Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Ezra menatap bangku yang berada paling ujung di barisan pertama. Sudah dua hari bangku itu kosong.

"Dia nggak sekolah lagi?" Irgie tiba-tiba menghampiri Ezra, duduk di bangku depannya yang kosong.

 "Gue heran deh," Irgie memulai obrolan. "Gimana caranya dia tahu posisi Kuro   seakurat itu? Supranatural?"

"Mungkin," balas Ezra, singkat.

Irgie mengangguk serius. "Kayaknya nggak ada penjelasan lain." Irgie melirik ke bangku Julie. "Kalau besok dia nggak sekolah lagi, gue sama perwakilan kelas bakalan nengok ke rumahnya."

Mata Ezra membelalak. “Hari ini aja, gue ikut. Jangan ajak yang lain.”

"Tumben?"

"Mau nanya sesuatu."

“Sesuatu?” Irgie menatap Ezra dengan heran namun beberapa detik kemudian matanya membelalak. "Oh maksudnya.…”

Ezra mengangguk.

“Iya ya mungkin dia bisa…” gumam Irgie disusul helaan napas dalam.

                                      *****

Dengan biolanya, Julie memainkan serpihan musik dari Albinoni—Adagio. Gesekan biolanya mengalun indah, menyayat-nyayat, namun menenangkan. Dia pun seperti melayang bebas bersama musik yang dia mainkan. Dia sendiri masih mengenakan setelan piyama yang dilapisi cardigan panjang. Di tempat tidurnya juga terlihat foto-foto berserakan. 

Permainan biolanya berhenti saat ia mendengar bel rumahnya berbunyi.
Tumben ada tamu?

Julie membuka pintu rumahnya, di luar ternyata mendung. Saat berjalan menuju gerbang, matanya membesar saat melihat dua anak laki-laki berseragam sekolahnya berdiri di baliknya.

Satu bertubuh atletis sawo matang, satu lagi bertubuh kurus pucat.

"Hei Jul apa kabar?" sapa Irgie ramah. "Kita mau jenguk nih mewakili kelas 9A."

"Oh," kata Julie sambil membukakan pintu gerbang. Ia melirik Ezra yang tampak tak acuh. "Masuk," ajak Julie.

Setelah di dalam rumah, mereka bertiga duduk di ruang tengah. Dalam hati Julie bersyukur ayahnya sedang ada urusan di Jakarta.  Kebayang hebohya seperti apa kalau beliau melihat ada teman sekelasnya yang berkunjung. Pasti dramatis! Karena yang datang dua anak laki-laki reaksinya pasti dua kali lipat lebih parah.

Selama ini ayahnya khawatir dengan sikap anti-sosialnya yang semakin lama semakin akut. Karena itulah, jika ia melihat ada teman sekelasnya yang bertamu walaupun untuk alasan formalitas tetap akan membuatnya terharu biru.

Irgie melihat ke sekeliling ruangan yang terasa sepi dan senyap.

"Mama-papa kamu nggak ada di rumah. Belum pada pulang yah?" tanya Irgie, basa-basi.

"Papaku di luar kota kalau ibuku sudah meninggal," jawab Julie datar.

"Oh maaf, sakit atau?" tanya Irgie hati-hati.

"Kecelakaan kereta api."

Irgie dan Ezra saling melirik. Suasana hening seketika. Tidak ada yang bersuara hanya rintik hujan yang mulai turun.

"O ya, aku belum bawa minuman, " Julie bangkit dan meleos ke dapur. Jarang sekali orang bertamu ke rumahnya. Jadinya dia sedikit kaku. Kapan yah terakhir kali ada teman ke rumahnya? Dia tidak ingat. 

Julie menaruh dua botol minuman dingin di meja dan kembali duduk. "Silakan," katanya berusaha beramah tamah.

"Kamu kayaknya udah mendingan ya? Kamu sakit apa?" tanya Irgie.

"Nggak sakit apa-apa."

"Aku ke sini bukan mau ngejenguk," Ezra yang sedari tadi diam mulai bersuara. "Aku mau minta bantuan."

Mata Irgie membelalak. "Woy! woy!" bisiknya sambil mendepak kaki Ezra.

"Bantuan apa?" tanya Julie, tenang.

"Mencari seseorang."

"Maksudnya?"

"Kamu bisa melacak seekor kucing dengan tepat akurat, apa bedanya sama manusia."

Julie tersenyum getir. "Kamu pikir aku semacam paranormal?"

