Loading...
Logo TinLit
Read Story - Evolvera Life: Evolutionary Filtration
MENU
About Us  

Komandan berteriak, “Go! Go! Go!”

“Go! Go! Go!” Semua orang menimpali dengan semangat, lalu berlari cepat menjauh dari pintu besi. Aku juga tidak mau ketinggalan, segera melesat ke depan. Tapi Cedric menahan lenganku.

“Kenapa, Kapten?”

“Kau harus bersama kami. Kita akan bertarung beregu, ingat apa kata komandan.”

“Ba-baik, maaf, Kapten.”

“Sudahlah, ayo lari. Oh iya, satu hal, sekarang jangan panggil aku Kapten. Cukup panggil namaku.”

“Siap, Cedric.”

Aku menggeleng, dia tetap Kapten kami. Namun, dalam misi penyerangan besar ini, posisinya setara dengan kami. Freya menyela, “Iya, cepatlah. Lama-lama kebanyakan drama, ini cerita.”

Kami tertawa pelan dan berlari mengejar Freya yang lebih duluan.

“Freya, tetap di belakang, woi!” Cedric berseru tegas. Memang benar, healer seharusnya di belakang, bukan di depan.

Kami fokus berlari menuju gerbang utama. Sesampainya di sana, kami termangu—tidak, kami menatap ngeri. Darah menggenang setinggi 5 cm, potongan tubuh manusia berserakan di tanah. Ada kaki, tangan, dan kepala tanpa tubuh. Bahkan, ada tubuh yang hancur seperti dilindas truk.

“Huek.” Aku mual, pemandangan ini terlalu mengerikan. Aroma amis darah menyengat, membuatku muntah. Freya membantu menenangkan, tapi mualku tetap tidak tertahankan.

“Kemana semua musuh?” seorang petarung faksi hukum berseru.

“Rasanya ini terlalu sepi. Apa yang sebenarnya terjadi,” Cedric berbisik cemas, matanya terus mengawasi sekeliling.

“Semuanya tenang, mereka pasti masih berada di sini.”

Tiba-tiba, suara tajam memecah udara. Slash! Kepala komandan utama terlepas seketika di hadapan Freya. Dia mundur dengan wajah pucat, darah memercik ke arahnya.

“Freya, tenanglah. Rika, peluk dia dan elus tangannya,” perintah Cedric.

Aku segera memeluk Freya, mencoba menenangkan diri.

“Semuanya, merapatkan barisan! Bentuk formasi pertahanan!” Cedric berseru, mengambil alih komando.

“Triple Barrier: Barrier space Three meters.” Cedric mengucapkan perintah kekuatan. Barrier kuning yang terlihat oleh mata sangat terang, dengan tiga lapisan tebal muncul.

“Cedric, kenapa tidak membuat Barrier untuk semua pasukan?”

“Aku bukannya tidak ingin, tapi serangan tadi sangat berbahaya. Jika Barrier terlalu luas, daya tahannya akan melemah. Aku tidak bisa mengambil risiko.”

Itu masuk akal. Aku mengangguk, memahami cara kerja Barrier Cedric. Berbeda dengan tameng imajinasiku yang tidak akan pecah selama aku tetap fokus. Sekarang, aku lihat wajah Cedric yang sebelumnya percaya diri kini pucat, matanya waspada, bola matanya bergerak cepat ke segala arah.

“Cedric, apa yang sebenarnya terjadi?” Aku mencoba mencairkan ketegangan. Freya mulai membaik, wajah pucatnya perlahan hilang. Kami perlu beberapa menit untuk kembali siap bertarung.

“Aku mengenal kekuatan ini,” Cedric menjawab dengan suara serak dan berat.

“Mengenal? Maksudnya kau kenal dengan pengguna kekuatan yang memotong kepala komandan tadi?”

“Shtttt, aku tidak bisa memastikan. Jadi tolong tahan pertanyaan itu, Rika. Aku perlu konsentrasi.”

