Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

Sabtu pagi. Juna baru selesai jogging ketika ponsel di sakunya berulang kali berdenting. Belasan notifikasi yang berasal dari grup chat membuat dahi Juna berkerut.

"Perasaan nggak lagi ngebahas apa-apa dari semalam. Anak-anak pada kenapa?" Cowok jangkung itu bergumam. Tidak ingin dihantui rasa penasaran, begitu menemukan tempat berteduh, Juna langsung membuka pesan-pesan itu.

 

Chill Zone

Bang Dewangga:

Video kita trending 5 di YouTube

Lumayan dah

 

Mellowdi:

What? Serius, Kak?

Asyik!

Itu pasti karena suara gue

 

Hazelnut:

Widihhhh keren amat kita

Party lah party

 

Mali Telkomzel:

Roll up to the party!

Wahhhh ga sia-sia kita take berkali-kali sampe my fingers lecet-lecet

Petjah!

 

Bang Dewangga:

Kita rayakan gak nih?

Trend 5 bro

 

Hazelnut:

Tanya Pak Bos Jayan coba

Kalo beliau bisa mah, hayuk!

 

Mellowdi:

Jujun gimana? Biasanya hari libur begini lagi olahraga sama Griss, kan?

 

Mali Telkomzel:

Tinggalin aja si Jujun wkwk

 

Bang Jayan:

Jangan ditinggal

Mendingan ajakin Griss sekalian

Gue udah booking tempat makan biasa

 

Hazelnut:

BUSET?

 

Mellowdi:

BUSET?

 

Mali Telkomzel:

BUSET?

 

Niku Arjuna:

GAS BANG! GUE OTW PAKAI BURAQ

 

Setelah membaca dan membalas pesan-pesan itu, Juna langsung berlari ke arah rumahnya. Senyumnya terkembang. Sebagai bagian dari Chill Zone, Juna tentu senang luar biasa mengetahui salah satu music video cover-an band-nya trending lima di YouTube. Jelas itu sebuah prestasi karena Juna dan kawan-kawannya bekerja keras untuk sampai di situ, bukan asal-asalan apalagi banyak membuat sensasi.

Sesampainya di rumah, Juna langsung mengambil motor milik Kayra yang kebetulan sedang tidak dipakai. Tanpa mengganti kaos putih polos dan celana selututnya, Juna langsung tancap gas ke tempat makan biasa. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan teman-temannya, lalu merayakan keberhasilan mereka.

"Tempat Makan biasa" yang Jayan sebutkan adalah tempat makan yang sering dikunjungi Juna dan Griss saat makan siang. Pagi itu, tempat makan itu sedang tidak terlalu ramai. Hanya ada dua atau tiga meja yang sudah terisi. Salah satunya adalah meja bernomor lima yang sudah dihuni oleh dua muda-mudi berpakaian senada. Juna langsung menyapa dua orang itu begitu masuk.

"Nomor lima banget, Bang? Mentang-mentang trending kelima."

Juna dan Jayan ber-high five. "Gue udah di sini dari pagi kali."

Juna mengangguk-angguk sambil menarik satu kursi untuk diduduki. Tatapannya beralih ke arah gadis blasteran Australia-Sunda yang duduk di sebelah Jayan.

"Hai, Mir. Dari pagi juga?" sapanya.

Mira mengangguk, dagunya mengedik ke arah Jayan. "Bingung nyari sarapan pas jogging. Akhirnya kita ke sini." Cewek itu tersenyum manis seperti biasa.

Tak berselang lama, derit pintu terdengar beberapa kali dan berturut-turut. Wajah-wajah sumringah muncul dari baliknya.

"Woi, woi, beneran pakai buraq si Jujun." Hazel merangkul bahu Juna dan mengguncangnya, meski sesaat kemudian ganti mendorongnya dengan kasar karena aroma keringat yang menusuk hidungnya. "Belum mandi ya lo? Bau!"

Juna memeletkan lidahnya, menunjukkan respons bahwa dia tidak peduli. "Baru kelar jogging gue. Duduk gih!" ucapnya.

Hazel langsung duduk di sebelah Juna. Sementara Dewangga, Mali, dan Melodi duduk di meja terpisah.

Dewangga, selaku member Chill Zone tertua yang sering disebut sebagai leader, seperti biasa, mulai menghitung teman-temannya, memastikan tidak ada yang kurang atau tertinggal.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh ...." Hitungannya terjeda, telunjuknya mengambang di udara.

