Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ibu Mengajariku Tersenyum
MENU
About Us  

"Ya, Allah! Apa ini?" 

Teriakan histeris pecah dari dapur warung nasi pinggir jalan saat matahari tengah menjulang tinggi di langit. Ibu warung, Nyonya Siti, kaget luar biasa melihat Puspa berlutut di lantai dengan pisau dapur di tangan. Darah mulai membasahi pergelangan tangannya.

“Oalah, Puspa! Aku minta bantu-bantu masak, kok malah jadi begini?” tanya Bu Siti yang hanya dijawab dengan kebisuan Puspa yang hanya termangu. Kedua mata perempuan muda berusia 20 tahun itu sudah basah dengan tangis tanpa suara.

Dalam kepanikan, Bu Siti segera membungkus luka dengan kain bersih dan melarikan Puspa ke rumah sakit terdekat, tepatnya Rumah Sakit Jiwa. Bu Siti menganggap itu tempat yang tepat untuk mengobati luka di pergelangan tangan Puspa serta yang tertoreh di kalbunya. 

Bu Siti sendiri sebenarnya tidak tahu apa yang sudah terjadi pada Puspa sebelumnya. Perempuan cantik itu datang ke warung beberapa hari lalu untuk berteduh dari hujan. Keadaannya sangat memprihatinkan. Lemah, kedinginan, dengan dandanan yang tak terurus. Karena iba, Bu Siti memberi Puspa makan dan tempat menginap. 

Sepanjang hari, tamu tak diundang itu diam saja. Untunglah, saat ditanya nama, dia menuliskan nama lengkapnya, Puspa Dewi Ratna. Namun, ketika Bu Siti menanyakan asal dan alasan pergi sendirian, Puspa hanya menangis. Sejak itu, Puspa semakin murung dan tertutup. Puncaknya, kehebohan siang itu yang membuat Puspa dibawa ke RSJ Jaya Manah.

Di sana, Puspa langsung ditangani oleh Profesor Wijaya, sang psikiater terkenal sekaligus pemilik rumah sakit tersebut. Profesor separuh baya bertubuh berisi itu dengan cermat membersihkan luka Puspa dan menjahitnya dengan hati-hati. 

"Syukurlah, lukanya tidak dalam. Tampaknya, Puspa melukai diri dengan ragu-ragu," ujar profesor kemudian kepada Bu Siti. “Berhubung Bu Siti sendiri tidak tahu asal-usul gadis ini, biarlah dia dirawat di sini dulu. Sebagaimana motivasi Ibu memilih membawanya ke rumah sakit ini, kami akan berusaha menyembuhkan luka batinnya, sambil melaporkan ke polisi. Siapa tahu, ada sanak keluarganya yang mengenali.” 

Sepeninggal Bu Siti, Profesor Wijaya tidak bisa mengabaikan pandangannya yang penuh tanda tanya. Beliau memperhatikan garis wajah Puspa yang terlihat lelah, tetapi tidak tampak seperti usai bekerja keras. Begitu pun kondisi kulit wajahnya yang halus bersinar untuk ukuran seseorang yang jarang merawat diri seperti keterangan Bu Siti. Juga, rambut Puspa yang lembap bercahaya.

Tiba-tiba, Puspa merasa mual. Buru-buru Profesor Wijaya mengambilkan baskom. Namun, tidak ada apa pun yang keluar dari mulut Puspa. Reflek, Puspa meremas perut. Dengan hati-hati, Profesor Wijaya bertanya, "Puspa, kamu hamil?” 

Puspa menatap profesor dengan pandangan penuh ketakutan. Dia ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Profesor pun menghubungi rumah sakit terdekat dan mengutus salah satu perawatnya untuk mendampingi Puspa memeriksakan kandungan.

***

Sepanjang masa kehamilan, sudah berkali-kali Puspa terpikir untuk mengenyahkan makhluk di rahimnya. Namun, dia tidak tahu caranya. Melukai diri saja dia gagal. Bagaimana lagi melenyapkan nyawa yang masih bersembunyi dalam perut?

