Loading...
Logo TinLit
Read Story - In Her Place
MENU
About Us  

Ia tak mungkin tega mengatakan hal yang sebenarnya, lalu melihat mereka menyesali kesalahan yang telah membuat ia terjebak dalam tipu dayanya sendiri. Walau bagaimanapun, kedua saudara palsunya itulah yang telah membantunya keluar dari kesulitan hidup; membantunya menemukan makna baru dalam masa pendewasaan; membantunya mewujudkan semua keinginan juga cita-cita yang―bahkan tak pernah terpikir sebelumnya. Lalu Rei menyerah, ia pun berlalu dari masa lalu dan kembali bertekad untuk mempertahankan semua ini sesempurna mungkin.

Hari minggu yang melelahkan menyapa mereka ketika kembali ke rumah setelah liburan yang cukup mengesankan. Kini saatnya berurusan dengan sekolah. Rei mendapat predikat yang cukup lumayan untuk masuk di SMA Negeri 1. Ia berhasil melewati tiga hari masa orientasi yang cukup melelahkan, menyebalkan dan hampir saja membuat ia latah―memukuli kakak seniornya yang bersikap kurang ajar padanya―memperlakukannya seolah-olah ia perempuan yang tak punya prinsip.

Seorang guru mata pelajaran fisika yang akrab dipanggil Bu Saragih―dan sekaligus sebagai wali kelasnya―memberlakukan peraturan tempat duduk. Rei ditempatkan di bangku paling belakang karena tinggi badannya yang membuat ia harus menjadi siswa yang mengalah. Tempat duduk yang paling tak ia sukai. Orang yang duduk di belakang biasanya cenderung terbelakang, identik dengan murid pemalas yang tak tahu apa-apa selain tertawa keras-keras, mencontek dan sekaligus meja yang paling cocok untuk tidur saat mendapati pelajaran yang membosankan.

Jika disuruh memilih, ia akan minta duduk di bagian tengah barisan, atau depan adalah pilihan yang tidak terlalu buruk. Para guru akan lebih mudah mengingat wajah serta namamu jika kau duduk di barisan depan. Dan bersiap-siaplah untuk menjadi orang pertama yang ditunjuk maju ke depan saat menyelesaikan soal.

Langit, sahabatnya yang baru ia kenal lewat kompilasi dusta-dustanya menjadi teman pertama di sekolah yang sama. Ia sedikit terkejut saat mengetahui Langit adalah sahabat Ema yang tergolong pintar meski dalam segi perekonomian keluarga Langit berada di kelas menengah. Meski hingga sekarang cowok itu masih di bawah pengawasan Rei, tidak ada hal yang krusial mengenai perubahan identitas dirinya di mata Langit. Setidaknya itu yang Rei perhatikan. 

Jam istirahat pertama menjadi momen menyenangkan bersama Langit. Mereka duduk di kantin, terhanyut dalam pembicaraan heboh. Dari arah pintu masuk kantin, dua orang cewek berpenampilan rapi dan bersih tanpa ada noda sedikitpun di sepatunya datang menghampiri mereka.

Langit memicingkan mata, menyikut lengan Rei. “Siapa? Lo kenal sama mereka?”

Rei tidak ingin buru-buru menjawab. Ia tentu tidak kenal dengan dua cewek itu, tapi bisa saja justru mereka yang kenal dengan Ema versi asli. Jika mereka adalah teman lama Ema, mustahil rasanya Langit juga tidak mengenalnya. Akan tetapi, Langit dan Ema saja berasal dari SMP yang berbeda.

"Hai, Ema!" panggil salah satu dari kedua cewek itu.

"Hai!" sapanya balik dengan ekspresi sedikit bingung melihat wajah asing mereka.

"Gue nggak nyangka lo sekolah di sini juga," pekik salah seorang berkacamata minus sembari tersenyum. Itu adalah senyum keramahan terindah yang pernah dilihat Rei, "kita satu kelas loh!"

"Hah? Memangnya kenapa?" tanya Ema tak mengerti. Kenapa dia harus kasih pengumuman ke semua orang kalau dia masuk ke Smansa? Memangnya penting?

"Ya ampun! Lo nggak lupa ‘kan sama temen SMP lo ini?"

"Temen SMP?" Wah gawat! Gimana jalannya gue kenal sama temen-temen SMP-nya Ema?

"Grace!" Cewek itu menunjuk dirinya sendiri meyakinkan Rei bahwa dia adalah teman semasa SMP dulu. “Kita tuh pernah cheerleader bareng! Lo yang selalu pegang pompom kebalik! Dan lo yang suka bilang “Goyang kanan” padahal kita udah loncat-loncat ke kiri!”

Rei memandangi mereka satu per satu dengan ekspresi bingung bercampur linglung. Iya menggigit bibir gugup. “Haha ... ya ampun, klasik banget. Itu ... gue banget.” Ema yang dulu ternyata seabsurd itu, pikirnya dalam hati.

"Baru tiga mingguan lulus, udah amnesia aja sih?" cibir salah satunya yang bertubuh agak gempal.

