Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ben & Cori
MENU
About Us  

Suhu kantor Sejahtera Bersama Cabang Mega Legenda berubah menjadi sedingin kulkas.

Tidak ada yang berani mengajak Cori bicara. Tidak ada yang mau menegur Moza. Kru yang lain lebih memilih mengerjakan pekerjaannya masing-masing atau menghindar sejauh-jauhnya dari gencatan senjata yang jauh lebih menakutkan daripada perang adu mulut.

"Win."

Winnie terlonjak kaget dari kursinya dan meremas blazer hijaunya kuat-kuat.

"I-Iya, Kak?"

"Ada yang bisa gue bantu? Kerjaan gue udah beres."

"Eng-enggak ada, Kak. Kerjaan gue masih bisa gue handle sendiri."

Cori membuat Winnie over thinking dan merasa menjadi terdakwa kasus penipuan, padahal nada suara Cori begitu santai.

Yang Winnie saksikan kemudian, Cori menghempaskan punggungnya dan menghela napas lelah.

"Lo ... baik-baik aja, Kak?" tanyanya ragu.

"Enggaklah, Win. Lelah hati, gue. Makanya gue minta kerjaan ke lo," ucap Cori tak bertenaga. "Biar kepala gue enggak meledak gara-gara kepikiran pertengkaran enggak penting tadi."

Diam-diam Winnie menghembuskan napas lega sekaligus iba. Hanya satu yang ingin Winnie lakukan.

"Kak, lo butuh pelukan gue, nggak?"

Akhirnya Winnie mendengar tawa kecil Cori. Walaupun dipaksakan, tapi raut wajah Cori tak lagi setegang yang tadi. Winnie beneran lega.

"Butuh banget." Dan Cori pun merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Kakaaak ...."

Si Kasir merengek dan menyambut pelukan rekannya dengan rengkuhan super erat. Sesekali Winnie juga mengusap punggung Cori.

"Gue tahu apa yang lo rasain selama nugas di Cabang Mega Legenda, Kak," bisik Winnie. "Tapi gue nggak bisa berbuat banyak untuk bikin lo nyaman. Maafin gue ya, Kak."

Cori makin mengeratkan pelukannya.

"Makasih ya, Win. Kehadiran lo yang selalu bela gue udah lebih dari cukup, kok. Lo bikin gue masih bisa waras kerja di sini," balas Cori dengan bisikan yang sama.

Cori mengurai pelukannya yang nyaman. Aah, ternyata ini yang ia butuhkan dari tadi.

"Kak." Winnie celingak-celinguk seantero kantor. Dan setelah memastikan tidak ada yang akan nguping, dia mulai bicara. "Kata-kata Kak Moza tadi ... beneran?" bisik Winnie.

"Gue gendut? Emang iya," ucap Cori santai.

"Elaaah. Bukan itu Kakak zheyenk."

Cori terkekeh. Ternyata, menertawakan diri sendiri tidak lagi terasa buruk. Cori merasa baik-baik saja sekarang.

"Terus yang mana?"

"Mas Arga dan lo. Kalian ... putus?"

Cori mengangguk lemah. Winnie kembali memberikan pelukan solidaritas sesama wanita selama beberapa. 

"Kenapa, Kak? Kan kalian mau nikah."

"Ceritanya panjang banget, tapi versi pendeknya, udah nggak ada kecocokan di antara kami," ucapnya berlagak sombong seperti artis. Cori tidak berniat menceritakan kejadian yang sebenarnya. 

"Trus kalau Pak Malik?"

"Kenapa dengan Pak Malik?"

"Kakak beneran ada sesuatu sama beliau?"

"Sore."

Dua sosok saudara beda ayah dan ibu itu menoleh pada seseorang yang baru masuk, yang menjadi salah satu sumber masalah pertengkaran yang tak seimbang tadi. Sudah jelas tidak seimbang karena Moza telah kalah sejak awal. Siapa pun bisa melihatnya.

"Bang, enggak capek dari Belakang Padang langsung ke kantor?"

"Bang?!" Winnie tidak repot-repot menyembunyikan kekagetannya.