Mengalami banyak ketakutan dan kebingungan membuat Puspa tidak tahu harus melakukan apa. Bayang-bayang kehadiran makhluk mungil tanpa daya dan penuh kebutuhan membuat semuanya terasa semakin sulit bagi Puspa. 

Dia merasa tidak mampu memberi dukungan pada anaknya saat dia sendiri sedang berjuang melawan perasaan tak terkendali, sebuah hasil dari perjuangan batin yang tak terbayangkan. Menyadari sang bayi akan tumbuh tanpa ayah, tentu akan membuatnya diliputi perasaan tidak aman dan kesepian yang bisa merobek hati.

Apa lagi, ketika kontraksi rahim yang menderanya terus meningkat intensitas dan frekuensinya. Puspa berjuang keras melawan kehendak tubuh yang sedang mempersiapkan diri mengantarkan bayi ke dunia fana. Batinnya memberontak antara melepaskan atau menahan.

Puspa tahu betul kecamuk kesedihan dan rasa putus asa saat tidak diinginkan, ditinggalkan, dan terluka oleh orang-orang di sekitarnya. Semua perasaan itu kembali menghantam luka-luka lama yang belum sempat sembuh. Bukankah lebih baik dirinya seorang yang menolak kehadiran si bayi, daripada nanti terlanjur dunia nan luas ini yang melakukannya?

Para perawat RSJ sudah menyiapkan satu ruangan untuk membaringkannya. Dokter kandungan yang selama ini memantau perkembangan kehamilan Puspa dan katanya dulu mahasiswa sang profesor pun segera sigap menangani. 

Puspa masih teringat ketika mencuri dengar sang dokter bertanya pada perawat pendamping Puspa tentang suami atau kerabat Puspa. Apakah di saat-saat seperti ini memang tidak bisa dilalui sendirian? pikir Puspa kalut.

Seiring dengan semakin hebatnya kontraksi, sakit punggung mulai menjalar bersama perubahan postur tubuh dan tekanan di daerah pinggang Puspa. Tekanan kuat menghujam di dalam panggul akibat sang janin bergerak turun mencari jalan. Bagian itu terus meregang dan menekan, mengirimkan rasa ketidaknyamanan yang sangat.

“Dorong, Bu! Jangan ditahan! Satu, dua, dorong!” ucap sang dokter memberi aba-aba.

Apa jadinya jika kudorong terus? Ini sudah sangat sakit. Jika kutambah lagi, tubuhku akan robek! jerit Puspa dalam hati.

“Nekat aja, Bu! Dorong sekuatnya! Ambil napas panjang, dorong!” tambah bu dokter terus menyemangati.

Ya, aku nekat saja. Apa gunanya hidup? Biar badanku sobek. Biar si bayi jatuh. Biar kami pergi dari dunia ini. Toh, tidak ada yang menginginkan kami, cetus batin Puspa.

Puspa menarik napas sepanjang mungkin dan mengembuskannya lewat mulut sambil mendorong terus sekuat tenaga agar seluruh isi perut termuntahkan keluar. Dia sudah tak peduli lagi dengan segala rasa sakit yang menyayat. Puspa hanya ingin segera melepas jiwanya dari raga.

Satu embusan itu dikeluarkannya tanpa putus. Tak ada lagi tarikan. Semua harus keluar, keluar! Segenap emosi Puspa tumpah bersamanya. Hingga samar-samar terdengar erangan lemah di bawah sana, Puspa terus berusaha meluapkan segala rasa melalui celah rongga mulutnya yang membuka lebar.

“Sudah, Bu! Cukup! Bayinya sudah keluar. Ganteng, sehat,” cetus sang dokter berusaha menyadarkan. Beliau memberi isyarat perawat agar membersihkan tanpa berkomentar tentang muncratan berlebih dari rahim Puspa yang membasahi lantai.

Puspa tertegun. Sosok mini itu berhenti merengek begitu ditengkurapkan ke dadanya. Isapan jempol sang bayi perlahan terlepas dan sang bayi mulai merambat ke sisi dada Puspa. Salah satu perawat datang mengajarkan cara menyusui, sebuah pengalaman ajaib yang membuat Puspa ingin terus menjadi ibu. 

