Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love 90 Days
MENU
About Us  

“Lo nguping?!” tuduh cowok itu frontal, yang langsung menghentikan umpatan Ara yang sudah berada di ujung lidah.

Ara mencoba menarik lengannya, tapi sayang tenaganya kalah kuat. “Lepasin!”

“Jawab gue! Lo nguping?”

“Lo sinting? Gue baru aja keluar dari kamar mandi terus langsung lo tuduh nguping?!”

Sekali lagi Ara berusaha melepaskan diri dan kali ini cowok itu membiarkannya. “Awas kalau lo sampai ngomong macem-macem!” ancam cowok ber-hoodie putih itu seraya menatap Ara lurus-lurus.

Tak gentar dengan tatapan lawan bicaranya yang mengancam, Ara menyunggingkan senyum seringai. Menantang balik.

“Iago Kresna,” gumam Ara pelan. “Lo ternyata jauh banget dari image baik yang selama ini gue tahu.”

Iago balas menyeringai.

Ara menyipitkan mata, menatap remeh cowok di hadapannya. “Malam ini lo bikin image lo jungkir balik di mata gue.”

“Terus lo pikir gue peduli?”

Ara tak menyahut.

“Selama lo nggak nyebarin apa yang lo denger tadi, lo aman.”

“Gue bilang—”

Iago cepat-cepat membungkam mulut Ara dengan tangan. “Gue cuma minta itu,” geramnya. Lalu Iago menarik tangannya, mundur beberapa langkah, dan membungkuk sopan ala kesatria berkuda putih. “Selamat malam, Arabella.”

Ara mematung, membiarkan Iago berjalan menjauh dengan lagak tanpa dosa. Sebelum benar-benar hilang dari pandangannya, Ara sempat melihat cowok itu menarik sepasang stik drum dari balik hoodie-nya.

“Kok dia bisa tahu nama gue?” Ara nyengir kebingungan.

*

 

Rasa dongkol masih bercokol di dada Ara sekalipun dia sudah kembali bergabung bersama teman-temannya. Hari ini, entah dosa apa yang dilakukanya, rasa-rasanya semua tidak berjalan sesuai dengan kemauannya. Dimulai dengan ramalan Madam Maris, kemudian Iago. Setelah ini, apa lagi?

Ck, semua itu benar-benar menjengkelkan!

Tiba-tiba Ara merasakan kepalanya dipukul lagi. “Eaaa, ngelamunin apa lo?” Dion cengengesan seraya memainkan lightstick berbentuk palu yang dipegangnya.

Ara mendengus kesal, tapi dia kehilangan selera untuk marah.

“Muka lo kusut banget habis balik dari kamar mandi,” komentar Vika dengan tatapan menyelidik. “Lo kesambet setan tisu toilet?”

“Setan tisu toilet?” Kening Monic berkerut dalam.

“Iya, kan tisu toilet kusut, kayak mukanya Ara,” jelas Vika yang disambut oleh tawa terbahak-bahak Dion.

Mendengar ocehan teman-temannya, Ara hanya mendesah pelan. Biasanya dia akan langsung membalas, tapi tak tahu kenapa kali ini rasanya malas sekali untuk menanggapi.

Hendra yang berdiri agak jauh dari Ara, kini mendekatinya. “Lo kenapa, Ra? Nggak enak badan? Mau gue anterin pulang?”

Ara mengembus napas lega. Merasa senang karena Hendra sudah ber-lo-gue. “Nggak, gue nggak apa-apa kok. Cuma kayaknya otak gue agak geser gara-gara keseringan dipukulin Dion pake palu.”

“Ntar gue bales pukul kepalanya Dion pakai godam beneran,” balas Hendra. Tangan cowok itu mengelus-elus kepala Ara dengan lembut.

Sesaat, suasana terasa hening meski di sekeliling mereka berisik oleh suara yang berasal dari seorang cowok yang menyanyikan lagu She Looks So Perfect dengan pelafalan yang pas-pasan.

“Ehm, kenapa kalian nggak jadian aja sih?” tanya Brian memecah diam di antara mereka berenam.

“Gue sih mau, Ara-nya yang nggak mau,” jawab Hendra terang-terangan yang sontak membuat pipi Ara bersemu merah. Untung saja langit sudah gelap, jadi tidak ada yang tahu.

“Kadang tuh ngelihatin kalian bikin iri,” gumam Monic. “Belum jadian, tapi berasa sweet banget. Kayak di drakor-drakor yang PDKT-nya tarik-ulur gitu.”

Vika seketika merespons, “Tarik-ulur? Emang benang layangan?”

“Lebih mirip senar pancing sih daripada layangan,” timpal Dion.

Ara menyilangkan tangan di dada. “Kenapa dari tadi gue diolok-olok terus sih?” protesnya sebal, suasana hatinya bertambah jelek.

Monic yang tanggap akan perubahan mood sahabatnya langsung mengambil tindakan. “Eh, kita ke sana, yuk! Biar jelas nontonnya,” ajaknya pada Brian, menyeret cowok itu ke bagian depan kerumunan.

“Kita ikutan juga, yuk!” Vika ikut-ikutan menyeret Dion menjauhi Ara dan Hendra.

Ara tak bereaksi apa-apa, dia masih kikuk ditinggal berdua dengan Hendra. Namun, di saat-saat mati kutu seperti ini, bayangan Iago menyelamatkannya. Kalau tidak salah Iago sekelas dengan Hendra dan Brian.

“Hen, lo sekelas kan sama Iago?” tanya Ara tiba-tiba.

Hendra bengong sejenak sebelum akhirnya mengangguk.

