Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reandra
MENU
About Us  

Suasana di ruang tamu rumah Banu terasa tegang. Hembusan angin pagi yang masuk melalui jendela tidak mampu meredakan ketegangan yang menyelimuti rumah sederhana itu. Di sana, duduk dua orang dewasa yaitu Bu Loli dan Bu Sesil yang datang untuk berbicara dengan Banu. Mereka bukan orang asing— Bu Loli adalah wali kelas Andra sementara, Bu Sesil adalah seorang guru bimbingan konseling yang dikenal tegas di lingkungan sekolah. Keduanya datang dengan niat yang jelas; untuk menggali lebih dalam tentang kejadian yang menimpa teman-teman Banu yang baru-baru ini ditanggap polisi.

Banu duduk di kursi tamu, matanya menatap kosong ke lantai rumah. Wajahnya yang biasanya ceria kini, tampak muram dan sesekali ia mengusap wajah dengan tangan. Suasana sepi, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak perlahan. 

"Banu, kami dengan mau terkait kejadian beberapa waktu lalu. Jangan khawatir, kami hanya ingin memahami apa yang sebenarnya terjafi," jelas Bu Loli.

Banu terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan emosi yang mulai menggumpal di dadanya. Kejadian itu masih sangat segar dalam ingatannya, dan meskipun ia ingin menjelaskan semuanya, kata-kata terasa begitu berat untuk keluar.

"Tidak apa-apa kalau kamu merasa sulit untuk berbicara. Kami hanya ingin tahu, Banu. Kamu bisa menceritakan semuanya dengan jujur kepada kami," kata Bu Sesil.

Banu mengangguk pelan. Ia memandang Bu Sesil dan Bu Loli wajah mereka terlihat penuh perhatian tidak seperti beberapa orang lain yang menghakimi tanpa mencoba mengerti. Akhirnya, Banu membuka mulutnya.

"Awalnya, saya cuma mau nongkrong sama teman-teman. Mereka kan teman lama, teman yang saya kenal dari SMP. Dulu, kita sering main bareng, ngobrol-ngobrol, atau cuma sekedar main game." Banu berhenti sejenak, mencerna kembali setiap kata yang akan ia ucapkan. "Tapi... Saya nggak nyangka, kali ini jadi beda."

Banu menatap ke arah jendela, seakan mencari jawaban di luar sana. "Malam itu, saya, Andra, Vandra, Tama, dan Sahil kumpul di pos ronda yang udah lama nggak dipakai. Tempat itu selalu jadi tempat kita ngumpul, buat main game atau sekedar ngobrol ngalor-ngidul. Kita nggak mikir apa-apa waktu itu."

"Lalu apa yang terjadi, Banu?"

Banu menghela napas berat. Suaranya terdengar serak, namun ia berusaha keras untuk menceritakan dengan jujur.

"Di tengah-tengah kita main. Perasaan saya ga enak bu. Jadi saya memutuskan untuk pulang duluan. Beberapa meter saya meninggalkan pos. Dari kejauhan saya lihat  ada dua motor lewat. Mereka ngebut banget, hampir nggak keliatan. Saya  nggak tahu kenapa, tiba-tiba salah satu dari mereka melempar tas goodie bag ke arah teman-teman saya."

" Awalnya mungkin teman-teman saya kira cuma sampah, tapi pas buka, ada parang dan celurit yang kelihatan." Banu menundukkan kepala, merasa cemas kembali mengingat kejadian itu. "Semua orang kaget, panik, dan... waktu itu saya cuma bisa lihat dari kejauhan, nggak tahu harus ngapain."

Pak Beni menatap Banu tajam, berusaha memahami setiap kata yang diucapkan.

"Jadi, kamu dan teman-temanmu tidak tahu kalau ada senjata tajam di dalam tas itu?"

Banu mengangguk cepat. "Iya, Pak. Kami nggak tahu sama sekali. Kita semua kaget, nggak ngerti harus gimana. Dari kejauha saya lihat Andra langsung teriak supaya jangan dipegang. Tapi Sahil... dia malah penasaran dan sempat mau sentuh tas itu." Banu mengerjapkan matanya, mencoba menahan air mata yang hampir keluar.

"Saya takut banget, Pak. Kita semua takut. Polisi datang, dan langsung ngepung teman-teman saya. Gak ada yang bisa kabur."

"Kenapa kamu tidak memberitahukan polisi apa yang terjadi?" tanya Bu Loli penasaran.

Banu terdiam sejenak, merasakan beratnya pertanyaan itu. "Saya takut, Bu. Semua orang langsung panik, saya pikir kalau saya ngelapor malah bisa jadi masalah. Apa kata orang kalau tahu kami duga terlibat? Kami kan cuma kumpul-kumpul, nggak pernah mikir bakal ada masalah seperti itu."