Rei melirik bordiran nama di dada kanan seragam gadis itu yang bertuliskan ‘Sarah Klasiona’.

Sarah menatapnya curiga. “Lo baik-baik aja, Ma? Lo kayak ... beda,” tiliknya yang kemudian melirik ke teman sebelah Rei yang tersenyum-senyum melihat mereka.

“Iya. Biasanya lo langsung nyodorin meme kalau awkward. Sekarang malah diem. Lo lagi detoks otak, ya?” tanya Grace dengan wajah canda khas.

Rei tertawa nyengir menanggapi humor Grace dan Sarah ketika mereka mulai duduk bersama mereka. “Iya! Detoks jiwa juga. Gue ikut retret ke hutan bambu selama liburan.”
 

Hutan bambu?” tanya Grace.

“Ya, terus gue nemu kedamaian hati, tapi konsekuensinya gue harus kehilangan ingatan masa lalu.”

Langit tertawa kecil disusul Grace yang tertular.

“Tunggu! Lo kena amnesia?” Sarah penasaran.

Rei mengangkat bahu. “Bisa dibilang gitu. Gue Ema yang baru. Upgrade. Versi 2.0.”

Sarah melotot. “Ini sih bukan upgrade, tapi reboot!” 

Grace dan Sarah tertawa lebar hingga suara mereka menyeluruhi kantin. 

"Oh iya! Ini, kenalin temen gue. Namanya Langit. Langit, kenalin ini Grace dan yang rada tobrut itu Sarah." Ema memperkenalkan Senja pada Grace dan Sarah yang manyun karena dikatain tobrut

Sarah beranjak memesan makanan, sedangkan Grace duduk di hadapan Rei dengan pandangan yang hampir tak lekang dari wajah Rei. Sesekali Rei mendapati Grace meliriknya tajam. Ia berusaha untuk tidak berprasangka buruk. Sedekat apa Grace dengan Ema dulunya? Ia akan menelusurinya nanti sepulang sekolah. Sesuatu di dalam ponselnya pasti menyimpan jejak tentang hubungan mereka.

“Gue denger dari temen-temen, katanya lo sempat hilang beberapa hari pas liburan kemarin? Beneran?” tanya Grace tanpa basa-basi pada Rei.

Tempe goreng yang baru saja ia gigit mendadak terasa pahit di mulut. Ia mencoba menetralisir keadaan untuk tidak terlalu terbuka pada siapa pun kecuali Langit yang pernah tahu tentang alasan klise Ema kabur waktu itu. 

“Cuma sehari doang. Maklumlah proses pencarian jati diri. Rencananya gue mau ke gunung Kidul, tapi takut duluan sama penghuni-penghuninya.”

Langit tertawa. “Kaya mau menimba ilmu kanuragan aja lo, Ma.”

“Gila, ya. Di situasi rawan gini lo masih bisa bercanda.”

Kunyahan di mulut Rei langsung berhenti mendengar kalimat Grace yang didukung dengan senyuman miring yang tampak menakutkan. Langit dan Rei saling memandang sesaat. 

“Ra - rawan gimana maksud lo, Grace?” Pertanyaan tersebut seharusnya keluar dari mulut Rei, tetapi entah bagaimana, Langit mewakili isi hatinya.

Tiba-tiba suasa di meja itu suram bagi Rei. Wajah Grace tampak tidak ramah, tidak seperti pertama kali ia datang satu menit yang lalu. Apa jangan-jangan ia juga tahu mengenai Ema?

“Gue tahu tentang lo, Ema,” ucap Grace sambil tersenyum miring.

“Tahu tentang apaan?”

Pertanyaan Rei seakan ringan di telinga Grace. Sementara degup jantung di dalam dada Rei cukup memungkinkan baginya untuk dilanda serangan panik.

Grace menunduk, memainkan layar ponselnya, tetapi bola matanya naik menatap Rei yang masih tak berkedip. “Memangnya lo lupa sedekat apa kita dulu? Kita—”

Kalimat Grace terputus ketika Sarah tiba-tiba datang dengan suara lantang dan senampan penuh makanan. “Gue pesenin lo mi ayam, Grace. Ini mi ayam pertama yang kita rasain di kantin sekolah baru. Kita harus rayakan ini!”

Keceriaan yang dibawa Sarah membuat kemuraman menjadi terang benderang. Rei berpura-pura untuk tidak mengerti apa yang dikatakan Grace meski sejatinya ia penasaran dengan kalimat selanjutnya. Grace tertawa, tetapi sesekali ia melirik Rei. Begitupun dengan Langit yang tampak tidak menikmati suasana canggung.

***

Tidak ada waktu untuk bersantai. Rei langsung menghempaskan tubuhnya di kasur begitu sampai di rumah sepulang sekolah. Ponsel di dalam tas diambil cepat dan langsung mecari tahu tentang Grace. Ini tindakan yang entah ke berapa kali dilakukan Rei semenjak ia betul-betul terobsesi dengan kehidupan Ema. 