Tiba-tiba, dari bayangan muncul siluet musuh. Mereka menyerang dengan kecepatan luar biasa. Aku melihat kilatan senjata musuh yang mengarah padaku. Dengan reflek, aku mengaktifkan tameng imajinasiku, menangkis serangan pertama.

“Rika, Freya, belakangku!” Cedric berteriak, mengayunkan pedangnya, menciptakan gelombang energi yang memukul mundur musuh.

Aku dan Freya mundur, membentuk barisan pertahanan di belakang Cedric. Musuh datang dari balik kegelapan bergerombol, menyerang tanpa henti. Setiap serangan mereka lebih brutal dari sebelumnya. Suara dentingan senjata, teriakan, dan deru napas berat mengisi udara. Adrenalin memompa, membuatku tetap fokus.

Freya menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan luka kecil dan memberikan dukungan energi. Aku terus berjuang, menangkis setiap serangan yang datang.

Tiba-tiba, satu musuh berhasil menembus pertahanan dan menyerang Freya. Dengan kecepatan kilat, aku memutar tubuh, mengayunkan pedangku dan menebas musuh itu.

“Terima kasih, Rika,” kata Freya dengan suara gemetar.

Kami berjuang mati-matian, melawan musuh yang tampaknya tak ada habisnya. Setiap detik terasa seperti selamanya. Aku merasa lelah, tapi semangat untuk melindungi Luna dan temantemanku membuatku terus berjuang.

Cedric terus memimpin dengan keberanian, mengatur strategi di tengah kekacauan. Aku bisa merasakan determinasi dan kekuatannya yang tak tergoyahkan. Dia adalah pahlawan sejati, meskipun dalam situasi yang mengerikan ini.

Kami tidak tahu berapa lama lagi bisa bertahan. Tapi satu hal yang pasti, kami akan melawan sampai napas terakhir.

Di tengah kekacauan, Cedric tiba-tiba terlintas sebuah ide. Dalam sekejap, dia menghabisi dua musuh di kanannya, lalu berteriak, “Hey, prajurit di sana, lemparkan kapak itu ke sini!

Aku ingin melihatnya.” Dengan segera, seorang prajurit mematuhi dan melemparkan kapak ke udara. Cedric menangkapnya dengan mudah, tatapannya tertuju pada kapak tersebut seolah mencari sesuatu.

Aku berteriak di tengah hiruk-pikuk, “Apa yang kamu lihat, Cedric?”

Cedric menghela napas panjang, melotot kesal ke arahku. “Rika, kamu menjengkelkan kalau bertanya terus—baiklah, aku akan menjelaskan tentang seseorang itu.”

“Seseorang? Maksudnya pemilik kapak ini?” Kami terus bertarung, sesekali menghindar dan menangkis serangan musuh.

“Iya, aku kenal pemiliknya. Dia adalah salah satu ahli pemotong di satuan pemadam kebakaran pusat, dulunya kami berasal dari satu regu penyelamat yang sama saat ledakan Evolvera terjadi.”

“Lalu bagaimana kalian bisa pisah?” tanyaku sambil menebas musuh yang mendekat.

“Kami pisah saat misi terakhir kami di gedung administrasi IKN. Banyak dari kami yang tiba-tiba mati, dan hanya empat orang yang selamat dari regu itu.”

“Jadi itu adalah Cedric dan—” Freya menyela. Wajah pucatnya sudah hilang, gerakannya lincah menembakkan panah, satu demi satu musuh tumbang.

“Benar, dia orang yang ku maksud.” Cedric menoleh ke Freya. Aku membantunya berdiri.

“Lalu dua sisanya ke mana?” tanyaku, masih penasaran.

“Sejak kejadian itu, kami memutuskan untuk membiarkan gedung terbakar dan berpencar menyelamatkan orang-orang yang masih hidup.”

“Jadi kalian terpisah karena ingin menyelamatkan yang lain,” kataku sambil terus mengayunkan pedangku.

“Tapi aku tidak menyangka akan berjumpa dengannya di sini, atau mungkin tepat di depan mataku.”