Banu meremas tangan, seolah mencoba mencari kekuatan dalam dirinya. "Tapi saya  nggak bisa lari dari kenyataan, Bu. Teman-teman saya, Tama, Sahil, dan Vandra ditangkap. Gimana pun juga, mereka semua sahabat saya. Tapi saya tahu, mereka nggak tahu apa-apa soal senjata itu."

"Jadi, kamu merasa mereka tidak bersalah?" selidik Pak Beni.

Banu menatap Pak Beni, matanya penuh rasa bersalah. "Mereka nggak bersalah, Pak. Kami semua cuma main game, nggak ada niat buruk. Kalau mereka tahu ada senjata tajam, pasti mereka nggak bakal diam aja. Tapi... entah kenapa, kami jadi terjebak di situasi yang nggak kami pahami."

"Banu, kamu tahu bahwa teman-temanmu bisa menghadapi masalah serius karena kejadian ini. Polisi tentu akan menginvestigasi lebih dalam, dan kamu mungkin akan dipanggil sebagai saksi."

Banu menundukkan kepala, tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia tahu, situasi ini semakin memburuk, dan meskipun ia tidak terlibat langsung dengan kejahatan itu, ia tetap merasa bersalah. Mungkin jika ia lebih waspada, kejadian ini tidak akan terjadi.

"Setelah kejadian itu, saya bingung. Saya enggak tahu harus ngomong apa ke orang tua, enggak tahu harus ngapain. Yang jelas, saya enggak ingin teman-teman gue dihukum karena masalah ini." Banu mengusap wajahnya, air mata sudah tidak bisa dibendung lagi. 

"Mereka kan cuma teman-teman saya Bu, Pak. Kita nggak ngerti apa-apa. Kita cuma mau senang-senang, nggak ada niat jelek," sambungan Banu.

"Ini memang masalah besar, Banu. Tapi kamu sudah melakukan hal yang benar dengan berbicara sekarang. Itu langkah pertama yang baik. Kami akan bantu, jangan khawatir." Pak Beni mencoba menenangkan Banu, meskipun di dalam dirinya juga ada kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi pada teman-teman Banu.

"Kadang, kita memang harus menghadapi konsekuensi dari apa yang terjadi, Banu. Tapi yang penting adalah kamu harus jujur dan bertanggung jawab. Semua orang berhak tahu kebenarannya. Itu yang akan membantu kamu dan teman-temanmu untuk keluar dari masalah ini."

Banu mengangguk, mencoba memahami kata-kata Bu Loli. Ia tahu, meskipun sulit, ia harus tetap tegas dan jujur. Ini adalah masalah yang harus ia hadapi, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk teman-temannya yang kini sedang terjebak dalam situasi yang mereka sendiri tidak pahami.

"Terima kasih, Bu, Pak. Saya akan berusaha. Saya  janji, akan bantu teman-teman. Saya akan jelasin semuanya. Walaupun susah, saya enggak mau mereka dihukum cuma karena kejadian yang nggak mereka ngerti."

Suasana di ruang tamu itu sedikit lebih tenang setelah percakapan panjang itu. Meskipun ketegangan belum sepenuhnya hilang, Banu merasa sedikit lebih lega. Ia tahu, apa yang ia lakukan sekarang akan menjadi langkah pertama untuk mencari keadilan, meskipun jalan yang harus ditempuh tidak akan mudah.

Namun, di balik semua itu, ia masih merasa bersalah. Teman-temannya sedang berjuang, dan ia harus ikut bertanggung jawab untuk membantu mereka keluar dari masalah besar ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bintang, Jatuh
4321      1832     0     
Romance
"Jangan ke mana mana gue capek kejar kejar lo," - Zayan "Zay, lo beneran nggak sadar kalau gue udah meninggal" - Bintang *** Zayan cowok yang nggak suka dengan cewek bodoh justru malah harus masuk ke kehidupan Bintang cewek yang tidak naik kelas karena segala kekonyolannya Bintang bahkan selalu mengatakan suka pada Zayan. Namun Zayan malah meminta Bintang untuk melupakan perasaan itu dan me...
Yu & Way
309      241     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Fusion Taste
387      330     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
269      221     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Winter Elegy
1240      807     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Ameteur
187      167     2     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Ruang Suara
412      303     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
Melihat Tanpamu
272      220     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Coneflower
4904      2047     4     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
Tebing Cahaya
264      193     1     
Romance
Roni pulang ke Tanpo Arang dengan niat liburan sederhana: tidur panjang, sinyal pasrah, dan sarapan santan. Yang melambat ternyata bukan jaringan, melainkan dirinyaterutama saat vila keluarga membuka kembali arsip janji lama: tanah ini hanya pinjaman dari arang. Di desa yang dijaga mitos Tebing Cahayakonon bila laki-perempuan menyaksikan kunang-kunang bersama, mereka tak akan bersatuRoni bertemu ...