Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mesin Waktu Ke Luar Angkasa
MENU
About Us  

Dalam hawa dingin pukul sebelas hampir tengah malam, kau belum juga tidur. Merindukan gelagat rengit atau nyamuk yang tidak bisa lagi kau jumpai di kota-kota besar selayaknya menemukan jarum dalam tumpukan benang karena keberadaan obat semprot serangga. Sebentar lagi usiamu dua puluh lima tahun, tepatnya satu jam lagi, dan kau akan menghadapi segala macam persoalan perihal perawan tua yang belum juga kawin.

Terlebih bapakmu itu, beliau adalah orang yang paling giat dalam rangka memintamu melepas lajang. Perkara umurnya yang semakin hari semakin dirindukan bumi, dengan dalih ingin melihat kau si anak bungsu segera kawin, ia rela mengatakan kepada seluruh rekan sejawatnya yang sesama orang Jawa itu, untuk mencarikanmu seorang pangeran. 

Tentu harus sesuai kriteria bapakmu yang ingin anak bungsunya dikawini pria baik-baik dari segala bibit, bebet, bobot yang dapat dilihat lahir dan batinnya. 

Haduh, dan lagi-lagi kepalamu pening kan? Semua saudaramu kian beranak-pinak dan kau masih setia menyetubuhi guling dan bantal yang bau iler itu. Pergi merantau ke kota lain pun tidak bisa, barangkali memang jodohmu itu ada di belahan bumi yang lain, tapi bapakmu lagi-lagi mengatakan, “jangan, nanti bapak ndak bisa mengunjungi, Bapak!”

Tinggal di Jakarta begini, mana bisa kamu punya pasangan yang njawani seperti keinginan kedua orang tuamu itu. Lagi pula, siapa yang tak pingin kawin? Kamu bahkan sudah iri dengan janda sebelah rumah yang anaknya sudah tiga tapi beda bapak semua. 

Kegelisahan milikmu kian mendung, ketika tepat lima menit setelah jam dinding tua menempatkan diri di angka dua belas, seketika awan menangis, membiarkan ritual tidur nyenyak bagi sesiapa saja yang mengalami insomnia, termasuk kau. Dengan begitu, kau persis memilih merebahkan beban dan pikiranmu di atas dipan berukuran sedang dan segera menyalakan mimpi, semoga indah!

Dari dalam mimpi, kau bertemu dengan laki-laki yang kulitnya hitam cerah, berambut ikal dan punya mata yang teduh. Seketika kau berpikir, jika besok kisah cintamu akan dimulai di hari pertama, tepat saat kau berumur dua puluh lima.  

 “Kesiangan lagi, nduk? Sampun sembayang dereng?”

Berbeda dengan belahan jiwamu yang lain, kau dirahmati Tuhan karena dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang sempurna. Kau ingin menjelma menjadi sosoknya yang seperti bidadari, tumbuh dalam sangkar beraroma rumah tangga dengan bapak. “Sudah, Buk.” Lalu kau berjalan ke dapur, mengisi gelas dengan air dingin dari kendi yang diterbangkan langsung dari Solo, meneguknya sampai tandas, lantas tidak lupa memberi salam kepada ibumu dengan menangkupkan kedua tangan di depan wajah.  

Di atas kompor gas, kau melihat pantat panci mulai gosong dengan nasi yang hampir matang. Ibumu senantiasa menyelipkan dua siung bawang putih pada nasi yang dinanak, konon katanya bisa membantu mencegah kanker. Mungkin saja benar, rempah-rempah negeri ini memang tergolong ajaib, bukan? Itu yang membuat Indonesia dijajah ratusan tahun.

Sedangkan tangannya yang lain tanpa bicara lebih banyak memintamu untuk meletakkan piring-piring pada meja makan. Tidak lupa mengalasi atasnya dengan daun pisang yang sudah dijemur agar sedikit layu. Kau menurut, menata dengan apik karya tangan ibumu di singgasana yang bernama sarapan pagi. 

Meja dengan lima kursi persis untukmu di sana, bapak dan ibumu, serta dua saudaramu yang jarang sekali pulang. Sejak pindah ke Jakarta, ibu sudah tidak lagi menggunakan daun jati untuk alas piring makan. Kolot dan amat tidak modern itu juga keinginan bapakmu yang tidak mau meninggalkan kesan tinggal di kampung, yang samping rumahnya hutan jati. Mau tidak mau, kau harus selalu pergi ke pasar, bukan ke kebun, semata-mata untuk mencari daun pisang segar, tidak jarang dengan buahnya sekalian.  

Sedangkan pagi sendiri masih terlalu muda untuk merajai tanah yang masih lenyah di samping halaman rumah sebab hujan semalam masih tinggal di pucuk-pucuk daun anggrek milik ibumu di teras. Dilihatnya bapakmu sudah sibuk, seakan sinar matahari yang masih hangat ini tidak boleh mubazir barang sedikit saja untuk menjemur burung-burung peliharaannya itu. Semprotan yang bapak gunakan pun sudah diganti ibu airnya sejak subuh, memastikan segala yang bapak butuhkan dari membuka mata hingga menutupnya telah siap sedia semua. 

“Kenapa perempuan jaman sekarang selalu bangun siang terus?”