Perempuan itu merasa begitu berharga saat melihat bagaimana sang bayi sangat membutuhkan. Tubuhnya bagai magnet yang membuat sang bayi tenang. Pelukan dan belaiannya mampu mengusir kegelisahan si kecil. Serta-merta, segala kegundahan Puspa pun hilang. 

Seorang bayi telah lahir di tengah gelapnya perjalanan batin sang ibu,  menyergapkan berjuta rasa cinta hanya dengan tangisnya. Puspa jadi ingin terus melindungi sang makhluk polos dalam dekapan, itu saja yang akhirnya merajai pikiran.

Profesor Wijaya tertegun sekaligus gembira mendengar tangisan pertama itu dari ruang kerja. Begitu diizinkan, beliau datang menjenguk dan menggendong bayi mungil itu. Sejenak diamatinya wajah lembut sang bayi yang tertidur lelap. 

Beliau memikirkan bagaimana selama ini telah melaporkan ke kepolisian dan mengumumkan keberadaan Puspa melalui aneka media surat kabar dan radio. Beberapa orang datang memastikan, tetapi tak ada satu pun yang mengenali Puspa.

Profesor mencium kening bayi itu, kemudian bertanya, “Apakah Ibu Puspa sudah menyediakan nama untuknya?”

Puspa menggeleng lemah. 

Profesor terus menimang bayi itu dalam dekapan seraya berkata, “Boleh saya yang memberinya nama?”

Puspa mengangguk.

“Namanya Jaya Amanah Putra,” ucap sang profesor sambil tersenyum melihat ekspresi menggemaskan si bayi yang sedang menguap, “Jika Ibu Puspa izinkan, saya akan menanggung biaya hidupnya hingga kalian bisa berkumpul kembali dengan keluarga.”

Dengan mata berkaca-kaca seakan-akan menyampaikan terima kasih, Puspa mengangguk setuju.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SEBUAH KEBAHAGIAAN
579      447     3     
Short Story
Segala hal berkahir dengan bahagia, kalau tidak bahagia maka itu bukanlah akhir dari segalanya. Tetaplah bersabar dan berjuang. Dan inilah hari esok yang ditunggu itu. Sebuah kebahagiaan.
Diary Ingin Cerita
3526      1691     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Mesin Waktu Ke Luar Angkasa
198      168     0     
Romance
Sebuah kisah kasih tak sampai.
Merayakan Apa Adanya
655      451     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Mapel di Musim Gugur
469      334     0     
Short Story
Tidak ada yang berbeda dari musim gugur tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali senyuman terindah. Sebuah senyuman yang tidak mampu lagi kuraih.
Catatan Takdirku
1691      927     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
[END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
1808      813     5     
Action
Bagaimana jika seorang karyawan culun tiba-tiba terseret dalam peristiwa besar yang mengubah hidupnya selamanya? Itulah yang dialami Maya. Hari biasa di kantor berubah menjadi mimpi buruk ketika teror bom dan penculikan melanda. Lebih buruk lagi, Maya menjadi tersangka utama dalam pembunuhan yang mengejutkan semua orang. Tanpa seorang pun yang mempercayainya, Maya harus mencari cara membersihka...
Dominion
262      205     4     
Action
Zayne Arkana—atau yang kerap dipanggil Babi oleh para penyiksanya—telah lama hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Perundungan, hinaan, dan pukulan adalah makanan sehari-hari, mengikis perlahan sisa harapannya. Ia ingin melawan, tapi dunia seolah menertawakan kelemahannya. Hingga malam itu tiba. Seorang preman menghadangnya di jalan pulang, dan dalam kepanikan, Zay merenggut nyawa untuk p...
Pelukan Ibu Guru
607      457     0     
Short Story
Kisah seorang anak yang mencari kehangatan dan kasih sayang, dan hanya menemukannya di pelukan ibu gurunya. Saat semua berpikir keduanya telah terpisah, mereka kembali bertemu di tempat yang tak terduga.
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
406      336     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...