Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simfoni Rindu Zindy
MENU
About Us  

“Hari ini pakai keranjang seadanya dulu ya. Yang penting aman dan bisa dipakai buat bawa makanan.” Tangan Ibu sibuk mengelap keranjang warna hijau itu. Keranjang plastik yang biasa digunakan belanja sayuran ke pasar. 

“Nggak papa, Bu. Yang penting bisa buat bawa jajanan.” Zindy dengan semangat mulai membuka kantong keresek berisi jajanan pasar yang dibeli dari pasar. “Setting kamera dulu, jangan lupa.” 

“Lah, ngapain direkam?” Wajah Ibu bingung.

“Buat bahan konten, Bu. Zindy mau jadi konten kreator. Siapa tahu banyak yang follow akun Toktok Zindy. Butuh 600 followers biar bisa pasang keranjang kuning.” Tangan Zindy berusaha mengambil angle yang bagus dengan kamera belakang smartphone-nya.

“Ya udah,nggak papa. Biar kamu happy jalaninnya. Ibu doakan yang kamu mau tercapai.” Ibu tersenyum.

Aku ingin jadi konten kreator dan affiliate. Bukan untuk mencari kepopuleran tapi demi bertahan hidup. Ada masa depan dan perut yang harus diperjuangkan. 

Setelah mengantar Zean, Zindy berangkat ke sekolahnya. Rara sudah menunggu Zindy di depan kelas. Wajahnya nampak antusias melihat dagangan Zindy.

“Wah, beneran jualan. Sini, aku bantuin bawa!” Rara menenteng satu kresek berisi makanan dari tangan Zindy. “Siapa yang pagi-pagi lapar? Nih, Zindy bawa banyak dagangan, Gaes. Enak-enak, lho.” 

“Hush, Rara.” Zindy masih ragu mempromosikan dagangannya di dalam kelasnya sendiri. 

“Emang jualan apa? Roti ada?” Celetuk seorang teman. 

“Ada, dong. Warung Zindy, tuh lengkap, lezat dan ekonomis!” Rara makin gencar promosi.

Beberapa anak mulai membeli dagangan Zindy. Roti, cemilan kering, minuman dalam kotak serta jajanan pasar menjadi barang dagangan Zindy. Keuntungannya tipis, tapi bagi Zindy recehan itu amat berharga.

“Aku tadi udah ngambil video pendek waktu kamu jualan.” Rara menunjukkan rekaman itu.

“Duh, malu keliatan mukaku. Aku nggak pake make up.” 

“Jangan malu. Ingat, mulai aja dulu. Biar akunmu bisa dipasang keranjang kuning tuh butuh 600 followers tahu. Nanti ini diedit pake sound yang baru viral. Aku juga udah ngerekam dikit buat bahan konten a day in my life gitu. Edisi bantu temen jualan hari pertama.” Rara tersenyum lebar sambil melihat rekaman itu. 

“Iya, makasih, Ra. Nanti kirim ya ke handphone-ku. Udah, ayo duduk dulu ke kursi kita.”  Zindy membenahi dagangannya. 

“Akun Toktok-ku follower-nya baru belasan. Mau naikin jadi 600 kayaknya susah. Apa kayak yang baru viral ya? Share, comment back. Saling follow orang gitu…” 

“Jangan kayak gitu. Kita tuh mau dagang. Kalo pengikutnya juga pedagang, buat siapa promosinya. Udah, konsisten upload konten aja dulu. Nih, aku baru mencicil ngedit videoku tadi.” Rara memperlihatkan hasil pekerjaannya. 

Tolong mudahkan jalanku, Tuhan. Aku ingin jadi affliate bukan untuk pamer. Tapi demi menyambung hidup dan mengubah nasib agar masa depan cerah. 

“Oh ya, skincare buatmu udah sampai. Kemarin aku pakai pengiriman instan. Aku juga bawain bedak sama liptint. Nanti dipake ya. Biar keliatan cakep waktu jualan sambil bikon konten. Sekarang belajar dulu deh. Sapa tau kalo nilaiku bagus semester ini, aku bisa masuk siswa eligible.” Rara mulai mengeluarkan buku catatannya.

“Nah, gitu dong. Harus semangat dulu. Makasih, Ra. Kamu emang bestie-ku.” Zindy tersenyum. 

Bunyi melodi dari bel elektrik bergaung di ruang kelas itu. Nampak wajah-wajah lega, hampir bersamaan menghela napas. Menuntut ilmu memang bukan hal yang mudah. Butuh perjuangan dan semangat. 

“Ayo, waktunya tawarin daganganmu!” Rara menyenggol bahu Zindy. 

“Aku malu. Padahal tadi pagi berasa percaya diri banget. Temen sekelas tadi pagi belum seramai ini…” Tangan Zindy ragu hendak mengambil keranjang yang dia taruh di bawah meja. Keranjang itu tertutup kresek. 

“Aku lapar, tapi mau ke kantin malas gerak. Jauh banget!” Keluh seorang temen cowok. 

Rara memberi aba-aba dengan mata ke arah Zindy. Zindy menghela napas. Dia dengan yakin menenteng kembali keranjang itu. 

