Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

BAM! BAM! BAM!

Dow terlonjak dari tidurnya. Kedua matanya menatap sekelilingnya liar. 

“Dow bangun!”

Bam! Bam! Bam!

Dow kembali menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Gelap. Ia mencoba memfokuskan diri. Mom?

“Dow!”

Bam! Bam! Bam!

“Mom!” teriak Dow dengan suara parau. Sontak ia menyibak selimut dan melompat ke pintu.

“Ada apa Mom?” tanya Dow begitu membuka pintu kamarnya.

Mom berdiri awut-awutan di depan pintu kamarnya, kedua mata beliau memerah karena menangis.

“Dad, Dad di rumah sakit,” suara Mom parau, dan terbata-bata.

Huh?”

Setelah itu semuanya kabur, telinga dan otaknya tidak bisa mendengar atau berpikir yang masuk akal. Yang bisa diproses oleh otaknya hanyalah, Dad, pingsan, segera, dan rumah sakit. 

Setengah jam kemudian Dow dan Mom berlari-lari di koridor rumah sakit, menuju ruang gawat darurat di mana Dad mendapatkan pertolongan pertama. Dow bahkan tidak tahu bagaimana dirinya dan Mom bisa berada di rumah sakit, atau bagaimana ia bisa menyetir dan sampai di rumah sakit dengan selamat. 

Betapa berbahaya menyetir dalam kondisi seperti ini.

Dow hanya mengangguk-angguk kosong ketika dokter menjelaskan situasi Dad. Ia menoleh Mom sekilas, ia tidak tahu apakah situasi Mom pun sama seperti dirinya. Tapi sepertinya tidak, Mom masih bisa aktif bertanya. Satu-satunya hal yang bisa ia mengerti adalah ketika dokter menginformasikan jika Dad akan segera dipindahkan ke ICU untuk pemeriksaan menyeluruh dan pengawasan lebih lanjut.

“Untuk saat in Mr. Watts dalam kondisi serius tapi tidak kritis, tapi kita tidak boleh lengah, tapi,” dokter Ong memantapkan ketika mengucapkan tapi. “Kita sama sekali tidak berharap hal lain selain kondisi yang lebih baik. Kita tetap harus waspada.” 

“Lakukan yang terbaik, dokter,” Mom mengangguk cepat. 

“Apakah kami bisa melihat Dad?” Dow tidak tahan untuk tidak bertanya.

“Setelah kami memindahkan beliau ke ICU dan settle in, tapi hanya dari luar ruangan. Nanti saya akan menyuruh suster untuk memberitahu tempatnya,” jawab dokter Ong.

Dow hanya mengangguk sebagai jawaban.

Dokter Ong bangkit, meraih stetoskop yang tergeletak di meja, mengalungkannya di leher. 

“Kami akan informasikan mengenai kondisi terbaru Mr. Watts, in the mean time, just pray,” katanya bersiap untuk meninggalkan ruangan.

Mom berdiri dari duduknya, mengusap air mata di ujung matanya dan mengangguk.  “Pasti dokter. Terima kasih untuk semuanya.”

Mereka bertiga keluar dari kantor dokter Ong. Mom dan Dow kembali ke ruang tunggu UGD sedangkan dokter Ong masuk koridor diikuti oleh suster muncul yang entah darimana.

“Kita menunggu suster,” kata Mom lirih.

Yeah.

Rasanya berabad-abad lamanya sebelum seorang suster memberitahukan bahwa mereka bisa melihat Dad.

Dow lemas ketika akhirnya menemukan ruang Dad dirawat. Untuk beberapa saat ia hanya bisa menatap nanar. Dari luar ruangan kaca Dad yang biasa berdiri tegap dengan perawakannya yang tinggi besar, kini terbaring di ranjang dengan muka pucat berbagai selang terhubung ke tubuhnya. 

Bagaimana mungkin Dad bisa terlihat begitu ringkih?

Tidak ada yang masuk akal.

Dad baik-baik saja, setidaknya itulah yang bisa ia gambarkan. Dad selalu menjalani hidup sehat, jarang bekerja berlebihan. Jadi bagaimana bisa beliau pingsan di tempat kerja?

Terlebih lagi, serangan jantung.

Serangan jantung.

Otak Dow berusaha mencerna informasi yang masih terasa asing baginya. Tentu ia tahu apa itu serangan jantung, yang ia masih tidak mengerti adalah; Bagaimana Dad bisa terkena serangan jantung? Sejauh yang ia pahami, serangan jantung tidak tiba-tiba, selalu ada tanda-tanda sebelum seseorang kolaps.

Apakah Dad juga menunjukkan tanda-tanda tersebut? 

Apakah Dad memilih untuk mengabaikan tanda-tanda tersebut hingga akhirnya beliau pingsan?

Beberapa dokter dan suster masuk ke ruangan Dad, tapi bukan dokter Ong. Mungkin dokter Ong bukan dokter yang bertugas. Sementara Dow dan Mom kembali duduk di ruang tunggu.

“Apa Dad punya dokter pribadi?” tanya Dow tiba-tiba.

Mom menatap Dow terkejut. “Dokter Walsh, kau tidak ingat?” 

Dokter Walsh merupakan dokter pribadi mereka. Dokter yang sudah Dow kenal sejak kanak-kanak.

“Bukan dokter Walsh, Mom, aku tahu siapa dokter Walsh. Maksudku dokter spesialis atau apalah. Apa Dad punya riwayat kesehatan yang tidak kita—atau aku—tahu?”

