Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinderella And The Bad Prince
MENU
About Us  

Sindy 

 

 

Kami terlalu asyik membahas soal fisika sehingga nggak terasa suasana di luar sudah berubah gelap. Persiapan olimpiade membuat kami bekerja lebih keras dari sebelumnya. Di sini peran Regan benar-benar membantu. Dia bahkan rela meluangkan waktu buat kami. Memberi trik jitu untuk menyelesaikan soal dengan cepat dan tepat. 

 

"Sin, gue duluan ya. Bokap udah ngomel-ngomel," ujar Meysa, lalu berlalu begitu saja. 

 

Selain jauh, rumah Meysa berlawanan arah dengan tempat tinggalku. Sama seperti Kara. Aku hanya mengangguk seraya membereskan buku. 

 

"Kunci yang bawa lo atau gue, Sin?" 

 

Kembali aku mendongak ketika Ricko bertanya. 

 

"Lo aja, Ko. Gue takut kelupaan." 

 

"Kalau begitu ayo keluar."

 

Buru-buru aku meresleting tas, dan keluar dari rongga antara kursi dan meja. Anak-anak lain sudah lebih dulu keluar. Mungkin karena hari sudah gelap, membuat mereka terburu-buru. 

 

"Jangan lupa matiin lampu, Ko," kataku mengingatkan ketika aku sudah keluar ruang kelas. Mataku menemukan Regan masih berdiri di depan ruang kelas club. Aku pikir dia sudah pulang duluan. 

 

"Kok masih di sini?" tanyaku heran sembari melangkah. 

 

Senyum cowok dengan rambut berbelah pinggir itu merekah. "Nunggu kamu. Kita pulang bareng, ya. Biar aku antar, ini udah malam."

 

Aku ingin menolak, tapi segan mengingat cowok itu sudah banyak membantu club dan juga aku. 

 

Saat aku mengangguk kembali senyum Regan terulas. Kami lantas beriringan menuju lobi sekolah. 

 

"Lo balik sama Kak Regan, Sin? Sepeda lo mana?" 

 

Aku lupa masih ada Ricko di sini. Dia tahu setiap hari aku ke sekolah membawa sepeda. 

 

"Sepeda gue lagi ngambek, udah susah dibenerin lagi." 

 

"Beli motor aja, Sin. Yang second biar dapat murah."

 

"Lagi gue usahain." Bagi orang sepertiku yang sekolah saja mengandalkan beasiswa, motor second yang mereka anggap murah tetap saja buatku mahal. 

 

Uang saku dari Nyonya Besar hanya nyisa sedikit untuk ditabung setelah aku gunakan buat keperluan sekolah. Uang bayaran memberi les Prince yang aku andalkan buat ditabung. 

 

Nyonya besar pernah menawariku motor, tapi aku cukup tahu diri. Aku dan Ibu sudah cukup banyak merepotkan. 

 

"Oke, gue duluan ya, Sin, Kak Regan." Ricko melambai sebelum berjalan cepat ke parkir motor. 

 

Regan menggiring langkahku menuju tempat mobilnya parkir. Namun, ketika sampai di depan kendaraan besi berwarna putih itu, kening cowok itu mengernyit. 

 

"Astaga, kok bisa kempes dua-dua gini ya?" Regan mengusap belakang kepala. Lalu celingukan seperti mencari seseorang. 

 

"Kenapa, Gan? Ban mobilnya kempes?" 

 

Dia mengangguk dan berjongkok meneliti mobilnya. Dua ban bagian belakang kempes. 

 

"Kayaknya ada yang iseng kempesin deh," gumamnya dan masih bisa kudengar.

 

"Masa sih? Jahat banget kalau beneran ada yang iseng."

 

"Iya soalnya pas sampai sekolah sempet aku cek baik-baik aja, kok." Dia menghela napas, lalu berdiri lagi. "Duh, kayaknya aku nggak bisa nganter kamu balik, Sin. Aku harus ngurus mobil ini dulu."

 

"Oh, nggak apa-apa. Aku bisa naik angkot." 

 

"Angkot? Malam-malam gini?" Wajahnya tampak khawatir dan heran. 

 

"Iya, udah biasa kok." Aku tersenyum, berusaha memberi tahunya bahwa hal itu biasa buatku. "Ya udah aku balik dulu, ya."

 

Aku baru akan melangkah ketika Regan mencekal lenganku. Tangan lainnya memegangi ponsel. 

 

"Biar aku pesankan taksi online."

