Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ibu Mengajariku Tersenyum
MENU
About Us  

"Begini, Jay. Pak Atma ini, kadang-kadang aku temukan lagi melamun, gitu. Pas aku tegur, katanya memang lagi ada pikiran. Aku tanya-tanya, kaya susah gitu, keluar ceritanya. Jadi, aku saranin bicara sama kamu aja,” jelas Bayu.

“Oh,” sahut Jaya mengangguk-angguk.

“Eh, iya, Mas Jaya. Saya sebenarnya sejak beberapa hari lalu pengin daftar konseling. Cuma, saya kan, bukan seorang ibu ataupun anak," ungkap Pak Atma setengah bercanda. 

Jaya tertawa kecil. “Ya, enggak apa-apa dong, Pak. Ilmu saya kan, bisa diterapkan ke seluruh jenis manusia,” gurau Jaya, “Kebetulan, hari ini saya tidak ada jadwal. Kita langsung ke ruangan saya setelah ini?”

Pak Atma menatap Jaya dengan keterkejutan, lalu mengangguk setuju. "Wah! Terima kasih, Mas Jaya. Anda memang baik sekali, seperti ….”

“Seperti Bapak Peri!" cetus Bayu. 

Pak Atma sedikit kaget, kemudian tersenyum menyambung dengan agak geli, "Ya, ya. Bapak Peri."

Jaya pura-pura mencibir sambil melotot ke Bayu. "Kamu tuh, ya, ada aja komennya," tandas Jaya, "Yuk, Pak! Kita ke ruangan saya sekarang?"

Pak Atma mengangguk cepat. Beliau membersihkan tangan dengan tisu kemudian segera bangkit pamit ke Bayu. 

***

Tabiat yang mendalam dalam hidup manusia seringkali membawanya pada kisah-kisah yang tak pernah terungkap, begitu juga dengan Pak Atma. Senyum ramah dan terbuka Jaya saat membuka pintu ruang praktik dan mempersilakan masuk, terasa belum cukup meredakan kegundahan hati beliau.

Jaya membuka sebagian tirai jendela dan menyalakan pendingin ruangan di suhu normal untuk menambah kenyamanan. Jaya duduk di kursinya diikuti Pak Atma. Dengan senyum yang menenangkan, Jaya pun membuka pembicaraan.

"Silakan, Pak Atma. Bagaimana saya bisa membantu Anda?" tanya Jaya penuh perhatian.

Pak Atma dengan perasaan yang terang-terangan akhirnya berani berkata, "Mas Jaya, saya ingin berbicara tentang masa lalu. Tentang seseorang yang pernah sangat saya cintai. Namun, saya meninggalkannya begitu saja dalam keadaan dirundung kesedihan. Rasa bersalah ini terus menghantui di sepanjang sisa usia saya."

Jaya mengangguk-angguk pengertian sambil menyimak. Dia kemudian bertanya lembut, "Seseorang yang sangat Bapak cintai? Seorang perempuan?"

Pak Atma mengangguk, matanya terlihat berkilau saat menceritakan kenangan-kenangan indahnya bersama pujaan jiwa, “Setiap pagi, kami suka berjalan-jalan di taman. Berbincang tentang harapan dan mimpi, merencanakan masa depan yang cerah bersama. Keceriaan di pagi itulah yang membuat saya selalu bersemangat menjalani hari.”

Jaya yang mendengar cerita itu merasa iba, lantas kembali bertanya, "Lalu, apa yang membuat Anda meninggalkannya, Pak Atma?"

Pak Atma menarik napas dalam-dalam, seakan-akan mengumpulkan segenap kekuatannya untuk bertutur, "Saat itu, saya masih muda dan tidak punya apa-apa. Saya bingung di tengah banyak tekanan. Saya sebenarnya tidak ingin meninggalkannya. Justru, dia yang pergi sebelum saya meminta maaf."

Jaya mencoba memberikan dukungan dengan mengelus punggung tangan Pak Atma. "Pak Atma, masa lalu adalah sesuatu yang tidak bisa kita ubah. Yang bisa kita lakukan adalah berusaha membuat masa kini dan masa depan menjadi lebih baik. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk berdamai dengan itu," ujarnya sungguh-sungguh.