"Mungkin,” balas Ezra. “Aku nggak tau kamu apa, aku nggak peduli. Yang pasti kamu bisa bantu aku nemuin dia," tatapannya lurus ke arah Julie, "tentu aja ini bukan cuma-cuma. Kamu mau dibayar berapa atau pake apa? Aku siap."

Julie menarik napas dalam. "Sudah lapor polisi?"

"Jadi gini Jul," Irgie mulai menjelaskan. "Singkatnya waktu liburan dua tahun kemarin, Alexis, kakaknya Ezra menghilang di lautan. Sepertinya tersapu ombak besar saat surfing. Tim SAR udah nyari berbulan-bulan tanpa hasil. Kesimpulan mereka Al tewas tenggelam."

"Terus kalian nggak setuju sama kesimpulan Tim SAR itu?"

"Itu…" Irgie bingung menjawabnya.

"Kemungkinan dia masih hidup kecil,” Ezra menimpali. “Tapi kemungkinan itu ada. Makanya aku ke sini," ucap Ezra.

Julie tertegun sejenak kemudian berkata,  "Kalian bawa fotonya?"

Irgie mengeluarkan ponsel di saku seragmnya, membuka galeri foto dan memberikannya kepada Julie.

Julie melihat foto di ponsel Irgie sekilas kemudian melirik Ezra. Diam-diam membandingkannya. Kemudian ia fokus kembali melihat foto di tangannya.

Foto itu memperlihatkan seorang remaja yang sedang duduk bersila di tengah lapangan sepak bola. Rambutnya lurus agak panjang hingga hampir menutupi salah satu matanya. Tatapan matanya tajam serasi dengan senyumnya yang penuh ambisi.

Beberapa saat kemudian cuplikan-cuplikan anak remaja itu muncul di kepalanya. Saat cuplikan itu berhenti, Julie menarik napas panjang. "Kakakmu sudah meninggal," Julie melirik Ezra dan menyodorkan kembali ponsel Irgie.

Irgie dan Ezra tersentak.

"Secepat itu? Kamu tahu dari mana dia udah meninggal? Kamu lihat jasadnya apa gimana?" Irgie membombardirnya dengan pertanyaan demi pertanyaan.

Ezra hanya diam membeku.

Julie menggeleng. "Aku nggak lihat penampakan jasadnya atau di mana ia meninggal. Aku butuh foto hari terakhirnya untuk tahu itu."

"Terus kamu lihat apa?" tanya Ezra.

"Dia kebut-kebutan dengan kedua temannya dempet tiga tanpa helm." 

Ezra tersenyum pahit. 

"Aku juga lihat dia dan timnya bertanding sepak bola sama…” Julie berpikir sejenak. “Gulat?”

Irgie tersenyum. “Jiu Jitsu.”

“Ah iya maaf.”

"Berarti belum pasti dia udah meninggal kan? Kamu kok nyimpulin kayak gitu?"

Julie mematung beberapa detik,  tatapannya mulai kosong. "Saat aku melihat foto seseorang, aku bisa mengakses memori orang tersebut pada hari foto itu diambil. Tapi gak semua orang bisa aku akses memorinya," Ia melempar pandangan ke arah Ezra dan Irgie, satu per satu, "hanya mereka yang sudah meninggal."

"Oh jadi..." Irgie kehilangan kata-kata.

Julie mengangguk. "Aku nggak bisa akses memori orang yang masih hidup. Tapi barusan aku bisa akses memori Alexis lewat fotonya. Artinya..."

"Dia sudah pasti meninggal," ucap Ezra berat namun berusaha terlihat santai.

"Kamu yakin Jul kaya gitu?"

"Ya. Saat aku cek foto papaku, nggak terjadi apa-apa. Tapi begitu lihat foto ibuku cuplikan-cuplikan memorinya muncul. Aku juga sudah bereksperimen dengan foto-foto lainnya kesimpulannya sama,” Julie  tersenyum pahit,
“sepertinya kemampuanku selalu berhubungan dengan kematian."

“Begitu ya?” kata Irgie dengan nada kecewa.

“Selain itu, kemampuanku ini cuma sekali akses. Saat aku cek foto yang sama untuk kedua kalinya, nggak muncul apa-apa.”

