Loading...
Logo TinLit
Read Story - Arsya (Proses Refisi)
MENU
About Us  

Jumawa

"Mereka mengira diri bagai dewa, mengatur nasibku seenaknya. Namun, mereka lupa bahwa di atas segala-galanya, ada Tuhan yang Maha Kuasa. Kecerdasan mereka tidak seberat debu dibandingkan dengan kebijaksanaan-Nya. Biarkan waktu yang membuktikan siapa yang benar-benar berkuasa."

__Arsya Abiseka Gantari

_________________________________________________________________________________________________

DUA RAHASIA GELAP RUMAH SAKIT PELITA HARAPAN TERKUAK!

🟥 Skandal 1: Malpraktik massal pada pasien rawat jalan—indikasi kelalaian prosedur sejak tahun lalu.

🟥 Skandal 2: Bocah tanpa identitas yang sempat dirawat, menghilang tanpa jejak di tengah malam. Dugaan penculikan di lingkungan RS!

📌 Artikel ini bukan tuduhan. Ini ajakan: Jika kamu tahu sesuatu, angkat suaramu.

Diposting oleh akun anonim @MataKetiga, 01:42 WIB.

[Selengkapnya klik di sini] 🔗

_________________________________________________________________________________________________

Dunia maya bergejolak. Setelah berita anonim itu pecah, gema digitalnya meluber ke mana-mana, menciptakan badai komentar dan spekulasi. Rajendra dan Alin duduk berhadapan, memegang ponsel masing-masing, membaca umpan balik yang datang bak gelombang pasang.

Layar ponsel mereka memancarkan cahaya biru, menerangi wajah-wajah tegang. Ada yang pro, membenarkan setiap tudingan. Ada yang kontra, mati-matian membela nama baik rumah sakit. Namun, satu komentar di antara ribuan lainnya menarik perhatian Alin.

________________________________________________________________________________________________

@opini_senja:
Foto pasien anak itu... ya Tuhan, masih kecil banget. Kalau ini beneran penculikan, pihak RS harus tanggung jawab!

________________________________________________________________________________________________

@aksimedicare:
Saya pernah dirawat di RS itu. Anak ini sekamar dengan saya. Namanya Arsya.

Thread:

Dia nggak pernah dijenguk
Pengunjung dibatasi ketat, bahkan ibu saya pun dicurigai
Anak itu disembunyikan! Saya dengar dari perawat
Kenapa baru viral sekarang?

_________________________________________________________________________________________________

Alin membacanya dengan suara pelan namun jelas.
Wajah Rajendra menegang. “Gila…” bisiknya. “Itu… wajah Arsya.”

Alin menutup mulut. “Kita bahkan belum lapor ke media… siapa yang nyebarin ini duluan?”

Spekulasi demi spekulasi bermunculan di linimasa. Beberapa mendukung rumah sakit, menyebut hoaks. Tapi sebagian besar… percaya. Dan marah.

Kemudian, sebuah tweet baru muncul, disertai foto buram area lorong belakang rumah sakit. Pengunggahnya mengklaim melihat dua orang mencurigakan menggendong seseorang pada malam kebakaran.

________________________________________________________________________________________________

@burntheveil:
🔥 Ternyata bener! Kebakaran dapur kemarin itu alibi doang. Gila, gila! Anaknya beneran dibawa kabur di tengah kekacauan? RS ini harus diusut tuntas!

___________________________________________________________________________________________

@kepo_wajib:
📸 Gambar buram ini dari CCTV lorong belakang RS. Malam kebakaran, dua orang bawa anak kecil, ada gelang pasien di tangannya. RS ngapain diem?!

____________________________________________________________________________________________

Rajendra dan Alin saling pandang.

Ruang staf yang biasanya penuh suara kini seperti kubus kedap suara. “Siapa yang nyebarin semua ini…” ujar Alin. “…dan sebenarnya, mereka sedang mengejar apa?Apa yang mereka dapatkan dari penyebaran berita ini.”