Pak Atma mengangguk. Beliau kemudian lanjut bertanya hati-hati, “Menurut Mas Jaya, apakah aman jika saya berusaha membina hubungan lagi dengan dia?”

Jaya mengambil napas dalam-dalam hingga akhirnya memaparkan, “Ini keputusan sulit, Pak Atma. Cobalah pertimbangkan dengan matang apakah Anda benar-benar siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi? Bagaimana perasaannya? Apakah beliau sudah memiliki pasangan? Jika Anda yakin ini adalah yang Anda inginkan dan situasinya memungkinkan, Anda bisa berbicara jujur padanya dan siap menerima apa pun respons dan akibatnya.”

Pak Atma mengangguk lega.

***

“Jadi, Ibu mau mendengarkan musik yang mana hari ini?” tawar Jaya di dalam kamar sang bunda.

Puspa bergeming, tak memberi reaksi apa pun. Jaya mencoba berinisiatif mencari di ponsel beberapa musik instrumental yang mungkin cocok untuk ibunya. Pilihan Jaya jatuh kepada suara kicauan burung. Dia menyetel volume agar bisa didengarkan bersama.

Perlahan, Puspa menoleh ke Jaya dan tersenyum. Beliau bangkit dari duduk menuju nakas di sebelah ranjang. Beliau mengambil Alquran dari jajaran buku di sana, lalu menunjuk telinga. Jaya berusaha sigap menanggapi, “Ibu mau mendengarkan bacaan Alquran?”

Puspa mengangguk. Jaya pun mengunduh aplikasi dan mengaturnya agar dapat memperdengarkan isi Alquran selama 30 menit, dimulai dari surat pertama. Jaya terharu menyaksikan Puspa tampak hanyut dengan lantunan ayat-ayat suci yang memenuhi seluruh sudut ruangan. 

Serta-merta, Jaya merasa canggung begitu menyadari selama ini jarang berinteraksi dengan Alquran. Tak banyak aturan dalam agamanya yang dia pahami dan amalkan. Hanya salat lima waktu yang hingga kini dijaga betul oleh Jaya, hasil didikan Profesor Wijaya. 

Jaya meraih Alquran yang terletak di meja dan membukanya perlahan. Dia melirik bacaan Alquran di ponselnya sudah sampai mana, dan mencocokkan dengan lembaran Alquran di tangan. Jaya berusaha menyimak meskipun tidak paham artinya. Puspa melirik aksi Jaya dan tersenyum simpul.

Begitu suara merdu itu berhenti. Jaya tersadar akan tugasnya. Dia mengembalikan kitab itu dan duduk di sebelah Puspa. Dengan penuh kasih, Jaya menegur, “Bagaimana, Bu, perasaannya saat mendengarkan lantunan Alquran?”

Puspa mengangguk pelan, senyuman kecil menghiasi wajahnya yang tenang. Jaya memandang Puspa dengan penuh kelembutan dan menggenggam tangan beliau. Sorot mata Puspa mengisyaratkan rasa syukur yang mendalam. 

Jaya kemudian berkata, “Sekarang, kita akan melanjutkan perjalanan menuju kesembuhan bersama, ya. Berikutnya, kita akan mencoba sesi terapi kognitif perilaku.”

Puspa menatap Jaya dengan ekspresi penasaran. Jaya pun melanjutkan keterangannya dengan riang. “Terapi ini akan membantu kita memahami dan mengubah pola pikir dan perilaku yang mungkin selama ini menghambat. Sesi ini berfokus pada mengidentifikasi pemikiran negatif dan mencoba menggantinya dengan pemikiran yang lebih positif.”

Puspa hanya menghela napas pelan dan mengalihkan pandangan. Jaya memperpendek jarak duduknya dengan Puspa, untuk memastikan suaranya tetap terdengar jelas. Jaya kemudian membujuk. 