"Kenapa, Bray?" tanya Juna.

Dewangga menatapnya. "Lo nggak jadi ajak Grissilia?"

"Grizzly?" Juna berpikir sejenak, kemudian, "Oh, gue lupa bilang ya, dia lagi nggak mau diganggu hari ini. Mau semedi katanya," jelas Juna, membuat teman-temannya melongo.

"Aneh banget. Ngapain semedi? Cari wangsit?" tanya Hazel.

"Cari jodoh kali?" balas Dewangga, yang langsung panen sorakan.

"Itu mah elo!"

Semua orang di dua meja itu tertawa saat Dewangga memasang wajah terluka.

"Sayang banget Griss nggak ikut, padahal kalau ada dia, makanan apa aja jadi enak," ujar Jayan.

"Bener banget. Cara makan Griss itu enak dilihat, bikin kita-kita ikutan lapar juga. Kalau dia buka kanal YouTube khusus mukbang, pasti banyak yang nonton." Mali menimpali dengan semangat empat lima sampai tangannya nyaris memukul meja.

Juna yang dari tadi menyimak, menyunggingkan senyum miringnya. "Jangan nyuri dialog Bang Jayan, Mal. Dia udah ngomong gitu duluan pas kami makan siang bertiga."

"Wah, si kampret! Kok, gue nggak diajak?"

Bahu Juna mengedik. "Lo nggak penting!" Kemudian, dia mulai membuka-buka daftar menu, diikuti Melodi dan Dewangga.

Ketujuh remaja itu kompak memesan sandwich telur. Alasannya karena mereka belum sarapan. Setangkup roti tawar dengan isian telur dan teman-temannya itu dirasa bisa mengganjal perut yang keroncongan. Usai memesan, Juna dan kawan-kawannya pun kembali melanjutkan obrolan.

"Omong-omong, Jun, aku mau nanya, boleh?" Mira menjadi orang pertama yang membuka suara.

Juna yang sebelumnya sedang mengetik sesuatu di ponselnya, menoleh untuk menjawab. "Boleh, dong. Apa, sih, yang nggak boleh kalau itu Mira? Aw!" Juna melirik sengit ke arah Jayan yang tiba-tiba menginjak ujung sepatunya. Dasar sahabat posesif!

Mira menyelipkan rambut pirangnya yang mengganggu mata ke belakang telinga. "Ini agak OOT, sih dari pembahasan kita sebelumnya. Aku penasaran, kamu beneran nggak bisa makan tanpa Griss?"

Sesaat, Juna mengalami buffering. Baru, setelah berhasil menangkap maksud dari pertanyaan teman blasterannya, Juna meloloskan tawanya. "Ya, nggak, lah. Kalau gue begitu, udah mati dari dulu kali. Gue kenal Grizzly aja belum ada setahun," jelasnya. "Gue tuh cuma nggak bisa makan sendirian."

Orang-orang di sekitar Juna kompak mengernyitkan dahi mereka.

"Penyebabnya apa?"

Pertanyaan Dewangga mewakili semuanya. Mau tak mau, Juna pun akhirnya menceritakan masalah makan yang dialaminya dan bagaimana akhirnya dia bisa bertemu dengan cewek gemoy bernama lengkap Grissilia Indhika.

Juna ditakdirkan menjadi anak bungsu. Sejak kecil, Dewi dan Pandu—orang tua—memanjakannya. Bahkan bisa dikatakan sangat. Juna kecil selalu disuapi, dituruti semua kemauannya, dan selalu ditemani ke mana pun dia pergi. Pola asuh seperti itu dipertahankan hingga Juna beranjak remaja. Akibatnya, Juna tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri. Sampai-sampai makan pun tidak bisa sendiri. Memang, Juna sudah tidak lagi disuapi sejak masuk SMP, tapi tetap saja, kebiasaan makannya yang satu itu tidak juga menghilang.

Juna harus ditemani saat makan, jika tidak Juna tidak akan nafsu makan.

"Gue kayak nggak punya nafsu makan kalau makan sendirian. Merasa lebih baik kelaparan daripada dipaksa makan sendirian. Kalau kata tetangga gue, sih, gue itu cuma tumbuh, tapi nggak mendewasa, sampai-sampai makan aja masih harus ditemani."