Sebenarnya banyak lagi limitasi kemampuannya yang satu ini. Salah satunya dia tidak bisa menjangkau memori orang yang sudah mati bertahun-tahun silam. Saat dia melihat foto nenek buyutnya, cuplikan memorinya tidak tampak begitu pun kakeknya dan sepupunya yang meninggal 10 dan 7 tahun yang lalu. Tapi dia bisa melihat memori nenek dan pamannya yang meninggal 3-5 tahun lalu. Yang bisa dia simpulkan adalah dia hanya bisa menjangkau memori orang yang kematiannya di bawah lima tahunan. Dan semakin lama usia kematian seseorang, semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mengakses memorinya.

"Kalau begitu di mana..," Irgie menelan ludah, "di mana jasadnya berada?"

"Aku butuh foto hari terakhirnya untuk bisa lihat itu."

"Nanti aku cari… " kata Ezra, buru-buru bangkit dari tempat duduknya dan tanpa permisi maupun basa-basi ia berjalan menuju pintu ke luar.

Irgie hanya bisa menepuk jidatnya melihat perilaku sepupunya yang frontal itu. Panik, dia langsung meminta maaf.

"Nggak masalah," balas Julie santai.

"Dia emang suka seenaknya.”

“Hemh…”

"O ya..." Irgie membuka tasnya dan mengeluarkan plastik supermarket berisi buah-buahan. "Maaf cuma ini yang bisa kami bawa."
Julie tersenyum kecil. "Terima kasih." 

Ia pun mengantar Irgie hingga gerbang.

"Makasih banyak buat hari ini, sampai jumpa besok ya," Irgie pamit dan langsung berjalan setengah berlari mengejar sepupunya yang entah sudah sampai mana.

Julie kembali ke kamarnya, membereskan beberapa foto yang berserakan di tempat tidur. Hampir dua hari ia menghabiskan waktu memandangi foto-foto itu.

Saat ingin memasukan foto-foto itu ke dalam laci meja belajar, Julie tersentak melihat kucing hitam sedang duduk di atas laptopnya yang terbuka. Mata kuningnya tajam menatap lurus dirinya. Julie mendekat namun sebelum dia bisa menyentuhnya, kucing itu mengeong dan kemudian keluar lewat jendela.

Keningnya mengernyit saat melihat layar laptop menyala. Siapa yang menyalakannya? Buru-buru dia periksa dan betul saja ada yang aneh. Layar laptop itu menampilkan sebuah website aneh dengan domain Horrorscope.com. Desain websitenya hitam polos dengan tulisan putih.

"Ramalan Bintang?" Julie kembali mengernyitkan dahinya. Belum juga dia mencerna apa yang sedang terjadi layar laptop tiba-tiba berkedip-kedip dan bergaris-garis. Secepat kilat cewek itu menekan tombol print.

Setelah berhasil tercetak, laptop tiba-tiba langsung mati. Julie langsung menyalakan kembali laptopnya dan mencari jejak website itu di histori namun tak ada. Dia mencoba mengetik domain website tersebut namun nihil—404 website not found.

Dia ambil kertas di mulut mesin printer dan menatapnya lama. Angin tiba-tiba berhembus membuat bulu kuduknya meremang. Ia pun mulai membaca.

Dear Cancer…

                                    *****

Ezra tertegun di kamarnya, mencoba menerima kenyataan. Sebuah harapan yang besarnya hanya setitik cahaya itu kini sudah sirna. Semantap apapun persiapannya menghadapi badai kegelapan tetap saja dia terguncang. Namun misinya tidak berubah, dia tetap bertekad menemukannya meski hanya jasadnya.

Ia kemudian membongkar galeri ponselnya, namun dia tidak menemukan foto terakhir Alexis. Dia memang jarang bawa ponsel. Waktu itu fungsi utama ponselnya hanya untuk bermain game. Ponsel Alexis sendiri menghilang bersama orangnya.

Dia coba-coba membuka akun Instagram kakaknya, siapa tahu dia posting di hari terakhir dia lenyap di telan bumi. Namun sia-sia.

Foto terakhir yang diupload berada di sebuah stasiun kereta api.  Wajah kakaknya tersenyum lebar. Ia melihat tanggalnya, jaraknya seminggu sebelum dirinya menghilang.

Ezra memang tidak memiliki akun Instagram atau media sosial lainnya. Jadi ini baru pertama kalinya dia melihat foto itu. Sepertinya Alexis hanya sendirian tidak bersama dua temannya. Agak aneh karena kalau jalan-jalan dia biasa bersama dua sobatnya—Jem dan Nato. Dia tahu betul Alexis bukan tipe penyendiri dan senang dengan keramaian. Stasiunnya juga sepertinya bukan Stasiun Bandung. Di mana dia?