“Eh, aku jualan, lho….” Kata itu terlontar begitu saja dari mulut Zindy. Suasana seolah hening sejenak. Semua mata tertuju ke arah tempat duduk Zindy. 

“Jualan? Kamu jualan apa?” Celetuk salah seorang siswa lain. 

“Ini ada banyak. Ada gorengan, roti, ada minuman juga. Murah, kok. Nggak mahal!” Zindy mulai membuka keranjang plastik beserta kantong kresek besar berisi dagangannya.

“Boleh, deh. Nyoba roti berapa?” Seorang teman cewek tertarik melihat dagangan Zindy. 

“Murah, tiga ribu aja kok.” Tangan Zindy menerima uang dari tangan temannya itu. 

Meja Zindy mulai dikerumuni. Beberapa benar-benar membeli. Beberapa hanya ikut penasaran saja. 

“Ini tuh kelas bukan pasar. Bikin ribut aja!” Sentak Sella, dia mendatangi Zindy dengan wajah masam. Di sebelah kanannya dan kirinya  ada Dhea serta Vira. Duo sohib yang selalu ikut mengekor Sella 

“Iya, nih. Kalau mau dagang tuh di kantin. Bukan di kelas.” Timpal Dhea, tatapan sinisnya berasa menusuk. 

“Kita tuh udah kelas sebelas. Harusnya mikirkn belajar! Waktu istirahatku yang berharga jadi terganggu, tahu! Gara-gara kamu, ribut sih waktu dagang!” Vira tak mau ketinggalan memgeluarkan komentar negatif.

“Iya, iya. Udah, deh. Ayo, pindah. Orang yang komentar terganggu cuma kalian kok. Yang lain baik-baik aja tuh.” Rara mulai membantu membereskan dagangan Zindy. 

“Tiba-tiba banget belajar, biasanya juga yang ramai tuh kalian. Heboh sendiri main Toktok!” Sindir Zindy balik. “Aku tadi bisik-bisik, lho nawarin dagangan. Kalian aja yang heboh menanggapinya.” 

“Udah, ah. Malas aku. Buang waktu aja meladeni hal nggak penting kayak gini.” Sella pergi meninggalkan area tempat duduk Zindy. 

Zindu terduduk. Kakinya seolah tak kuat menopang tubuhnya. Dia menghela napas panjang yang dalam.

Harus kuat dan tahan banting menghadapi ucapan sinis. Ini bukan soal gengsi tapi hidup dan mati. Nasib masa depanku sudah di ujung tanduk. Jika SPP tak terbayar, bisa-bisa aku nggak dibolehin ikut ujian nanti. 

“Ayo, kita coba dagang ke kelas lain.” Rara menarik bahu Zindy. “Siapa tahu bisa cuci mata lihat cowok ganteng, hihihi! Aku bantuin deh.”

“Ya udah, ayo. Percuma juga malu. Aku butuh duit.” Kedua tangan Zindy menenteng keranjang dan kresek dagangannya. 

Kedua gadis itu melangkah keluar kelas. Rara sibuk mengabadikan momen dengan kamera smartphone-nya. Satu tangannya membantu membawa kresek kecil berisi dagangan Zindy. 

Zindy tanpa ragu menawarkan dagangannya di lorong sekolah. Hati kecilnya berusaha kuat saat ada tatapan aneh mengarah kepadanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
CREED AND PREJUDICE
3548      1123     2     
Mystery
Banyak para siswa yang resah karena pencurian beruntun yang terjadi di kelas VII-A. Amar, sebagai salah satu siswa di kelas itu, merasa tertantang untuk menemukan pelaku dibalik pencurian itu. Berbagai praduga kian muncul. Pada akhirnya salah satu praduga muncul dan tanpa sadar Amar menjadikannya sebagai seorang tersangka.
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2282      931     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
The Hidden Kindness
424      300     2     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
Peneduh dan Penghujan
334      275     1     
Short Story
Bagaimana hujan memotivasi dusta
Cinta (tak) Harus Memiliki
5741      1452     1     
Romance
Dua kepingan hati yang berbeda dalam satu raga yang sama. Sepi. Sedih. Sendiri. Termenung dalam gelapnya malam. Berpangku tangan menatap bintang, berharap pelangi itu kembali. Kembali menghiasi hari yang kelam. Hari yang telah sirna nan hampa dengan bayangan semu. Hari yang mengingatkannya pada pusaran waktu. Kini perlahan kepingan hati yang telah lama hancur, kembali bersatu. Berubah menja...
Kacamata Monita
3001      925     3     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Me vs Skripsi
3080      1294     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
A - Z
3128      1063     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Acropolis Athens
5868      2108     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
Cinta Wanita S2
7783      1933     0     
Romance
Cut Inong pulang kampung ke Kampung Pesisir setelah menempuh pendidikan megister di Amerika Serikat. Di usia 25 tahun Inong memilih menjadi dosen muda di salah satu kampus di Kota Pesisir Barat. Inong terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara, ketiga abangnya, Bang Mul, Bang Muis, dan Bang Mus sudah menjadi orang sukses. Lahir dan besar dalam keluarga kaya, Inong tidak merasa kekurangan suatu...