru mempertemukannya pada sosok Aran Dinata, Cinta Pertama yang manis dan Keisha Amanda Westring, gadis hedonisme pengidap gangguan kepribadian antisosial yang kerap kali berniat menghancurkan hidupnya. Takdir tak pernah salah menempatkan pemerannya. Ketiganya memiliki ...
Premium
GUGUR
15632      2068     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 ยฉ Hawa Eve
Dunia Saga
6086      1555     0     
True Story
There is nothing like the innocence of first love. This work dedicated for people who likes pure, sweet, innocent, true love story.
Warisan Kekasih
1109      725     0     
Romance
Tiga hari sebelum pertunangannya berlangsung, kekasih Aurora memutuskan membatalkan karena tidak bisa mengikuti keyakinan Aurora. Naufal kekasih sahabat Aurora mewariskan kekasihnya kepadanya karena hubungan mereka tidak direstui sebab Naufal bukan seorang Abdinegara atau PNS. Apakah pertunangan Aurora dan Naufal berakhir pada pernikahan atau seperti banyak dicerita fiksi berakhir menjadi pertu...
Cinta Wanita S2
7467      1868     0     
Romance
Cut Inong pulang kampung ke Kampung Pesisir setelah menempuh pendidikan megister di Amerika Serikat. Di usia 25 tahun Inong memilih menjadi dosen muda di salah satu kampus di Kota Pesisir Barat. Inong terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara, ketiga abangnya, Bang Mul, Bang Muis, dan Bang Mus sudah menjadi orang sukses. Lahir dan besar dalam keluarga kaya, Inong tidak merasa kekurangan suatu...
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
7870      2398     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...
Salted Caramel Machiato
14788      4493     0     
Romance
Dion seorang mahasiswa merangkap menjadi pemain gitar dan penyanyi kafe bertemu dengan Helene seorang pekerja kantoran di kafe tempat Dion bekerja Mereka jatuh cinta Namun orang tua Helene menentang hubungan mereka karena jarak usia dan status sosial Apakah mereka bisa mengatasi semua itu
Yang Terindah Itu Kamu
12864      3633     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
12516      1238     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Kutunggu Kau di Umur 27
5240      2083     2     
Romance
"Nanti kalau kamu udah umur 27 dan nggak tahu mau nikah sama siapa. Hubungi aku, ya.โ€ Pesan Irish ketika berumur dua puluh dua tahun. โ€œUdah siap buat nikah? Sekarang aku udah 27 tahun nih!โ€ Notifikasi DM instagram Irish dari Aksara ketika berumur dua puluh tujuh tahun. Irish harus menepati janjinya, bukan? Tapi bagaimana jika sebenarnya Irish tidak pernah berharap menikah dengan Aks...