Ben melengkungkan alisnya menatap si kekasih. Menurutnya, Cori terlalu tenang menghadapi kekagetan Winnie. 

Cori sendiri? Ia tidak peduli. Lebih tepatnya sudah tak mau peduli dengan apa pun kata orang lain tentang dirinya dan Ben. Sebab, ada yang lebih penting dari semua itu, yaitu hubungan yang sedang Cori pupuk dan ia jaga untuk tetap mekar.

"Katanya mau dijemput. Kan Abang udah janji, Coriander." Ben mengikuti permainan Cori. 

Cori tertawa kecil. "Makasih."

"Udah siap?"

"Kerjaan aku udah selesai. Tunggu Winnie dan dua unit lagi yang belum melapor."

Bola mata Winnie bak bola ping pong melantun dari Ben ke Cori, dan dari Cori ke Ben. Gadis itu benar-benar dibuat melongo.

"Bentar-bentar. Kalian berdua ...." Winnie menunjuk tanpa malu pada dua manusia di hadapannya.

Cori paham makna tatapan Ben yang kebingungan. Maka ia dengan senang hati akan menjelaskannya.

"Winnie barusan tanya, ada apa dengan kita berdua?"

"Ooh." Ben tampak lega. Namun, ia ingin memastikan sesuatu sekali lagi pada Gadis Ketumbarnya walaupun mereka sudah memiliki kesepakatan mengenai persoalan go public. "Kamu ... nggak apa-apa dengan ini kan, Cori?" Ben tidak mau melukai gadisnya oleh sebab paling remeh sekalipun.

"Nggak apa-apa. Winnie sahabatku. Aku percaya padanya."

"Kakaaak..." Tiba-tiba Winnie merengek bak anak kecil. "Makasih udah percaya sama gue."

Cori balas mengusap lengan Winnie sekali sambil tersenyum.

"Seperti yang lo lihat dan lo dengar, Winnie. Doakan kami, ya."

Si kasir terkesiap senang. Ia pun spontan bertepuk tangan.

"Yaaay! Traktir jadian .... Traktir jadian ...." sorak Winnie spontan.

Dasar anak kecil, batin Ben sambil geleng-geleng kepala.

"Siapa yang jadian, Win?" tanya Priyono. Sekonyong-konyong Priyono masuk dan bertanya tanpa tahu apa yang terjadi. Ia langsung duduk di kursi nasabah. Kecapekkan karena baru pulang dari salah satu cabang Sejahtera Bersama di daerah Sagulung.

Ben langsung mencari mata kekasihnya. Yang ia temukan, Cori terlihat ... tidak baik-baik saja. 

"Bu Agni mana, Pak?"

"Udah langsung pulang dia. Siapa yang jadian, Winnie?" tanya Priyono sekali lagi.

"Itu lho, Pak Pri. Ada couple baru yang baru lahir di Cabang Mega Legenda!" jawabnya antusias.

"Oh, ya?" Priyono tambah penasaran. Winnie mengangguk tak kalah berkobar.

Ben kembali mencari mata kekasihnya. Si Gadis Ketumbarnya tidak mampu menyembunyikan kegetiran yang sangat kentara di bola matanya yang mulai bergetar itu. Sudah jelas Cori sedang berpura-pura baik-baik saja. Tapi apa yang terjadi?

"Berarti salah satu dari mereka harus siap-siap resign. Siapa orangnya Win?"

Winnie lagi-lagi terkesiap untuk alasan lain dan langsung melarikan matanya pada pasangan baru yang sedang bertukar pandang dalam diam. Kali ini, Winnie memutuskan untuk mengunci mulutnya rapat-rapat sampai pemberitahuan berikutnya diumumkan oleh si pemilik status baru.

"Hmm ... ada deeeh. Doain mereka langgeng ya, Pak Pri!" katanya tiba-tiba. 

***

Selama perjalanan dari kantor ke restoran Korea Myoung-Ga, Si Gadis Ketumbar diam sejuta bahasa. Bahkan hingga mereka duduk bersebelahan di salah satu meja restoran pun, Cori lebih memilih menggulir ponselnya.