Seakan sudah tahu kehadiranmu di teras untuk mengaturkan salam pagi, kau sudah ketahuan lebih dulu berada lima langkah di belakang bapakmu itu. Sepertinya penciumannya masih tajam meski sudah berusia lebih dari setengah abad, mencium aromamu yang cuma cuci muka dan belum mandi pagi. 

Sepurane, Pak. Ayu semalaman tidak bisa tidur, jadi bangun kesiangan,” katamu sambil meletakkan teh panas ke sebuah meja kayu jati asli yang kaki-kakinya masih berbentuk akar pohon yang telah dipelitur. Bapak berdeham dengan sengaja sehingga kau tidak perlu lagi memikirkan belasan alasan seperti mengerjakan pekerjaan kantor atau karena lembur seperti hari-hari yang bukan hari minggu. 

Kau mengedarkan pandangan, mencari hal apa yang bisa  dikerjakan sebelum kembali ke dapur membantu ibumu. Tidak perlu lagi menyiram tanaman hias karena alam sudah melakukannya lebih dulu, tidak perlu lagi menyapu halaman pula karena air masih menyelimuti rumput-rumput yang dipangkas pendek. Setelah tidak tahu lagi kegiatan yang bisa kau lakukan, kau berencana pamit dari hadapan bapakmu yang kelihatan masih sibuk dengan peliharaannya. 

Namun, suara berat memanggilmu dengan serius. Bapak berbalik sambil meletakkan semprotan burungnya di meja samping cangkir teh. Kemudian duduk di bangku panjang yang masih terbuat dari jati, yang jika diingat dari cerita kakak tertuamu, usianya lebih tua daripadanya. 

Dalem, Pak.”

“Sini duduk,” bapak menepuk bagian kursi yang kosong, menitah kau untuk duduk di sebelahnya sekarang. Dengan hati-hati kau mendekat, sambil terus membungkuk sebab kau harus melewati meja kayu jati yang tadi, kemudian melewati tubuh bapakmu dan baru bisa berhenti ketika bapak memintamu duduk untuk yang kedua kali. 

“Anakku Serayu Wening Setiaji,” ucapnya berat, dan sedikit parau, tetapi dari nada-nadanya wibawa masih saja senantiasa lahir.

Nggih, Pak.”

Sugeng ambal warso, Nduk. Semoga engkau senantiasa hidup dengan umur yang bijaksana, serta diberikan kebahagiaan lahir maupun batin.”

Bapak mengucapnya sambil diiringi kicauan burung, mereka seolah bernyanyi lagu selamat ulang tahun yang sering kau putar semasa kecil dulu. Kau mulai tersenyum meski masih ragu-ragu untuk mengangkat wajah dan menatap mata tua milik bapak.

“Alhamdulillah, aamiin. Maturunuwun.”

Bapak lantas memegang pundakmu, merapalkan doa yang tidak boleh kau tahu. Barangkali sekarang tentang jodohmu yang masih tak kunjung datang. Meski begitu, kau menerimanya dengan lapang, menunggu bapak selesai komat-kamit sendirian. Dari balik pintu, kau mencuri pandang ke dalam rumah, di sana ibumu sedang menatap bahagia suasana di teras. Pelan tapi pasti kau bisa tersenyum dengan lebar sekarang. Semoga doa bapakmu bisa seperti bawang putih. Ajaib. Betapa pun membosankan bapakmu, kau begitu menyayanginya lebih dari hidupmu sendiri. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rain, Coffee, and You
581      418     3     
Short Story
“Kakak sih enak, sudah dewasa, bebas mau melakukan apa saja.” Benarkah? Alih-alih merasa bebas, Karina Juniar justru merasa dikenalkan pada tanggung jawab atas segala tindakannya. Ia juga mulai memikirkan masalah-masalah yang dulunya hanya diketahui para orangtua. Dan ketika semuanya terasa berat ia pikul sendiri, hal terkecil yang ia inginkan hanyalah seseorang yang hadir dan menanyaka...
Premium
Titik Kembali
6838      2376     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
Langkah yang Tak Diizinkan
359      302     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Sacred Sins
1583      695     8     
Fantasy
With fragmented dreams and a wounded faith, Aria Harper is enslaved. Living as a human mortal in the kingdom of Sevardoveth is no less than an indignation. All that is humane are tormented and exploited to their maximum capacities. This is especially the case for Aria, who is born one of the very few providers of a unique type of blood essential to sustain the immortality of the royal vampires of...
Highschool Romance
3051      1315     8     
Romance
“Bagaikan ISO kamera, hari-hariku yang terasa biasa sekarang mulai dipenuhi cahaya sejak aku menaruh hati padamu.”
Surat untuk Tahun 2001
6454      2676     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Palette
6901      2635     6     
Romance
Naga baru saja ditolak untuk kedua kalinya oleh Mbak Kasir minimarket dekat rumahnya, Dara. Di saat dia masih berusaha menata hati, sebelum mengejar Dara lagi, Naga justru mendapat kejutan. Pagi-pagi, saat baru bangun, dia malah bertemu Dara di rumahnya. Lebih mengejutkan lagi, gadis itu akan tinggal di sana bersamanya, mulai sekarang!
Bayang Janji
597      421     2     
Short Story
Mawar putih saksi sebuah janji cinta suci
Melodi Sendu di Malam Kelabu
551      374     4     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu
Temu Yang Di Tunggu (Volume 1)
20431      4484     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...