“Tidak ada, kecuali Dad juga menyembunyikannya dariku. Tapi sepertinya tidak ada, karena dokter Ong tidak menyebut atau merekomendasikan nama dokter lain,” Mom menggeleng.

Dow mengangguk-angguk. Jadi serangan jantung Dad benar-benar sesuatu hal yang mendadak, tidak ada gejala terlebih dulu. Omong-omong mengenai dokter Walsh … Dow celingak-celinguk—

“Eh tapi dokter Walsh kok nggak terlihat, ya?” 

“Beliau sedang cuti, besok baru akan menjenguk Dad,” jawab Mom.

Oh, masuk akal. Lagipula dokter Walsh sudah sepuh, juga bukan apesialis jantung, mungkin beliau sudah mengurangi jam bertugas di rumah sakit, itupun kalau masih punya jam tugas. 

“Kau tidak sekolah?” tanya Mom setelah mereka terdiam beberapa saat.

Oh!

Dow menepuk keningnya lalu dengan cepat mencari ponsel di saku jaket, dan celananya. Begitu menemukannya di saku depan jaketnya, dengan segera Dow mengetik pesan untuk Oi.

 

Dow: 

nggak masuk

Dad masuk rumah sakit

 

Dow melihat jam di ponselnya, 6.30 A.M. mungkin Oi belum bangun tapi lebih baik begitu daripada membuat Oi menunggu. 

“Kau tidak ke sekolah?” tanya Mom lagi.

“Nggak, aku nggak akan tenang meninggalkan Mom sendirian di sini. Lagipula, aku juga akan penasaran dengan keadaan Dad. Aku akan izin hari ini,” Dow menggeleng. 

Dow baru selesai mengirim pesan kepada guru wali-nya ketika  ponselnya bergetar, jawaban Oi. Rupanya gadis itu sudah bangun.

 

Oi: 

Oh?

Bagaimana keadaan Ed?

Baik-baik saja?

Apa yang terjadi?

Kau masih di rumah sakit?

 

Dow tidak tahan untuk tidak tertawa kecil ketika membaca pesan Oi. Ia bahkan hampir bisa membayangkan bagaimana paniknya gadis itu.

 

Dow: 

Belum tahu bagaimana kondisinya.

Dad pingsan di galeri dan stafnya yang memanggil ambulan.

Yeps.

Dan Oi, titip Sans, tadi aku nggak sempat memberi makan.


 

Oi: 

That was … awful ☹

Tentu saja! 

Kasihan dia, Sans pasti panik.

 

Bukan Sans yang panik, tapi kau. Hampir saja Dow membalas begitu. Tapi akhirnya ia memilih respon yang paling aman.

 

Dow: 

Yeah,

Thanks.

 

Oi: 

No prob,

Don’t worry, he’ll be okay.

 

Dow menghela napas lega. Satu masalah terselesaikan. Kini tinggal menunggu kabar dari dokter dan sarapan.

“Mom, aku akan ke kantin ada sesuatu yang ingin kau beli?” tanya Dow seraya berdiri, memasukkan kembali ponselnya ke saku jaket.

“Kopi dan apapun lah yang bisa kau beli. Aku tidak selera makan,” jawab Mom.

“Meski nggak ingin, kau harus tetap makan Mom. Jangan sampai kau juga jatuh sakit.”

“Kau benar. Belikan apapun asal jangan yang manis,” Mom mengangguk. 

Dow mengangguk lalu berjalan meninggalkan ruang tunggu. Untuk sejenak, ia bisa meninggalkan bencana yang baru saja terjadi. Bohong kalau dirinya tidak berharap semua ini tidak lebih dari sekadar mimpi buruk. Mungkin setelah mendapatkan angin segar, otaknya bisa berpikir lebih jernih?

Semoga. 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Surat Terakhir untuk Kapten
639      465     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
SURAT CINTA KASIH
609      442     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Alumni Hati
1837      830     0     
Romance
SINOPSIS Alumni Hati: Suatu Saat Bisa Reuni Kembali Alumni Hati adalah kisah tentang cinta yang pernah tumbuh, tapi tak sempat mekar. Tentang hubungan yang berani dimulai, namun terlalu takut untuk diberi nama. Waktu berjalan, jarak meluas, dan rahasia-rahasia yang dahulu dikubur kini mulai terangkat satu per satu. Di balik pekerjaan, tanggung jawab, dan dunia profesional yang kaku, ada g...
Salju di Kampung Bulan
2189      1012     2     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Anderpati Tresna
2778      1116     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Mencari Virgo
515      367     2     
Short Story
Tentang zodiak, tentang cinta yang hilang, tentang seseorang yang ternyata tidak bisa untuk digapai.
KESEMPATAN PERTAMA
557      385     4     
Short Story
Dan, hari ini berakhir dengan air mata. Namun, semua belum terlambat. Masih ada hari esok...
The pythonissam
397      313     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
LUKA TANPA ASA
10316      2573     11     
Romance
Hana Asuka mengalami kekerasan dan pembulian yang dilakukan oleh ayah serta teman-temannya di sekolah. Memiliki kehidupan baru di Indonesia membuatnya memiliki mimpi yang baru juga disana. Apalagi kini ia memiliki ayah baru dan kakak tiri yang membuatnya semakin bahagia. Namun kehadirannya tidak dianggap oleh Haru Einstein, saudara tirinya. Untuk mewujudkan mimpinya, Hana berusaha beradaptasi di ...
Between Earth and Sky
2048      623     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...