 

Terang saja hal itu bikin aku terperanjat. Daripada membayar taksi online, lebih baik uang itu aku gunakan buat beli buku soal kumpulan fisika. "Nggak usah, Gan. Aku biasa naik angkot." Aku mengibas-ngibaskan tangan cepat. 

 

"Bahaya, Sin. Malam-malam naik angkot. Aku merasa perlu tanggung jawab karena nggak jadi nganter kamu pulang." 

 

Ya Tuhan! Kenapa dia jadi repot-repot begini? Di sini aku beneran nggak enak banget. Regan terlalu baik. Padahal dia nggak perlu begini. 

 

Dia mengutak-atik ponsel. Dan beberapa saat kemudian. "Ini udah aku order. Kamu nanti nggak usah bayar, udah aku bayar by aplikasi." 

 

Aku cuma bisa mendesah pasrah ketika taksi itu datang nggak lama kemudian. "Regan, makasih. Tapi kenapa kita nggak pulang bersama aja?" 

 

"Aku nunggu orang yang mau ngurus mobil dulu. Udah, nggak apa-apa. Nggak perlu khawatir." Dia mendorongku naik taksi lalu menoleh ke supir taksi di depan. "Pak, tolong antar cewek ini sampai di depan rumahnya dengan selamat, ya," ucapnya memberi pesan. 

 

"Siap, Mas."

 

"Hati-hati, ya, Sin." Regan mundur dan bergerak menutup pintu. 

 

Seumur-umur aku baru menemukan cowok sebaik Regan, yang rela membayariku taksi karena gagal nganter pulang. Tanpa sadar bibirku melengkung, bahkan wajahku terasa hangat. 

 

Aku menyapa satpam rumah sebelum memasuki halaman. Sudah hampir pukul delapan ketika taksi yang mengantarku sampai di rumah Prince. Aku melangkah lebar-lebar menuju pintu utama. Karena aku yakin pintu samping sudah Bi Tuti kunci. 

 

Aku terus lurus masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat. Tapi ....

 

"Bagus! Jam berapa ini baru sampai rumah? Kamu pikir rumah ini tempat penginapan yang bisa keluar masuk seenaknya gitu tanpa ingat waktu?" 

 

Kakiku refleks berhenti, mendengar seruan si Tuan Muda Prince dari lantai dua. Aku ingin mengabaikan tapi dia kembali menyerocos.

 

"Belajar apaan jam segini baru kelar?" 

 

Aku hanya memutar bola mata dan kembali berjalan, mencoba nggak peduli ocehan cowok itu. 

 

"Ngomong-ngomong siapa yang nganter lo tadi? Kayaknya bukan mobil Regan." 

 

Aku terpaksa mendongak dan menatap sebal ke lantai dua. Prince dengan poni menjuntai tampak cengengesan di sana. 

 

"Bukan urusan lo," ucapku ketus.

 

"Oh itu taksi. Punya duit lo buat ongkos taksi? Atau itu dibayarin si Regan?"

 

Sepertinya dia sengaja cari masalah. Dia salah kalau aku mau meladeni. Aku nggak punya tenaga, capek ribut juga.

 

Prince turun dari lantai atas saat aku kembali jalan menuju dapur untuk mengambil air minum. 

 

"Bikinin gue mie rebus dong! Pake sawi hijau, telur setengah matang, kasih cabe rawit tiga biji."

 

Aku baru saja menghabiskan satu gelas air putih saat cowok itu mengeluarkan perintah. 

 

"Lo nggak bisa bikin sendiri?" 

 

"Bisa, sih. Tapi gue males. Oh ya, mie rebusnya yang rasa ayam bawang, jangan yang soto."

 

Padahal aku belum mengiyakan perintahnya, tapi apa aku bisa menolak? Nggak peduli seberapa capeknya aku, Prince akan selalu berbuat seenaknya di rumah ini. Menyuruhku ini itu, mentang-mentang aku numpang. 

 

Lagi-lagi aku menyesali keadaan ibu yang terbaring nggak berdaya di RS. Seandainya ibu nggak mengalami kecelakaan, semua ini nggak akan terjadi. 

 

"Heh! Kok malah bengong?! Buruan bikin." Prince memukul meja mini bar, membuatku terperanjat. 

 

Aku hanya bisa berdecak dan bergerak mengambil mie instan di rak paling atas dapur. 

 

"Cuci tangan dulu sebelum masak. Gue nggak mau mie rebus gue terkontaminasi. Masaknya juga harus full senyum, jangan pas di depan Regan doang senyum lo lebar, sampe bibir lo mau sobek."

 

Aku menatapnya sebal. Kalau bisa ingin rasanya aku lakban mulutnya yang nggak mau berhenti ngoceh. 