Tiba-tiba Ezra teringat bahwa pada bulan-bulan terakhir, kakaknya memang sedikit berubah. Pembawaanya lebih kalem dan tiap akhir pekan dia suka menghilang entah kemana. Jem dan Nato pun tidak tahu.

Pernah dia mendapati kakaknya menjual koleksi-koleksi sepatu mahalnya di Online Marketplace dengan hampir setengah harga.

"Aku mau beli sesuatu Zy," katanya dengan mata berbinar-binar.

"Pake duit sendiri?" Ezra menyeringai.

"Tumben. Biasanya apa-apa juga tinggal minta."

"Ini beda. Ini spesial..." balasnya kembali dengan mata berbinar-binar.

Yang lebih aneh lagi dia menjual iPhone-nya dan membeli ponsel android. Semahal itukah barang yang dia inginkan?

Sampai sekarang Ezra tidak tahu barang apa yang Alexis beli. Apa dia beli untuk orang lain? Sebegitu istimewakah orang tersebut sampai dia rela sebegitunya?

Benar-benar mengherankan dan kenapa semuanya baru terpikir olehnya sekarang?

                                *****

Hampir 20 menit Julie habiskan di perpustakaan sekolahㅡmembuka-buka beberapa buku Astrologi. Dengan stabilonya, sesekali dia meng-highlight beberapa kata di kertas yang berisi ramalan bintang itu.

Astrologi ternyata tidak semistis yang dia bayangkan, isinya mempelajari pergerakan benda-benda langit yang dipercaya memiliki pengaruh terhadap kehidupan manusia di bumi. 

Berbeda dengan Astronomi yang melihatnya sebagai pergerakan fisik semata, bagi Astrologi posisi benda-benda langit pada titik tertentu memiliki makna tersendiri. Setiap formasi benda langit yang terdiri matahari, bulan, bintang, dan planet seolah dianggap memiliki pesan atau petunjuk tentang nasib seseorang atau peristiwa di masa depan.

Konsep paling dikenal dalam Astrologi adalah Zodiak yang terdiri dari 12 rasi bintang di langit, penanda jalur yang "dilalui" matahari dalam kurun 1 tahun.

Matahari "singgah" di masing-masing tanda Zodiak selama kurang lebih 30 hari.

Aries (21 Maret–19 April)
Taurus (20 April–20 Mei)
Gemini (21 Mei –21 Juni)
Cancer (22 Juni-22 Juli)
Leo (23 Juli-22 Augustus)
Virgo (23 Agustus–22 September)
Libra (23 September–22 Oktober)
Scorpio (23 oktober-21 november)
Sagittarius (22 November – 21 Desember)
Capricorn (22 Desember – 19 Januari)
Aquarius (January 20 – February 18)
Pisces (19 Februari – 20 Maret)

Julie yang lahir pada tanggal 10 Juli berada di bawah naungan rasi bintang Cancer. Itu artinya ramalan yang berada di tangannya itu benarbuntuknya.

Dia tahu betul ini bukan ramalan biasa melainkan sebuah pertanda. Dan jika kemampuannya konsisten, bisa saja ini berisi sebuah pertanda kematian?

Kematian siapa?

Keringat dingin mulai muncul di pelipisnya. Dia harus memahami isi ramalan itu. Dia kembali membaca buku Astrologi di hadapannya dengan seksama.

"Kamu di sini ternyata." Julie yang sedang konsentrasi sedikit tersentak mendengar suara Ezra. Dia menoleh sebentar kemudian kembali membaca bukunya.

"Astrologi?" Ezra mengerutkan dahinya melihat beberapa judul sampul buku yang berada di meja. Senyum geli tiba-tiba muncul di wajahnya. "Oh kamu mau jadi peramal professional?"

"Hemh..." hanya itu yang keluar dari mulut Julie, matanya masih terpaku pada buku.

Ezra duduk di kursi di hadapannya. "Aku belum nemu foto terakhirnya."

"Kakakmu?"

"Tapi mungkin salah satu temannya punya. Nanti kucari tahu."

"Oke."

"Sambil nunggu, aku mau minta tolong kamu periksa foto dia yang ini," Ezra mengeluarkan ponselnya.

Bel masuk berbunyi. Penjaga perpustakaan meminta semua siswa kembali ke kelas.

Julie langsung membereskan buku-buku di meja kemudian beranjak dari kursi.

"Kirim ke hapeku. Nanti di kelas aku cek."

"Oke."

Julie menaruh buku-buku di rak kemudian ke luar. Sementar Ezra masih diam di tempat memainkan ponselnya.

