Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelah Hati
MENU
About Us  

Hari ini Papa keluar dari Rumah Sakit. Kak Redho yang janji mau menjemput. Aku bisa tenang di kantor. 

“Nay, ayuk maksi.” Sasi usil menowel bahuku.

“Hmmm iya, bentar aku save dulu.” Aku segera menyimpan file.

“Nay, aku kayak liat Praja tadi di loby deh. Pake baju formal begitu. Apa dia jadi ngantor disini?” Gerakanku mengublek tas mencari dompet kecil terhenti.

“Apa?” Sejak ke RS hari sabtu itu, aku tak dapat kabar apapun darinya. “Aku malah belum tahu apa-apa.”

Dering telepon mengagetkanku.

Praja calling…

Waw. Panjang umur sekali dia.

“Halo,”

“Hai, Aya. Udah makan siang?” Aku menatap Sasi tak percaya. Sasi balas menatapku penuh tanya.

“Belum,” jawabku pelan.

“Kebetulan. Aku baru mau turun ke lantai kantormu.”

“Lho, Kakak dimana?”

“Ini hari pertamaku di lantai enam belas.” Waw. Berita ini. “Aku turun ke lantai enam ya, tunggu aku.” Telepon terputus.

“Dia di lantai enam belas, Sas.” Kataku, lebih kepada diri sendiri.

Sasi membekap mulutnya cepat.

 

>.<

 

“Mau makan apa?” Praja menoleh ke kanan kiri. Berjajar gerai memang membuat bingung.

“Kakak mau pesan apa? Aku sudah titip Sasi soto betawi.” Aku menunjuk Sasi yang menuju gerai soto betawi. Sementara kami sudah duduk manis. Guna mengamankan tempat makan. Berhubung jam makan siang, memang kantin gedung ramai sekali. Ditambah lagi ini tanggal nanggung. Jadi untuk mengamankan dompet, harusnya banyak yang maksi disini.

“Apa rekomendasimu, Aya?” Praja menatapku tepat di manik mata. Membuatku kaget, dan menelan ludah tanpa sadar. Praja tak memakai blazer, hanya memakai kemeja garis biru dan dasi merah. Aku yakin, banyak yang mengamatinya sekarang.

“Em, nasi babat udah ya Kak? Kalo gitu, nasi uduk nya juga enak,” saranku. Praja bangkit.

“Oke, Aya titip apa?”

Aku menggeleng. “Sudah dipesankan Sasi, Kak.” Praja berlalu dengan senyum kecilnya. Haduh, please deh jantung, gengsi dikit napa sih, Praja ini kok.

“Kan.” Seseorang menjawil bahuku. Saat aku menoleh, aku menemukan Siska, anak marketing lantai lima. Ia memamerkan senyum ingin tahu. “Siapa, Kan?” Ekor matanya melirik Praja yang tengah mengantri pesan nasi uduk.

“Teman,” jawabku seadanya.  Siska ini terkenal cantiknya, banyak yang mesti patah hati dengannya. Karena dia terkenal pemilih.

“Masa?” ujarnya cepat. Bola matanya melebar. Seolah tak percaya omonganku.

“Iya, masa bohong.”

“Kenalin dong.” Idenya sungguh luar biasa. Tanpa ba bi bu, ia duduk di sampingku. Padahal itu kursi Sasi yang kuamankan.

Aku mencari keberadaan Sasi. Tampaknya ia masih berkutat dengan pesanan jus jambunya. Sementara Praja bergerak kembali ke meja. Siska tersenyum sumringah.

“Halo, aku Siska, temannya Kanaya.” Siska mengulurkan tangan pada Praja. Yang baru saja menempelkan pantatnya di kursi plastik.

Praja menatapku bingung. Tapi tetap menyambut tangan Siska. “Praja,” ucapnya singkat.

“Baru lihat. Baru ya, Kak?”

“Iya, baru hari ini.” Dan mereka mulai terlibat obrolan.

 

>.<

 

“Heh, ngelamun aja.” Lusi menowel bahuku, sembari menyodorkan kentang goreng pesananku. Membenahi celemeknya, kemudian duduk di hadapanku. “Kenapa?” Jemari lentiknya mulai memencet-mencet layar ponselnya. Matanya ke sana kemari. Antara wajahku dan ponselnya.

