Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simfoni Rindu Zindy
MENU
About Us  

Mata Zindy menatap ke arah luar lobi sekolah itu. Langit mendung masih nampak suram. Hujan turun tanpa ampun. 

“Kamu bareng sama aku aja. Sopirku udah sampe di gerbang depan. Nanti aku antar sampai rumah!” Rara menatap ke arah seseorang di halaman sekolah.

Nampak dua orang sosok memakai jas hujan. Keduanya membawa payung yang besar. Sosok itu seorang pria dan seorang wanita. 

“Non Rara, maaf telat. Tadi jalannya macet. Sini tasnya Bibi bantu bawain. Tuan sama Nyonya udah di rumah. Bibi juga suruh jemput. Takut Non kehujanan karena bawa tas.” 

“Tasku kecil, bisa bawa sendiri. Tapi ya udah deh.” Rara menyerahkan tas kecilnya pada Bibi itu. “Aku bukan anak kecil lagi ya. Cuma hujan begini nggak bakal bikin sakit.”

“Iya. Tapi Nyonya sama Tuan khawatir, Non. Mari kita pulang.” Ujar sosok lelaki itu. 

“Zin, ayo bareng. Aku antar sampai rumahmu. Di luar masih hujan badai, lho.” Ajak Rara.

“Nanti motorku gimana? Aku nggak mungkin ninggalin di sekolah. Besok aku nggak bisa berangkat ke sekolah tanpa motor itu.” Zindy menolak secara halus.

“Bisa diantar sama Kalib. Dulu kan pernah diantar juga kan?” Rara menarik tangan Zindy.

“Nggak. Makasih. Aku nggak mau merepotkan Bang Kalib lagi. Kasihan dia, nanti terlambat ke tempat PKL. Kamu duluan aja, Ra.” 

“Ya udah. Aku duluan ya. Kabarin kalo udah sampai rumah.  Aku balik dulu!” Rara melambaikan tangan kepada Zindy. Mata Zindy terus fokus menatap ke arah Rara. 

Hidup orang lain kok kayaknya mulus amat ya. Enak gitu. Nggak banyak lubang dan paku. Nggak boleh iri tapi tetap aja itu perasaan manusiawi kan? 

Nampak Rara seperti seorang putri. Dia berjalan sambil dipayungi. Tasnya dibawakan oleh Bibi asisten rumah tangga. Sepatunya juga dibawakan oleh sopirnya. Dia berjalan pelan menuju mobil mewah yang terparkir di luar gerbang sekolah. 

“Kapan ya hujannya reda? Hari sudah gelap. Pengen pulang tapi takut. Motorku udah tua, kalo kebanjiran di jalan bisa mogok.” Zindy menghela napas panjang. 

Suatu saat pasti akan ada dimana hidupku indah kan? Kayak cuaca ini. Nggak mungkin hujan badai terus. 

Terdengar langkah kaki menuju lobi sekolah. Zindy refleks menoleh ke arah suara itu. Wajah sosok itu familiar di kepala Zindy. 

“Kamu belum pulang?” Leon tanpa ragu menyapa. Dia duduk di space yang kosong di bangku panjang itu. 

“Belum. Aku nunggu hujan reda. Motorku udah tua. Takut mogok kalo kena air banjir di jalan.” Mata Zindy fokus menatap ke arah luar. “Kamu nggak pulang?” 

“Motorku baru diservis. Ini baru nunggu sopirku buat jemput. Mau pake taksi online tapi kata Mama suruh jemput aja.” Leon melepas jaket yang dia gunakan. “Nih, pakai!” Jaket itu diserahkan kepada Zindy. 

“Heh?” Zindy terpaku dan termenung. Dia heran dengan sikap Leon. “Buat apa?” Suasana hening sejenak. 

“Nona wirausahawan muda nggak boleh sakit. Nanti kalo sakit kamu nggak bisa jualan. Pasti dingin, nunggu hujan reda.” Jaket itu langsung dipakaikan ke bahu Zindy. 