Seluruh pasukan sontak terkejut melihat sosok berbadan kekar dengan kedua kapak di tangan kanan dan kiri, masih meneteskan darah segar. Pakaian hitamnya berlapis besi pelindung di setiap sendinya. Pria itu menatap tajam ke arah Cedric, matanya terlihat terang di bawah cahaya remang-remang.

“Mata itu masih sama, ya,” katanya dengan nada berat dan mencekam. Aura ungu gelap menyelimuti tubuhnya.

Aku mendengar Cedric bergumam, “Aku tidak mengira musuh itu adalah si besar badan.”

Pria itu tertawa keras. “Kau tidak berubah ya, humor lama.”

“Kau juga tidak berubah sama sekali, kecuali tatapan itu. Itu jelas tatapan pembunuh.”

“Santailah, kawan. Kau juga akan menjadi pembunuh di dunia yang kejam ini, jangan sok pahlawan.” Tatapannya seperti elang, suaranya seram semakin mendalam, tersenyum seolah menyambut hangat padahal sebaliknya.

“Lama tidak berjumpa, teman lama, Cedric.”

“Lama tidak berjumpa juga, Mark.” Cedric menjawab dengan tegas. Mereka saling menatap, Cedric mengangkat perisai kecil di tangan kiri dan sarung tangan besi di tangan kanan. Kudakudanya semakin mantap, aura kekuatan memancar dari tubuhnya.

“Cedric, kau serius ingin bertarung bersama seluruh pasukan di belakang sana?” tanya Mark.

“Tidak, kawan. Ini hanya duel kawan lama. Tertarik mencoba? Mungkin kita bisa tahu siapa yang benar antara menjadi pahlawan atau pembunuh.”

Mark tertawa lepas, suara beratnya menggelegar di antara kegelapan malam, menimbulkan efek psikologis yang menakutkan. Bulu kudukku berdiri, udara terasa lebih dingin, seolah malaikat maut berdiri di hadapan kami siap mengambil nyawa.

Mark berhenti tertawa, berseru, “Ayo, Cedric. Tunjukkan apa yang kau punya!”

Mereka bergerak cepat, saling menyerang dengan kecepatan yang menakjubkan. Cedric mengayunkan kapaknya, tapi Mark menangkis dengan mudah, membalas dengan serangan brutal. Dentingan senjata bergema, setiap pukulan dan tebasan penuh kekuatan.

Aku dan Freya hanya bisa menyaksikan dengan napas tertahan, mempersiapkan diri untuk melindungi Cedric jika keadaan memburuk. Pertarungan ini tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga pertarungan mental dan keberanian.

Cedric terus menekan, menggunakan setiap teknik yang dia kuasai. Mark, dengan pengalaman dan kekuatannya, tetap bertahan dengan mudah. Serangan mereka semakin cepat dan ganas, tanah bergetar di bawah kaki mereka.

“Ayo, Cedric! Kau bisa!” aku berseru, memberikan dukungan moral.

Cedric melompat ke udara, memutar tubuhnya dan melempar kapak yang ia ambil dengan seluruh kekuatan. Mark memutar badan menghindari lemparan dan mengambil kapaknya kembali, tetapi serangan itu cukup kuat untuk mendorongnya mundur. Keduanya terengahengah, namun semangat bertarung mereka tidak padam.

“Ayo, kawan lama. Jangan mengecewakan aku!” Mark berseru, melompat kembali ke pertarungan.

Pertarungan ini akan menentukan banyak hal—bukan hanya tentang siapa yang lebih kuat, tetapi juga tentang prinsip dan tujuan mereka.

Mark mundur menjauh dari pertempuran. Dia tertawa.

“Ini seru, perintahkan seluruh pasukanmu pergi dari area ini segera atau mereka akan ikut menemui sang pencipta.” Aura ungu gelap menyembur dari tubuh Mark, melingkupi area sejauh tiga puluh meter. Aroma amis menyebar, menembus barrier yang baru saja dipasang, melingkupi kami bertiga. Aku bisa merasakan tekanan dan bau darah yang menyesakkan dada.

“SELURUH PASUKAN FRAKSI HUKUM, SEGERA MENJAUH-SEJAUH MUNGKIN!”