Ben tahu mungkin malam ini bukan waktu yang tepat untuk mengorek isi hati kekasihnya, tapi Ben tidak tahan. Komunikasi adalah hal paling penting dalam membina sebuah hubungan. Apa lagi, hubungan yang sedang Ben rancang untuk berakhir menjadi bahagia dan susah sedih bersama selamanya sampai maut memisahkan.

Astaga. Ben yang sangat visioner!

"Cori."

"Hm."

"Kamu lagi bete. Lagi banyak pikiran, ya?"

"Pesenan kita kelamaan, Abang. Udah 15 menit," gerutu Cori. "Aku lapar."

"Maaf ya bikin kamu nunggu lama. Habisnya Abang kepengen makan jajangmyeon. Boni pamer makan jajangmyeon di Instagramnya, jadi..."

Wajah memelas Ben membuat Cori luluh dalam hitungan detik. Buru-buru Cori pamerkan senyum terbaiknya, ya meski tak semaksimal yang diinginkannya.

“Aku juga minta maaf. Lapar bikin aku bad mood. Gimana kalau kita tambah pesenan budae jjigae? Pas buat makan berdua.”

"Kamu udah pesen bibimbap, Cori. Nanti kekenyangan. Habisin satu-satu dulu."

"Iya, iya." Cori terpaksa menurut.

Ben mendengkus kecil dan mengucek puncak kepala Cori. Namun, pikiran Ben kembali ke kantor Cabang Mega Legenda. Apa karena kata-kata Priyono? Sebelumnya, mereka memang belum pernah benar-benar membahasnya. Apa jangan-jangan Cori tidak mau resign dan berakhir seperti Agni?

Bodoh kamu Ben. Ia mengumpati diri sendiri. 

Setelah sekian helaan napas kemudian, pesanan mereka datang. Ben tiba-tiba jadi tidak berselera menatap mi kenyal dan saus pasta kacang kedelai hitam itu.

"Abang kenapa? Kok nggak semangat ngaduk mi dan pastanya? Atau mau tukeran sama punyaku?"

"Coriander, kita sama sekalipun belum pernah membahas peraturan perusahaan tentang menikah dengan sesama karyawan. Kok, kamu santai aja? Aku juga salah karena enggak pernah ngungkit masalah sepenting itu. Aku egois banget."

Cori selesai mengaduk nasi campurnya dengan sempurna dan menyuapkan satu sendok penuh ke mulut Ben. Ben pasrah menerima suapan penuh cinta-nya Cori.

"Enak?"

Ben mengangguk.

"Kalau gitu, habisin dulu ya makanannya, baru kita bicara soal peraturan itu. Aku nggak bisa mikir kalau lagi lapar."

Ben membelai rambut Cori sekali. Ya. Lebih baik makan dulu. Perut kosong bikin pikiran berkelana ke mana-mana.

Dalam lima belas menit, mangkuk batu Cori licin tak bersisa, dan piring Ben hanya tersisa noda si saus hitam dari pasta kacang kedelai.

"Kamu ... makan semua sayurnya, Cori!" teriak Ben antusias.

Bibimbap itu sendiri adalah nasi campur ala korea yang terdiri dari potongan daging, telur ceplok, sayur-sayuran rebus, dan bumbu khas Korea. Dan Cori telah melahap semuanya!

"Astaga! Aku ... makan sayurnya, Abang. Kok bisa?!"

Gara-gara kepikiran Moza ini, pasti. Aku lupa kalo enggak suka sayur hijau. Sebel! dumelnya dalam hati. 

"Meski pesannya lama, aku rela bawa kamu ke sini untuk makan bibimbap lagi. Biar kamu makan sayur."

"Ogah!" Ben terkekeh dan mengucek pucuk kepala kekasihnya.

Hidangan kedua pun datang: ayam goreng khas korea dengan balutan keju mozarela yang meleleh!

"Bang."

"Hm?" Ben mengambil sepotong ayam dan meletakkannya pada piring Cori.