“Iago itu anaknya kayak gimana?” tanya Ara lagi, yang otomatis membuat lawan bicaranya mengerutkan kening. “M-maksud gue dia itu bawel atau pendiam atau gimana gitu?” lanjut Ara memperjelas pertanyaannya.

Rasa tidak nyaman menyergap Hendra, akan tetapi dia berusaha untuk bersikap wajar. “Iago sama kok dengan yang diberitakan. Pintar, tajir, dan tertutup. Dia nggak terlalu punya banyak teman.”

“Kalau pacar?”

“Setahu gue sih nggak punya. Kayaknya dia lebih suka sendirian.”

“Mirip biji monokotil dong,” anggap Ara, mencoba berseloroh.

Hendra tersenyum miring, semakin merasa tidak nyaman dengan topik obrolan mereka. “Kenapa emangnya? Tumben-tumbenan lo tanya soal cowok.”

“Nggak. Bukan gitu. Jangan mikir yang aneh-aneh.” Ara mengibas-ngibaskan tangannya. “Gue cuma kaget aja dia bisa main drum.”

Sebelah alis Hendra naik. “Oh....” Namun masih saja ada sesuatu yang mengganjal di dadanya.

“Eh, kita susul yang lain, yuk!” ajak Ara. Tanpa basa-basi, dia menggandeng tangan Hendra dan menariknya membelah kerumunan demi mendapatkan posisi paling depan.

Sementara itu, Hendra yang merasakan genggaman Ara merenggang karena padatnya kerumunan, memilih untuk mengeratkan genggamannya pada tangan cewek itu. Hendra mengabaikan benaknya yang terus-terusan berprasangka, Lo naksir Iago, Ra?

*

 

Serunya festival membuat Ara lupa pada semua hal tidak mengenakkan yang dialaminya tadi. Sampai tiba saatnya Valhalla, band dari sekolahnya, tampil. Gebukan drum mengawali penampilan mereka. Ya, si pemain drum alias Prince tengah unjuk kemampuan bersolo drum. Mulanya terdengar aneh di telinga, membuat para penonton bertanya-tanya lagu apa yang akan mereka bawakan.

Lalu, setelah gebukan menggila itu berhenti, suara petikan gitar mulai terdengar yang diikuti dengan suara merdu Roni, sang vokalis.

 

I can feel her breath

As she’s sleeping next to me

Sharing pillows and cold feet

 

Tak butuh ajakan untuk membuat siapa saja yang hadir turut bernyanyi, termasuk Ara. Semua tampak menikmati, membiarkan lagu itu menghanyutkan mereka.

Sebelumnya lagu Like We Used To milik A Rocket to the Moon ini terdengar biasa saja, tapi entah kenapa kali ini terdengar begitu menyentuh.

“Gila, keren abis!” teriak Vika begitu lagu selesai.

Sedangkan Monic hanya bisa teriak-teriak tak karuan saking senangnya.

Ara melompat-lompat agar banner bertuliskan SMA Ventura di tangannya terlihat. “Uwooo! Sumpah kalian keren abis!” teriaknya tak mau kalah. Ara tersihir. Dia lupa akan peringatan Madam Maris, juga kejadian tidak menyenangkan di koridor tadi. Hatinya hanya dipenuhi kebahagiaan yang mungkin saja merupakan kebahagiaan terakhirnya.

Setelah mempersembahkan tiga lagu, para personel Valhalla bergandeng tangan dan membungkuk sebagai bentuk ucapan terima kasih. Dan meski dari kejauhan, Ara bisa merasakan bila ada sepasang mata yang menyorotnya tajam.

Prince.

Amarah di dada Ara seketika mendidih. “Gue benci lo, Iago!” sumpahnya pelan.

*

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
It Takes Two to Tango
485      358     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Penantian
4612      1998     16     
Romance
Asa. Jika hanya sekali saja, maka...
Vampire Chain
2127      890     4     
Fantasy
Duniaku, Arianne Vryl Berthold adalah suatu berkah yang penuhi cahaya. Namun, takdir berkata lain kepadaku. Cahaya yang kulihat berubah menjadi gelap tanpa akhir. Tragedi yang tanpa ampun itu menelan semua orang-orang yang kusayangi lima belas tahun yang lalu. Tragedi dalam kerajaan tempat keluargaku mengabdi ini telah mengubah kehidupanku menjadi mimpi buruk tanpa akhir. Setelah lima bel...
Unforgettable
597      422     0     
Short Story
Do you believe in love destiny? That separates yet unites. Though it is reunited in the different conditions, which is not same as before. However, they finally meet.
Too Sassy For You
1623      746     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
Once Upon A Time
426      292     4     
Short Story
Jessa menemukan benda cantik sore itu, tetapi ia tak pernah berpikir panjang tentang apa yang dipungutnya.
MANTRA KACA SENIN PAGI
3878      1423     1     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu
Bismillah.. Ta\'aruf
852      535     0     
Short Story
Hidup tanpa pacaran.. sepenggal kalimat yang menggetarkan nurani dan menyadarkan rasa yang terbelenggu dalam satu alasan cinta yang tidak pasti.. Ta\'aruf solusi yang dia tawarkan untuk menyatukan dua hati yang dimabuk sayang demi mewujudkan ikatan halal demi meraih surga-Nya.
Last October
1999      827     2     
Romance
Kalau ada satu yang bisa mengobati rasa sakit hatiku, aku ingin kamu jadi satu-satunya. Aku akan menunggumu. Meski harus 1000 tahun sekali pun. -Akhira Meisa, 2010. :: Terbit setiap Senin ::
Merayakan Apa Adanya
1061      790     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.