***

Di luar jendela rumah bergaya tradisional Jepang, langit mulai menggelap dengan cepat. Angin menderu, menggerakkan ranting-ranting pohon. Butiran salju pertama mulai menari di udara, pertanda badai akan segera tiba.

Di dalam, Pak Aswan, wajahnya pucat pasi, mondar-mandir di ruang tamu. Ponselnya terus menempel di telinga. Keringat dingin membasahi pelipisnya meski suhu ruangan cukup hangat. Ia baru saja melihat berita Rumah Sakit Pelita Harapan, tempat ia menjadi salah satu dewan direksi dan penanam saham.

“Berita itu harus dicabut! Sekarang juga! Lakukan apa pun yang diperlukan, hubungi semua media, pastikan tidak ada jejaknya! Ini skandal besar!” ucap Pak Aswan. Suaranya tegas, mengancam seseorang di ujung panggilan telepon.

Bukan gelar yang memberinya kuasa. Bukan jas dokter. Tapi uang.

Pak Aswan memang bukan ahli medis, tapi sejak ia mengucurkan dana terbesar dalam sejarah rumah sakit, dia duduk di jajaran dewan seperti raja tanpa mahkota. Banyak yang tak menyukainya, tapi semua tunduk padanya.

Maka ketika berita viral soal penculikan bocah tak dikenal mengancam citra rumah sakit, dia tidak menunggu klarifikasi. Ia langsung menelepon beberapa media partner—bukan untuk memberi penjelasan, tapi untuk menghapus jejak.

Ia sibuk menekan beberapa nomor, memberi instruksi dengan suara penuh desakan. Di tengah kalutnya, Nadhira melangkah masuk. Wajahnya merah padam, sorot matanya tajam membakar. Ia langsung memojokkan suaminya.

“Jelaskan padaku, Mas!” desaknya. “Bagaimana bisa Arsya, anak yang seharusnya lenyap tiga tahun lalu bersama orang tuanya, kini justru menjadi topik utama di berita?!”

Aswan tersentak. Ia menoleh, terkejut melihat istrinya yang biasanya tenang kini diliputi amarah.

“Tenanglah, Sayang. Itu hanya…”

“Tenang?! Kau bilang tenang? Dulu kau begitu percaya diri, mengatakan dendamku sudah lunas. Keluarga itu sudah kau singkirkan! Tapi,  Kau bahkan merahasiakan video dari Nohan yang menunjukkan anak itu 'dibunuh'! Apa lagi rahasia yang kau sembunyikan dariku, Mas!

“Nohan sudah mengirim bukti kematian anak itu, Nadhira. Aku memang merahasiakannya agar kau tidak perlu khawatir. Akan kubicarakan semuanya setelah ini selesai.”

“Selesai bagaimana? Justru sekarang masalahnya runyam!”

Aswan maju, mencoba meraih tangan Nadhira, namun wanita itu menepisnya.

“Masalah berita itu mudah dicabut. Gampang diatur agar hilang dari peredaran. Kau tidak perlu khawatir. Walau semua orang mencari anak bernama Arsya itu, nyatanya dia sudah tidak ada di dunia ini. Sekarang fokusmu hanya satu: awasi Papa. Itu mudah, Kan? aku akan mempercepat berita itu hilang dari jagat maya. Setelah itu__”

Suara mereka terputus oleh derap langkah tergesa. Ibu Nadhira muncul di ambang pintu, wajahnya terlihat bingung dan cemas. Di sampingnya, Calita menangis terisak, menarik-narik ujung mantel neneknya.

“Mama…” Calita langsung lari ke arah Nadhira begitu melihatnya “Kakek kemana sih? Aku udah cari di kamar, di taman, di dapur... Kakek nggak ada!" Calita mengusap hidungnya yang memerah. “Tadi Kakek bilang mau keluar sebentar, tapi udah lama banget. Aku mau cerita sama Kakek, sambil kue ulang tahun yang belum dimakan Kakek…” Suaranya bergetar, campuran kecewa dan takut. “Kakek nggak ninggalin Calita kan, Ma? Calita mau Kakek…”

Nadhira dan Aswan saling pandang, kilatan kecemasan melintas di mata mereka. Salju mulai menampar jendela, semakin lebat.