Jantung Zindy langsung berdegup kencang. Siapa yang tak salah tingkah mendapat perhatian dari cowok tampan seperti Leon. Bahkan Zindy tertunduk. Dia tak berani menatap mata Leon. 

“Semangat ya. Nggak usah pikirkan omongan julid. Orang yang kuat dan mandiri sepertimu makin jarang.” Leon mengacungkan jempol. 

Mimpi apa gue semalam? Kapten tim basket secakep Leon minjemin jaket ke gue. Gila, ini berkah ya? 

“Ma…ka…sih….” Sahut Zindy lirih. 

“Aku pulang dulu ya. Itu sopirku udah jemput. Sukses terus dagangnya.” Leon beranjak pergi. Seseorang pria datang membawakan payung untuknya. Zindy terus menatap ke arah Leon pergi. Hujan mulai reda. 

Zindy tetap termenung di lobi. Dia masih menatung di dalam jaket Leon. Wangi parfum yang segar dan maskulin dari jaket itu masih berasa. Itu adalah parfum yang biasa digunakan Leon. Dia menghela napas.

“Nggak boleh GR. Dia mungkin cuma baik.” Zindy melepas jaket itu. 

“Kamu ternyata di sini!” Suara yang familiar mendekat ke arah Zindy. 

“Abang Kalib! Kapan kamu di sini?” Zindy kaget dengan kehadiran Kalib di lobi sekolah itu. 

“Aku khawatir. Hujannya kencang dan pake angin. Motormu bisa mogok. Makanya aku susul waktu udah agak reda.” Kalib menatap jaket yang ada di tangan Zindy. “Jaket siapa ini?”

“Oh, jaket temen kok, Bang.” Zindy tertunduk. 

“Ehm begitu. Ya udah. Ayo kita pulang. Ibumu pasti khawatir.” Kalib membawakan keranjang belanja Zindy. 

Apa aku punya saingan? Itu jaket untuk cowok. Bau parfumnya juga bukan parfum cewek. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kisah di Langit Bandung
2016      921     0     
Romance
Tentang perjalanan seorang lelaki bernama Bayu, yang lagi-lagi dipertemukan dengan masa lalunya, disaat ia sudah bertaut dengan kisah yang akan menjadi masa depannya. Tanpa disangka, pertemuan mereka yang tak disengaja kala itu, membuka lagi cerita baru. Entah kesalahan atau bukan, langit Bandung menjadi saksinya.
Adiksi
8974      2742     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
My Andrean
11694      2216     2     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...
Bukan Pemeran Utama
90      87     0     
Inspirational
Mina, Math, dan Bas sudah bersahabat selama 12 tahun. Ketiganya tumbuh di taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah yang sama. Dalam perjalanan persahabatan itu, mereka juga menemukan hobi yang mirip, yakni menonton film. Jika Bas hanya menonton film di sela waktu luang saat ia tak sibuk dengan latihannya sebagai atlet lari , maka kegandrungan Math terhadap film sudah berubah m...
Letter hopes
1240      692     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
The Red String of Fate
674      463     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
TRAUMA
141      126     0     
Romance
"Menurut arti namaku, aku adalah seorang pemenang..akan ku dapatkan hatimu meskipun harus menunggu bertahun lamanya" -Bardy "Pergilah! Jangan buang waktumu pada tanaman Yang sudah layu" -Bellova
Eagle Dust
736      490     0     
Action
Saat usiaku tujuh tahun, aku kehilangan penglihatan karena ulah dua pria yang memperkosa mom. Di usia sebelas tahun, aku kehilangan mom yang hingga sekarang tak kuketahui sebabnya mengapa. Sejak itu, seorang pria berwibawa yang kupanggil Tn. Van Yallen datang dan membantuku menemukan kekuatan yang membuat tiga panca inderaku menajam melebihi batas normal. Aku Eleanor Pohl atau yang sering mereka...
Guguran Daun di atas Pusara
535      373     1     
Short Story
Bukan kepribadian ganda
9986      2015     5     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)