Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelah Hati
MENU
About Us  

Engga biasanya Mama telepon di jam nanggung kantor begini. Jam sepuluh. Apa ada yang ketinggalan ya?

“Halo, Ma.”

Yang kudengar malah isakan Mama. Jantungku seakan terhenti.

“Ada apa, Ma?” Nafasku memburu. Suaraku mungkin agak kencang, hingga Sasi menoleh padaku.

“Rik-Rika… “

“Ada apa dengan Mbak Rika, Ma?” aduh, udah waktunya melahirkan apa ya?

“Rika jatuh di kamar mandi, ini sudah dibawa ke RS, lagi ditangani dokter.” Gantian suara Papa yang terdengar. Untung Mama engga sendirian.

Mbak Rika memang sedang nginap di rumah sejak dua hari lalu, karena ditinggal Kak Redho dinas ke Surabaya.       

  “RS mana, Pa? Naya bisa ijin kesana.” Kemudian Papa menyebut nama RS Ibu Anak langganan Mbak Rika. Secepat kilat aku menghadap Pak Bos untuk minta ijin.

“Siapa yang sakit, Kanaya?” Pak Ghaisan menaikan ujung kacamatanya. Sejak dia menjenguk Papa, tidak ada omongan apapun lagi darinya. Semua berjalan biasa saja.

“Kakak saya, Pak. Jatuh di kamar mandi, sedang hamil besar.”

“Oh begitu. Baiklah. Ijinlah hari ini. Tolong berikan berkas ini pada Pak Aji. Bilang juga saya nanti ke atas.” Ia memberikan berkas padaku, untuk diberikan pada Manajer Personalia di lantai delapan.

“Baik, Pak. Terima kasih.”

Segera saja aku beberes. Tak lupa Sasi bertanya, aku hanya menjelaskan secepatnya. Sasi berjanji nanti jenguk sepulang dari kantor dengan Okan.

 

>.<

 

Keadaan Mbak Rika ternyata lebih mengkhawatirkan dari yang kuduga. Shock karena jatuh mengakibatkan tekanan darahnya tinggi. Setelah di cek pun, ternyata protein urinnya tinggi.

Dokter menyarankan segera dilahirkan, walaupun hpl nya masih dua minggu lagi.

Kak Redho sibuk mencari tiket pulang.

“Nay,” lirih suara Mbak Rika, membuatku bangkit dari kursi. Mendekat padanya. Wajahnya pucat pasi. Sebelumnya, aku sudah mengabari keluarga Mbak Rika di Bekasi. Mereka sedang jalan kemari. Mama Papa sedang pulang menyiapkan perlengkapan.

“Iya, Mbak? Mau minum? Makan?” Aku menyodorkan minum dan makan terus sedari tadi, karena sejak pernyataan dokter, Mbak Rika sama sekali tak ingin apa-apa. Yang diinginkan hanya ada Kak Redho disini.

Mbak Rika menggeleng lemah. “Mas Redho?”

“Masih nyari tiket, Mbak. Kata dokter, sore ini harus operasi. Kalau Kak Redho belum datang, sama Kanaya aja ya, Mbak? Kanaya siap lahir batin,” kataku sekenanya.

Mbak Rika malah senyum kecil, “Kamu itu nikah aja belum, masa udah liat orang melahirkan. Nanti malah ketakutan.”

“Beneran deh, Mbak. Ya? Ya? Apa sama Mama?”

Mbak Rika malah menggenggam tanganku erat. “Doakan Mbak kuat ya, Naya. Kalau ada apa-apa sama Mbak. Titip anak ini ya?”

“Mbak! Apaan sih! Mbak engga bakalan kenapa-kenapa kok.” Jelas saja aku kaget dengan perkataan Mbak Rika. “Kita bakal rawat bareng-bareng. Jangan bilang yang aneh-aneh deh.” Mata Mbak Rika berkaca-kaca.

“Mbak takut, Naya… “ ujarnya lirih.

“Jangan takut, Mbak. Ada Kanaya, Mama, Papa juga. Semuanya bakal ada disini. Banyak berdoa, Mbak. Semoga dimudahkan segalanya.” Mbak Rika menangis lirih. Aku hanya bisa menguatkan, mengelus lengannya.

 

>.<

 

“Kak Praja?” Aku terheran melihat Praja sudah di luar kamar, tengah ngobrol dengan Papa.