Ia membuka aplikasi pesan, mencari nama Grace di kolom pencarian kontak. Ya, dia menemukannya, tetapi hanya ada pesan-pesan singkat yang tidak terlalu akrab. Seputar pertanyaan tugas sekolah, atau pesan soal Grace yang ingin meminjam buku mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tidak ada pesan teks yang menyiratkan kedekatan mereka. Sangat berbeda dengan histori obrolan Langit dan Ema. Mereka terlihat begitu dekat dan wajar jika Langit sempat curiga dengan Rei. 

Grace tahu sesuatu. Sesuatu apa? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di dalam otaknya. Ia mencoba kembali mengobrak-abrik isi laci meja belajar Ema, potongan-potongan kertas yang ia temukan dibaca satu per satu. Namun, yang ada hanya tulisan-tulisan hasil cetak printer berupa kata-kata motivasi, foto-foto idol Korea, foto dirinya yang dalam versi muka datar tapi dirobek dan disandingkan dengan foto dirinya yang lain berwajah penuh senyum hingga terkesan ada dua orang yang sama. Rei terdiam sesaat. Foto yang sebelah kiri ditulis ‘Ema’ menggunakan spidol tinta merah, sedangkan sebelah kanan diberi tanda tanya. Ia membalikkan kertas yang digunakan untuk menempel dua foto tersebut, tetapi tidak menemukan apa-apa. 

Sesuatu di dalam dirinya diterpa rasa penasaran yang sulit dimengerti. Tampaknya Ema tahu sesuatu mengenai mereka berdua. Rei sudah ditargetkan sejak sekian lama. Pertemuan yang terkesan kebetulan itu bisa saja rencana yang memang sudah dipersiapkan Ema agar unsur ketidasengajaannya terjaga baik-baik. 

Lantas apa yang hendak disampaikan Ema? Mengapa ia tidak memberitahukannya saja malam itu tanpa harus melewati pagi yang pada akhirnya membuat maut memilih salah satu di antara mereka? 

Rei terduduk lemas. Ia terguncang. Ini merupakan suatu kejadian yang tidak akan mengubah prinsipnya sebab ia telah siap menerima konsekuensi apa pun.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • kevinsen

    Ema ... sial banget kamu ketemu dopleganger T_T
    3 bab nya bikin penasaran, selanjutnya ?

    Comment on chapter Chapter 3 - Darah dan Pelarian
  • tatihasanah

    hati-hati tuh langit kayanya tau tentang tabiatmu rei

    Comment on chapter Chapter 7 - Tujuh Lapisan Langit
  • almaputri

    berarti muka ema sama rei identik banget sampe masnya sendiri ga bisa bedain

    Comment on chapter Chapter 4 - Salah Orang
  • almaputri

    sindrom anak remaja, percaya aja sama orang woyyy

    Comment on chapter Chapter 3 - Darah dan Pelarian
  • penulisabal

    biasanya kalo udah ketemu doppleganger tuh bad luck wkwk

    Comment on chapter Chapter 2 - Bagai Cermin Satu Arah
  • karina016

    sikap Ema sedikit mencurigakan

    Comment on chapter Chapter 2 - Bagai Cermin Satu Arah
Similar Tags
Tower Arcana
802      590     1     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Resonantia
667      492     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
Reach Our Time
11155      2585     5     
Romance
Pertemuan dengan seseorang, membuka jalan baru dalam sebuah pilihan. Terus bertemu dengannya yang menjadi pengubah lajunya kehidupan. Atau hanya sebuah bayangan sekelebat yang tiada makna. Itu adalah pilihan, mau meneruskan hubungan atau tidak. Tergantung, dengan siapa kita bertemu dan berinteraksi. Begitupun hubungan Adiyasa dan Raisha yang bertemu secara tak sengaja di kereta. Raisha, gadis...
Simplicity
10729      2489     0     
Fan Fiction
Hwang Sinb adalah siswi pindahan dan harus bertahanan di sekolah barunya yang dipenuhi dengan herarki dan tingkatan sesuai kedudukan keluarga mereka. Menghadapi begitu banyak orang asing yang membuatnya nampak tak sederhana seperti hidupnya dulu.
Palette
6540      2322     6     
Romance
Naga baru saja ditolak untuk kedua kalinya oleh Mbak Kasir minimarket dekat rumahnya, Dara. Di saat dia masih berusaha menata hati, sebelum mengejar Dara lagi, Naga justru mendapat kejutan. Pagi-pagi, saat baru bangun, dia malah bertemu Dara di rumahnya. Lebih mengejutkan lagi, gadis itu akan tinggal di sana bersamanya, mulai sekarang!
Here We Go Again
659      372     2     
Short Story
Even though it hurt, she would always be my favorite pain.
Camelia
600      339     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Under The Darkness
72      69     2     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...
The Reason
11148      2004     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
SEBOTOL VODKA
670      392     3     
Mystery
Sebotol vodka dapat memabukanmu hingga kau mati...