“Mari kita mulai dengan mencoba mengenali pemikiran yang mungkin pernah muncul dalam benak Ibu. Apakah ada hal khusus yang sering membuat Ibu khawatir atau sedih?”

Puspa menatap lantai sebentar sebelum bahunya mengedik kecil. 

Jaya tersenyum optimis dan berkomentar, “Bagus, Ibu sedang membantu kita memulai, ya. Sekarang, apakah Ibu mau mencoba menuliskan pemikiran-pemikiran tersebut di kertas? Ini akan membantu kita berdua lebih memahaminya.”

Puspa mengangguk setuju dan mulai menulis dengan pena yang disodorkan Jaya. Puspa menorehkan beberapa kalimat yang mencerminkan beban emosional yang selama ini dirasakan. Awalnya ragu-ragu, tetapi semakin lama bertambah lancar, hingga kertas itu penuh. 

Jaya membacanya satu per satu. Ada kalimat "Saya tidak berguna", "Semua orang membenciku", "Saya tidak layak mendapatkan cinta", "Ini semua salahku", "Saya selalu membuat masalah", "Saya tidak akan pernah bahagia lagi", "Tidak ada yang peduli dengan saya", "Saya tidak bisa percaya pada siapa pun", dan kalimat-kalimat lain yang bernada serupa.

Jaya merasa prihatin dan terharu membaca tulisan-tulisan itu. Sekuat tenaga, dia mengerahkan segala pengetahuan dan keahliannya untuk menyikapi setiap tulisan Puspa yang telah tergores.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Yang Tertinggal dari Rika
3201      1293     11     
Mystery
YANG TERTINGGAL DARI RIKA Dulu, Rika tahu caranya bersuara. Ia tahu bagaimana menyampaikan isi hatinya. Tapi semuanya perlahan pudar sejak kehilangan sosok paling penting dalam hidupnya. Dalam waktu singkat, rumah yang dulu terasa hangat berubah jadi tempat yang membuatnya mengecil, diam, dan terlalu banyak mengalah. Kini, di usianya yang seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, Rika ju...
ZAHIRSYAH
6748      1985     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
Flyover
460      332     0     
Short Story
Aku berlimpah kasih sayang, tapi mengapa aku tetap merasa kesepian?
Dark Fantasia
5289      1556     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
The Truth They Lied About
183      117     1     
Mystery
When 29-year-old Lila dies in her sleep from a preventable illness, her parents are left reeling. Not just from grief, but from the shocking discovery that they never truly knew her as their daughter. The Truth They Lied About is a profound, emotionally charged novel that uncovers the invisible battles of a young woman named Lila, a beloved daughter, dutiful citizen, and silent sufferer, who ...
Kekasih Sima
343      222     1     
Short Story
Sebenarnya siapa kekasih Sima? Mengapa bisa selama lima tahun dicampakkan membuat Sima tetap kasmaran, sementara orang-orang lain memilih menggila?
OF THE STRANGE
1124      611     2     
Science Fiction
ALSO IN WATTPAD @ROSEGOLDFAE with better graphics & aesthetics! Comment if you want this story in Indonesian New York, 1956 A series of mysterious disappearance baffled the nation. From politicians to socialites, all disappeared and came back in three days with no recollection of what happened during their time away. Though, they all swore something attacked them. Something invisible...
Untold
1404      649     4     
Science Fiction
Tujuh tahun lalu. Tanpa belas kasih, pun tanpa rasa kemanusiaan yang terlampir, sukses membuat seorang dokter melakukan percobaan gila. Obsesinya pada syaraf manusia, menjadikannya seseorang yang berani melakukan transplantasi kepala pada bocah berumur sembilan tahun. Transplantasi dinyatakan berhasil. Namun insiden kecil menghantamnya, membuatnya kemudian menyesali keputusan yang ia lakukan. Imp...
Surat untuk Tahun 2001
5773      2272     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
When I\'m With You (I Have Fun)
677      392     0     
Short Story
They said first impression is the key of a success relationship, but maybe sometimes it\'s not. That\'s what Miles felt upon discovering a hidden cafe far from her city, along with a grumpy man she met there.