Tidak ada sedikit pun rasa malu saat Juna menceritakan hal itu. Sebaliknya, bagi Juna, kejujuran—meski sedikit memalukan—adalah kunci kebahagiaan nomor satu.

"Gue jarang makan setelah masuk SMP karena udah nggak disuapin Mami lagi, imbasnya jelas ke berat badan gue yang udah sampai ke garis kuning. Mami mulai frustrasi tuh, lalu ketemu Grizzly. Dan, ya ... kayak yang kalian tahu, gue sama Grizzly terlibat hubungan mutualisme setelah Mami tahu kemampuan cewek itu."

"Kenapa harus Griss?" sela Dewangga. Lagi-lagi mewakili pertanyaan teman-temannya.

Pertanyaan itu membuat ingatan Juna terseret jauh ke belakang. Ke masa di mana dia dan Griss dipertemukan. Lalu, wajah tembem cewek itu terbayang di kepala. Tanpa sadar, Juna menarik ujung-ujung bibirnya sambil mengacak rambutnya yang mulai kepanjangan. "Buat gue, dia itu kayak appetizer. Pembangkit selera makan. Gue, sih, penginnya, kami bisa berteman terus, seenggaknya sampai gue lulus. Biar Mami nggak marah-marah mulu kalau gue turun BB pas musim ujian."

Hening. Semua orang mendadak bisu, larut dalam kalimat-kalimat yang diucapkan Juna. Menyadari keanehan itu, Juna menegakkan punggungnya. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang.

"Kenapa jadi pada lihatin gue, dah?" tanyanya, keningnya lebih keriting dari mie goreng.

Dari meja sebelah, suara Melodi menjadi pemecah keheningan yang beberapa saat menguasai. "Kasihan Griss, pasti dia tertekan banget jadi Teman Makan lo," ucap cewek itu.

"Emang kenapa?" tanya Juna. Alisnya menukik tajam.

"Lo pikir aja sendiri, Jun. Lo tuh banyak tingkah. Nggak kebayang deh kalau Griss jadi Teman Makan lo sampai lo lulus, kayak yang lo bilang barusan." Ucapan Melodi diamini sebagian penghuni meja.

Sebenarnya Juna kesal, tapi ... sudahlah, mungkin itu faktanya.

"Tapi nggak kasihan-kasihan amat lah. Toh, gue memberikan jaminan ke dia," ucap Juna, penuh keyakinan. "Gue nggak bakal biarin dia diganggu siapa pun," lanjutnya.

Baik Hazel, Jayan, Mira, Melodi, Mali, maupun Dewangga tahu kalau Griss sering diganggu oleh penggemar Chill Zone. Dan, mereka juga tahu kalau Juna tidak sedang bermain-main dengan ucapannya. Keseriusan itu tergambar jelas di kedua mata jernih Juna.

"Dah ah, kenapa jadi bahan Grizzly dan gue, sih? Kita, kan, mau merayakan video cover kita yang jadi trending!"

Saat Juna mengatakan hal itu, pesanan mereka datang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Aku Ibu Bipolar
59      52     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Layar Surya
2801      1394     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
79      70     1     
True Story
Andai Kita Bicara
1159      778     3     
Romance
Revan selalu terlihat tenang, padahal ia tak pernah benar-benar tahu siapa dirinya. Alea selalu terlihat ceria, padahal ia terus melawan luka yang tak kasat mata. Dua jiwa yang sama-sama hilang arah, bertemu dalam keheningan yang tak banyak bicaratetapi cukup untuk saling menyentuh. Ketika luka mulai terbuka dan kenyataan tak bisa lagi disembunyikan, mereka dihadapkan pada satu pilihan: tetap ...
Metafora Dunia Djemima
188      153     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
599      452     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
RUANGKASA
53      48     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
595      409     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Ameteur
142      123     2     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Unframed
1612      894     4     
Inspirational
Abimanyu dan teman-temannya menggabungkan Tugas Akhir mereka ke dalam sebuah dokumenter. Namun, semakin lama, dokumenter yang mereka kerjakan justru menyorot kehidupan pribadi masing-masing, hingga mereka bertemu di satu persimpangan yang sama; tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik-baik saja. Andin: Gue percaya kalau cinta bisa nyembuhin luka lama. Tapi, gue juga menyadari kalau cinta...