"Makasih. Aku udah pikirin soal resign sebelum menerima ajakan nikah Abang." Lalu Cori menggigit si ayam berkeju dan mengunyahnya dengan nikmat.

"Lalu? Apa hasilnya?"

Cori menoleh dan menatap si Mata Teduh. "Abang maunya gimana?"

"Nikahin kamu, Cori." Namun, mata Ben justru seakan-akan berkata begini, Sudah gaharu cendana pula. Sudah tahu bertanya pula.

Tatapan Ben membuat Cori tertawa. Tawa itu sempat menghipnotis Ben sepersekian detik, sejujurnya.

"Sebentar, ada sesuatu di wajah Abang."

Cori kemudian melarikan ibu jarinya untuk membersihkan sisa saus hitam di sudut bibir Ben.

Tindakan kecil itu sukses mengirim gelenyar aneh dalam dadanya, membuat detak jantung Ben berhenti mendadak hanya untuk berpacu lebih, dan lebih kencang lagi. 

Tindakan Cori membuat akal sehat Ben terdesak ke pinggir jurang. Kalau mereka bukan di restoran ... mungkin bibir itu sudah Ben ... Argh!

"Atau ... Abang aja resign dan aku tetap bekerja?"

"Gi-gimana, Cori?"

Bersambung

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
134340
635      383     3     
Short Story
"Pada suatu waktu, aku pernah menjadi bagian dari mentari..." "Aku masih akan berkeliaran di sekitarmu tanpa ada yang berubah kecuali perasaan yang dulu kusebut cinta sama seperti Pluto yang dibuang dari solar sistem dan akan selalu berputar mengelilingi matahari..."
Danau Toba and My English Man
707      431     0     
Romance
Tentang Nara dan masa lalunya. Tentang Nara dan pria di masa depan.
Kayuhan Tak Sempurna
14093      2197     1     
Romance
Sebuah kisah pemuda yang pemurung, Ajar, sederhana dan misterius. Bukan tanpa sebab, pemuda itu telah menghadapi berbagai macam kisah pedih dalam hidupnya. Seakan tak adil dunia bila dirasa. Lantas, hadirlah seorang perempuan yang akan menemani perjalanan hidup Ajar, mulai dari cerita ini. Selamat datang dalam cerita ber-genre Aceh ini
REGAN
10557      3089     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Bilik Hidup
661      448     0     
Short Story
Malam itu aku mabuk berat usai menenggak sebotol vodka dan tempe mendoan. Bersama teman lamaku, aku bercinta dengan seorang gadis yang pernah kutemui beberapa waktu silam.
The First
527      380     0     
Short Story
Aveen, seorang gadis19 tahun yang memiliki penyakit \"The First\". Ia sangatlah minder bertemu dengan orang baru, sangat cuek hingga kadang mati rasa. Banyak orang mengira dirinya aneh karena Aveen tak bisa membangun kesan pertama dengan baik. Aveen memutuskan untuk menceritakan penyakitnya itu kepada Mira, sahabatnya. Mira memberikan saran agar Aveen sering berlatih bertemu orang baru dan mengaj...
Angan di Atas Awan
1005      484     6     
Short Story
Mimpi adalah angan, manakala takdir tak merestui. Vanya hanya bisa mendekap sendu, di antara kegembiraan dua insan yang bersatu. Dan ikhlas, semudah itukah kata terucap?
BUDE-PLAKK
2311      985     12     
Romance
Sudah terbit di Berpuisi publishing 💛💛💛 Prolog 1994 adalah tahun kematian Desi Irdanti, wanita 27 tahun yang cantik dan berwawasan luas. Ia meninggal dunia setelah melahirkan buah cintanya dengan Nandito Wijaksono, seorang pria 27 tahun yang berparas manis, pintar dan sangat menyayanginya. Kehilangan Desi membuat Nandito amat terpukul, memang aneh terkadang cinta membuat...
My Hobi
299      250     0     
Short Story
cerita tentang hobi dan idolaku
Beloved Symphony | Excetra
1457      613     0     
Romance
Lautan melintang tiada tuturkan kerasnya karang menghadang.