Sepulang kantor, aku mampir kafe Lusi. Pikiranku agak kusut. Pekerjaan kantor sedang full full nya. Ditambah Praja yang kini makin mudah kujumpai.

Tanganku mengaduk mocchacino hangat milikku. “Praja mulai ngantor di lantai enam belas.”

Kini wajahkulah spotlight Lusi. Ia meletakkan ponselnya. Seolah tak penting lagi sekarang. “Apa? Sejak kapan?” Matanya menyelidik.

“Senin kemarin. Aku… entahlah.”

Entahlah itu benar-benar entahlah. Pusing memang memikirkan semua yang terjadi padaku. Tepatnya, yang Praja lakukan pada hatiku. Anggaplah aku tak pernah mengakui perasaanku padanya. Ia tak pernah tahu bagaimana haru birunya perasaanku. Tetap saja, ini memalukan. Aku sudah nangis darah duluan, saat Praja cerita akan menikahi Bella.

Mungkin tak adil, aku menjauhinya. Karena perasaanku padanya. Bukan salahnya juga kalau aku menyukainya sejak masih berseragam biru putih. Dan bahkan belum mengakuinya sampai sekarang. Menyedihkan.

“Bukannya dia nggak jadi nikahin Bella?” Senyum bulan sabit Lusi muncul.

“Terus?”

“Saatnya mengakui perasaanmu, Naya. Ini saatnya. Tak lain, tak bukan. Ayolah.” Lusi menyemangatiku yang tengah lesu ini. Tak bisa berpikir sekarang.

Tak ada yang salah dengan omongan lusi. Benar malahan. Tapi aku sendiri belum yakin dengan perasaanku. Tiba-tiba bunyi dering telepon mengagetkanku.

Alfian calling…

“Sapa ituuuu?” Lusi melirik layar ponselku. Apa aku sudah cerita tentang Alfian pada Lusi? Entahlah…

Aku mengangkat telepon dibawah pengawasan mata Lusi. “Halo?”

“Halo, Kanaya.” Suara khas Alfian terdengar. “Lagi dimana?” mungkin dia bertanya karena latar belakang suaraku adalah alunan music jazz kesukaan Lusi.

Aku melirik Lusi, yang ternyata sudah beranjak, dipanggil Lola, kasirnya.  “Di kafe temanku, Lusi.”

“Lusi? Teman kuliahmu?”

Well… dia ingat…

“Kamu ingat, Al?”

“Hmm yang jurusan komunikasi itu? rambutnya sedikit keriting sebahu?”

Jelas ingatan Alfian tak main-main. Tapi tentu saja, karena temanku hanya sedikit, Lusi yang paling sering mengunjungiku di kantor BEM.

“Iya benar sekali. Aku kaget, kamu ingat benar, Al?”

Alfian terkekeh, “Tentu aku ingat. Dimana kafenya?”

“Dekat kantorku. Namanya Lost Found.”

“Oke, boleh aku susul? Kebetulan aku di jalan. Rifa sedang di Bandung sama Mama. Jadi bingung nyari teman.”

Really? Masa Alfian nyari teman?

“Datanglah, Al,” putusku.

 

>.<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langit-Langit Patah
49      42     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Ilona : My Spotted Skin
1192      797     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...
Merayakan Apa Adanya
1134      844     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
TITANICNYA CINTA KITA
0      0     0     
Romance
Ketika kapal membawa harapan dan cinta mereka karam di tengah lautan, apakah cinta itu juga akan tenggelam? Arka dan Nara, sepasang kekasih yang telah menjalani tiga tahun penuh warna bersama, akhirnya siap melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun, jarak memisahkan mereka saat Arka harus merantau membawa impian dan uang panai demi masa depan mereka. Perjalanan yang seharusnya menjadi a...
Trust Me
122      111     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
767      521     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
Cinderella And The Bad Prince
3601      2053     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
No Longer the Same
1082      787     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...
Senja di Balik Jendela Berembun
67      59     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Halo Benalu
3166      1141     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.