Apakah kali ini, takdir melawan mereka?

***

Pak Damar yang sedang dicari oleh keluarganya, saat ini sedang di bandara. Gema pengumuman penundaan penerbangan mengisi lobi Bandara Narita yang sudah mulai lengang. Di luar, salju turun lebat, butiran putih membungkus kaca jendela, meredupkan cahaya kota.

Pak Damar, tampak tegang, berdiri di depan konter maskapai. Ia mengenakan mantel tebal, bahunya dipenuhi butiran salju yang baru saja ia tepis. Di depannya, seorang petugas maskapai, wajahnya lelah, sedang mengetik cepat di komputer. Petugas perempuan itu menjelaskan panjang lebar dalam bahasa Inggris yang fasih, diselingi gestur tangan, mencoba membujuk Pak Damar untuk bersabar.

“I’m really sorry, sir. But all flights to Jakarta tonight are cancelled. It’s not safe to fly in this weather.”

“Maaf, Tuan. Semua penerbangan ke Jakarta malam ini dibatalkan. Cuacanya terlalu berbahaya.” ujarnya sopan.

Pak Damar mengepalkan tangannya. “Saya mengerti cuaca buruk, Nona. Tapi ini darurat. Tidak ada celah sama sekali? Penerbangan lain? Transit? Apa pun?”

Petugas maskapai menghela napas, jarinya menari di keyboard. Bunyi "klik-klik" konstan memenuhi keheningan singkat.

“Mohon bersabar, Tuan. Saya sedang mencari rute alternatif yang paling cepat. Normalnya Tokyo ke Jakarta sekitar tujuh jam terbang langsung. Tapi dengan kondisi ini…” Ia berhenti sejenak, mengamati layar.

“Saya bersedia___” 

“Silakan anda carikan rute penerbangan paling cepat,”Pak Abbas memotong pembicaraan, Pak Damar sedang dalam kondisi emosional saat ini. “Perkiraan badai salju akan berlangsung berapa jam? bisakah kami mendapatkan jadwal langsung setelah badai salju cukup aman? atau rute paling cepat saat ini.” 

“Ada opsi via Seoul, atau mungkin Taipei. Bangkok dan Kuala Lumpur juga bisa jadi pilihan, tergantung ketersediaan kursi dan slot terbang yang masih ada. Tapi ini akan jauh lebih lama.”

“Berapa lama? Kami butuh perkiraan waktu sejelas mungkin.”

Petugas maskapai menelan ludah. “Penerbangan dari Tokyo ke kota transit seperti Seoul atau Taipei bisa memakan waktu tiga sampai lima jam. Lalu, dari kota transit ke Jakarta sekitar tujuh hingga delapan jam. Dan waktu tunggu antar penerbangan... dengan kondisi sekarang, bisa lima sampai sepuluh jam. Belum lagi potensi delay atau antrean boarding karena cuaca.” Ia menatap Pak Damar dengan nada menyesal. “Total waktu tercepat yang bisa kami temukan saat ini... sekitar tiga puluh enam jam, Tuan. Itu pun dengan koneksi yang sangat ketat dan keberuntungan di pihak kita.”

Pak Damar terdiam. Tiga puluh enam jam. Waktu yang terasa seperti jurang tak berdasar. Wajah Arsya terlintas di benaknya, dalam foto Damian yang dikirim terakhir kali, dia memang tampak biasa. Tapi, bagaimana jika Damian berbohong? Ia menganggkat pandangannya ke luar jendela, butiran salju menari di kegelapan, seolah ikut mengejek ketidakberdayaannya.

***

Setelah siang yang sempat diwarnai cerah, kini hujan deras mengguyur. Udara dingin merayap masuk ke dalam kamar panti. Arsya, yang sempat membaik setengah hari, kini kembali terlihat lemas. Wajahnya pucat, kelopak matanya berat.