 

"Apa? Yang gue bilang bener kan?" Dia melotot dengan dagu terangkat. Dasar mister arogan. "Rebus mie-nya yang bener, jangan terlalu matang. Terus, gue nggak mau air bekas rebusan lo tuang juga ke mangkok. Itu banyak kumannya. Ganti dengan—"

 

"Bisa diem nggak sih?!" sentakku sebal. Di saat lagi capek, tapi dengar orang nyerocos terus kayak petasan ingin rasanya menonjok muka orang itu. Tapi tentu saja aku cuma bisa mengepalkan tangan. 

 

"Kok lo sewot? Harusnya gue yang sewot sama lo! Gue udah nungguin lo malah lo suruh balik dengan alasan kegiatan lo masih lama. Bilang aja lo mau berduaan sama Regan. Dan lo pikir gue mau diem aja? Asal lo tau, yang bikin ban mobil Regan kempes itu gue." 

 

Mataku menyipit, sementara dahiku mengerut dalam. Dia yang bocorin ban mobil Regan, tapi dengan bangganya mengakui perbuatannya yang akhlakless itu? Aku benar-benar nggak habis mengerti kok ada orang seperti dia? Benar-benar mahkluk nyebelin sejagat bumi. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • kori

    Colokin aja tuh daun ke matanya

    Comment on chapter Bab 2
  • kori

    Prince tipe yang kudu ditampol dulu

    Comment on chapter Bab 1
  • shasa

    Bakal seru ini wkwk...

    Comment on chapter Bab 1
  • jewellrytion

    Bener-bener bad Prince!! Sesuai dengan judulnya. Baru baca Bab 1 aja udah bikin spaneng sama kelakuannya πŸ˜©πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Finding the Star
2818      1703     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
FLOW : The life story
200      181     0     
Inspirational
Dalam riuh pikuknya dunia hiduplah seorang gadis bernama Sara. Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana, pekerja keras dan mandiri, gadis yang memiliki ambisi untuk mencari tujuannya dalam berkehidupan. Namun, dalam perjalanan hidupnya Sara selalu mendapatkan tantangan, masalah dan tekanan yang membuatnya mempertanyakan "Apa itu kebahagiaan ?, di mana itu ketenangan ? dan seperti apa h...
IMAGINATIVE GIRL
2950      1480     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Dalam Satu Ruang
295      230     2     
Inspirational
Dalam Satu Ruang kita akan mengikuti cerita Kalilaβ€”Seorang gadis SMA yang ditugaskan oleh guru BKnya untuk menjalankan suatu program. Bersama ketiga temannya, Kalila akan melalui suka duka selama menjadi konselor sebaya dan juga kejadian-kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Naskah Novelku
7      4     1     
Inspirational
Ini cerita kita, penulis kecil yang nulis tanpa suara. Naskah dikirim, tanpa balasan. Postingan sepi, tanpa perhatian. Kadang bertanya, β€œApakah aku cukup baik?” Aku juga pernah di sana. Hingga suatu malam, bermimpi berada di perpustakaan raksasa, dan menemukan buku berjudul: β€œNaskah Novelku.” Saat bangun, aku sadar: Menulis bukan soal dibaca banyak orang, Tapi soal terus berka...
Kini Hidup Kembali
166      153     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Special
1759      961     1     
Romance
Setiap orang pasti punya orang-orang yang dispesialkan. Mungkin itu sahabat, keluarga, atau bahkan kekasih. Namun, bagaimana jika orang yang dispesialkan tidak mampu kita miliki? Bertahan atau menyerah adalah pilihan. Tentang hati yang masih saja bertahan pada cinta pertama walaupun kenyataan pahit selalu menerpa. Hingga lupa bahwa ada yang lebih pantas dispesialkan.
Bandung
25953      3501     6     
Fan Fiction
Aku benci perubahan, perubahan yang mereka lakukan. Perubahan yang membuat seolah-olah kami tak pernah saling mengenal sebelumnya - Kemala Rizkya Utami
Premium
Cinta Dalam Dilema
41738      6142     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
FAYENA (Menentukan Takdir)
1375      851     2     
Inspirational
Hidupnya tak lagi berharga setelah kepergian orang tua angkatnya. Fayena yang merupakan anak angkat dari Pak Lusman dan Bu Iriyani itu harus mengecap pahitnya takdir dianggap sebagai pembawa sial keluarga. Semenjak Fayena diangkat menjadi anak oleh Pak Lusman lima belas tahun yang lalu, ada saja kejadian sial yang menimpa keluarga itu. Hingga di akhir hidupnya, Pak Lusman meninggal karena menyela...