Cedric berseru lantang. Mereka semua patuh tanpa protes. Jelas, mereka tahu ini bukan pertarungan yang setara bagi mereka. Di dalam hatiku, ada ketakutan dan ketegangan, tetapi aku tidak bisa menunjukkan kelemahan.

“Mungkin dua pacar mu di belakang bisa pergi juga, atau mereka akan ikut mati bersamamu,” ujar Mark dengan nada mengejek. Aku menggeleng, menunjukkan tekadku. Kami tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain dalam kondisi berbahaya.

“Baiklah, itu keputusan kalian, nona dan gadis kecil. Aku akan membiarkan kalian membantu Cedric, tetapi jika itu pun kalian berani macam-macam dengan pertarungan duel ini.” Matanya melotot ke arahku dan Freya. Aku bisa merasakan niat membunuh yang tajam dari tatapannya.

“Baiklah kita kembali ke topik, Cedric,” Mark memulai kembali.

“Aku tidak keberatan apapun peraturan yang kau buat, Mark,” balas Cedric, nada suaranya tetap tenang.

“Kau tampak meremehkan ku ya.”

“Tidak, justru aku khawatir caramu membuat peraturan malah akan merugikan dirimu sendiri,” Cedric berkata sambil tersenyum tipis. Mark tertawa mendengar hal itu. Mereka berdua seperti sahabat lama yang saling ejek, meski dalam kondisi genting seperti ini.

“Baiklah, Cedric,” Mark memasang kuda-kuda dengan mantap. Aura ungu pekat semakin menggelora dari tubuhnya, membuat udara di sekitar kami semakin berat.

Cedric berbalik, menatap serius kami berdua. “Kalian, tetaplah di dalam barrier. Mark tidak mungkin menyentuh kalian jika tidak mengganggu duel.”

“Tapi—”

“Ssst, dengar baik-baik Rika, ini bukan pertarungan kalian dan ini bukan lawan yang mudah ku kalahkan. Mungkin saja aku akan membutuhkan kalian saat terdesak,” ucap Cedric tegas. Aku mengangguk terpaksa, sadar bahwa ini bukan saatnya untuk membantah.

“Freya, kau baik-baik saja kan?” Cedric memegang bahu Freya. Wajah Freya seketika memerah seperti kepiting rebus, pandangannya bergetar terkena kontak mata.

“Iya, sudah sana cepat selesaikan, sudah malam,” jawab Freya dengan gugup. Cedric tertawa sejenak, dan aku ikut tertawa meski berusaha menahan.

Cedric kembali mengarahkan pandangan tajam ke Mark yang berdiri jauh di hadapan kami.

“Mari mulai ronde keduanya teman lama, Mark si pemotong api.”

“Kemarilah sahabat lamaku, Cedric si pelindung api,” balas Mark dengan nada menantang.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • silvius

    Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.

  • silvius

    Halo pembaca. Ini merupakan novel pertama saya. Saya sangat senang jika mendapatkan kritikan atau saran atau mungkin hal bagus yang membangun. Mari bersama membangun komunitas terbaik. Terimakasih telah membaca dan memberikan tanggapan yang jujur

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Hello, Kapten!
1694      852     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
A Poem In A Blue Day
517      383     5     
Romance
Pada hari pertama MOS, Klaudia dan Ren kembali bertemu di satu sekolah yang sama setelah berpisah bertahun-tahun. Mulai hari itu juga, rivalitas mereka yang sudah terputus lama terjalin lagi - kali ini jauh lebih ambisius - karena mereka ditakdirkan menjadi teman satu kelas. Hubungan mencolok mereka membuat hampir seantero sekolah tahu siapa mereka; sama-sama juara kelas, sang ketua klub, kebang...
Dunia Gemerlap
21991      3518     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
Gloomy
632      418     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Camelia
604      343     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Lost Daddy
5578      1323     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
HOME
342      256     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Black Roses
34334      5302     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Konfigurasi Hati
1053      623     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Under The Darkness
86      82     2     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...