Kania masuk membawa semangkuk bubur dan segelas air hangat. Ia membujuk Arsya untuk makan malam sebelum meminumkan obat. Kania mengira kondisi Arsya memburuk karena perubahan cuaca yang tidak menentu.

“Ayo, Dek. Makan dulu sedikit. Badannya lemas, ya? Mungkin karena hujan deras tiba-tiba begini. Kakak suapi, ya?”

Arsya menggeleng pelan. Ia menolak disuapi. Meski tubuhnya terasa begitu lemah, ia mencoba meraih sendok dan menyuapkan sendiri. Berusaha mandiri adalah upayanya untuk tidak lagi menyusahkan, agar ia tidak menjadi beban lebih banyak dari yang sudah ia rasakan.

Kania menghela napas, prihatin melihat kondisi Arsya yang terus memburuk. Ia teringat bungkusan kecil di sakunya.

Semalam Gesang memberiku beberapa tablet obat. Katanya ini khusus untuk anak-anak dengan demam tinggi. Setelah ini Arsya harus meminumnya.

Pikiran Kania melintas begitu jelas di benak Arsya. Obat dari Gesang. Sebuah alarm berteriak di kepala Arsya.

Orang jahat itu memberiku obat… 

bagaimana jika ini justru akan memperburuk keadaannya? Jangan-jangan orang jahat itu sedang…

Arsya menggigit bibir dalamnya. Ia tidak tega menolak Kania secara langsung. Kebaikan Kania nyata, ketulusannya terasa. Kecurigaannya sendiri terasa begitu tidak berdasar di hadapan kepolosan Kania.

Kania menaruh dua tablet obat di samping mangkuk bubur Arsya. “Ini obat penurun panas, Nak. Habiskan makannya, lalu langsung diminum, ya.” 

Dengan sabar Kania menunggu Arsya menghabiskan makan malamnya. Namun saat porsi masih setengah, Arsya berhenti.

“Kenapa? rasanya pahit?”

Arsya menggeleng, “Enggak apa-apa. Aku akan minum setelah makan. Kakak boleh pergi kalau banyak tugas.”

Kania menatapnya ragu. “Kamu sungguh akan meminumnya?” 

Arsya memaksakan seulas senyum tipis. “Iya…”

Setelah Kania pergi dan pintu kamar tertutup, senyum Arsya menghilang. Tangannya yang gemetar meraih tablet obat itu. Bukan untuk ditelan, melainkan disembunyikan di bawah bantal. Nafsu makannya hilang seketika. Ia hanya meraih segelas air hangat, meneguknya perlahan sambil menatap kosong ke dinding yang mengelupas.

Ternyata aku belum benar-benar aman, batinnya perih.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
743      511     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
85      76     1     
True Story
Lepas SKS
311      267     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
My First love Is Dad Dead
111      99     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
Taruhan
100      95     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Fusion Taste
369      313     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Tebing Cahaya
227      166     1     
Romance
Roni pulang ke Tanpo Arang dengan niat liburan sederhana: tidur panjang, sinyal pasrah, dan sarapan santan. Yang melambat ternyata bukan jaringan, melainkan dirinyaterutama saat vila keluarga membuka kembali arsip janji lama: tanah ini hanya pinjaman dari arang. Di desa yang dijaga mitos Tebing Cahayakonon bila laki-perempuan menyaksikan kunang-kunang bersama, mereka tak akan bersatuRoni bertemu ...
Deep End
98      89     0     
Inspirational
"Kamu bukan teka-teki yang harus dipecahkan, tapi cerita yang terus ditulis."
Pasal 17: Tentang Kita
183      96     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
Rumah?
105      100     1     
Inspirational
Oliv, anak perempuan yang tumbuh dengan banyak tuntutan dari orangtuanya. Selain itu, ia juga mempunyai masalah besar yang belum selesai. Hingga saat ini, ia masih mencari arti dari kata rumah.