“Redho ngabarin tadi, aku langsung kesini.” Papa dan Mama masuk kamar rawat. Tinggalah aku dan Praja di depan kamar. “Kata Redho dia dapat pesawat jam dua. Aku menawarkan menjemputnya, tapi dia melarang. Katanya lebih baik aku menemanimu disini.”

“Mbak Rika mau operasi jam lima, Kak. Tapi tetap mengharapkan Kak Redho ada disampingnya.”

“Semoga sempat ya,” ujar Praja. “Sudah makan?” Aku menggeleng. Aku sampai lupa jam. Ternyata sudah hampir jam satu. “Mau makan di kantin?”

“Boleh.”

Aku mengikutinya menuju kantin RS. Kami makan ramesan dalam diam. Sejujurnya pikiranku kemana-mana. Apalagi setelah dengar yang Mbak Rika tadi katakan.

“Ada apa?” tanya Praja. Mungkin melihatku hanya mengawasi teh panasku tanpa niat meminumnya sama sekali. Apa dia melihat kegundahanku?

“Em cemas, Kak.”

“Aku tahu ini semua sangat mendadak. Tapi aku yakin, semua akan baik-baik saja. Kamu yang harus banyak kuatkan Rika.” Ia mengudek es teh nya. Menatapku dalam. “Aku yakin kamu bisa, Aya. Redho mengandalkanmu.”

“Terima kasih, Kak.” Kurasa, aku sedikit bisa menyingkirkan kegundahan hatiku. Ternyata, aku hanya butuh support.

 

>.<

 

“Di mana?” Suara Alfian terdengar.

“Rumah Sakit, istrinya Kak Redho mau melahirkan,” jawabku.

“Semoga lancar, ya. Maaf, aku masih ada meeting  sampai lepas maghrib. Baru bisa jenguk ya.”

“Tak harus sekarang, Al. Banyak orang kok disini.” Sekelilingku ramai. Keluarga Mbak Rika sudah datang. Ayah dan Ibu juga adiknya Rama. Mama, Papa juga Praja.

“Begitu? Baiklah. Nanti aku kabarin kalau udah selesai meeting ya.”

“Oke, Al.” Telepon terputus.

Sejak acara ke Bandung, memang Alfian tetap menjaga komunikasi, walaupun cuma bertanya sudah pulang di waktu petang. Dia cerita sedang ada audit, jadi banyak pekerjaan. Berkali-kali bahkan meminta maaf belum bisa menemui.

Entahlah. Kenapa dia minta maaf? Toh tak ada komitmen antara kita. Kenapa dia merasa begitu?

“Redho masih di taksi, operasi sudah disiapkan.” Praja tiba-tiba sudah berdiri disampingku. “Om dan Tante sedang menyakinkan Rika untuk memulai operasi tanpa Redho.” Pantas rasanya tegang.

Rama duduk di sebelahku,begitu keluar dari ruangan. Wajahnya keruh. Mahasiswa semester enam jurusan teknik, universitas negeri ternama. Walau kelihatannya sedikit urakan, tapi tetap rapi saat ke kampus. Agaknya ia baru pulang dari kampus.

“Kenapa, Ram?” tanyaku.

Rama menoleh. “Mbak Rika itu kenapa sih? Mikirnya kok negative terus.”

“Cemas berlebihan, Rama. Apalagi Kak Redho tak ada. Itu menambah bebannya.”

“Kan kita ada disini, Mbak. Buat apa kita disini kalo engga buat dia?” Nadanya meninggi. Agaknya ia hilang kesabaran. “Malah barusan bilang, engga mau operasi, masih mau nunggu Mas Redho.”

“Apa??”

“Iya, barusan bilang begitu sambil histeris.” Rama membuang muka. “Bahkan bilang soal anaknya yang engga bakal dia rawat. Apa namanya itu? stress itu kan?”

Aku saling pandang dengan Praja.

“Aku telepon Redho sebentar,” ujar Praja seraya menjauh, mengambil ponselnya di saku celana.

Kak Redho, cepatlah sampai… Mbak Rika…

 

>.<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sweet Like Bubble Gum
2902      1628     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
5411      2588     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
May I be Happy?
1926      984     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
771      523     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
XIII-A
1941      1263     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
JUST RIGHT
223      194     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...
Langit Tak Selalu Biru
149      130     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Lepas SKS
320      276     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
269      221     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
Time and Tears
624      466     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...