                                     ******

 

Dear Cancer,
Matahari mulai menyambut Aries
Namun dalam langitmu, bintang itu sudah lama padam
Dia sudah terjatuh dan kehilangan sinarnya
 
Bintang jatuh itu memiliki sebuah pesan
Namun janganlah mencarinya
Sebelum rembulan meninggalkan Aquarius
Dan Jupiter menghampiri Taurus
Karena Pluto akan menghalangi jalanmu
Mendorongmu ke lubang hitam
Tempat kegelapan abadi berada
 
Yakinlah,
Bintang jatuh itu masih memiliki cahaya
Sinarnya masih bisa kau lihat dan kau jaga
Meski dalam wujud berbeda

Kedua mata Julie masih melekat pada kertas berisi ramalan itu. Beberapa kalimat mulai dia bisa pahami tapi dia belum menemukan benang merahnya. Baginya cukup rumit! Serumit rumus Matematika yang sedang Bu Cordelia jelaskan di depan kelas.

"Paham anak-anak?"

"Paham Buu..." balas seisi kelas, sebagian dengan mantap, sebagian lagi ragu-ragu.

Julie merasa ramalan untuknya itu seperti sebuah peringatan yang mana jika tidak diindahkan bisa berujung pada kematian. Ramalan buruk memang dirancang untuk membuat manusia selalu waspada sehingga terhindar dari malapetaka.

Julie tersenyum getir, begitu banyak rupa kematian, kali ini ia menjelma jadi Dewa Astrologi yang seolah mengajaknya bermain teka-teki.

"Silakan dikerjakan tugasnya. Halaman 124."

Julie membuka buku paket Matematika meski tidak selera mengerjakan tugasnya. Mendadak ponsel di sakunya bergetar. Di layar muncul sebuah pesan WhatsApp, isinya sebuah foto seorang remaja di sebuah stasiun kereta api.

Julie langsung melirik ke bangku Ezra yang jauh di ujung sana. Dilihatnya anak itu sedang mengetik di ponselnya.

"Tolong..." ketik Ezra singkat kemudian menekan tombol kirim. Dia kemudian melirik ke bangku Julie yang tengah membaca pesan darinya.

Sesaat Julie melirik ke arahnya kemudian fokus melihat ponselnya.

Berbagai cuplikan pun muncul. Dia seperti menjelajah ruang dan waktu. Setelah selesai kepalanya sedikit pening dan pandangannya agak remang-remang. Dia tahu mengakses memori merupakan kegiatan yang membebani otak. Tapi kalau cuma sekali dalam sehari tidak sampai seperti ini dampaknya. Mungkin karena hari ini otaknya bekerja ekstra membaca buku-buku Astrologi itu?

"Beres anak-anak? Yang udah coba ke depan, kita bahas satu-satu..." Bu Cordelia menyapu seluruh ruangan. Beberapa siswa ada yang menunduk, pura-pura corat-coret agar tidak ditunjuk.

Bu Cordelia kemudian mengambil lembar absensi. “Julia”

Julie sama sekali tidak mendengar kata-kata Bu Cordelia. Dia sibuk memijit-mijit kedua pelipisnya, berusaha menghilangkan pening di kepala. Tak lama kemudian ia hanya melipat kedua tangannya di meja, menyandarkan kepala di sanaㅡtidur!

Ezra melihat hal itu kemudian mengangkat tangan.

"Bu, saya mau coba" katanya lantang.

Siswa-siswi lain sedikit terperangah, makhluk yang selama ini pasif tiba-tiba jadi proaktif.

Bu Cordelia tersenyum. "Oh silakan Ezra..."
Ezra membawa buku paketnya yang sama sekali belum disentuhnya. Dia mengintip ke bangku depan mencari tahu halaman berapa yang harus dikerjakan.

"Latihan 4.1 halaman 124," Bisik Irgie dari pinggir.

Ezra mengambil spidol kemudian mulai menuliskan soal di papan tulis. Dia menatapnya beberapa saat kemudian perlahan tangannya mulai mengerjakan.
 "Sudah Bu..." Ezra menaruh spidol dan kembali duduk di bangkunya meski belum dipersilakan. Dia menoleh ke bangku Julie. Dilihatnya anak perempuan itu tertidur di bangkunya.

Bu Cordelia memeriksa hasil pekerjaan Ezra di papan tulis dan mengangguk.
"Jawabannya benar, meski pake cara yang beda dari yang ibu jelasin. Nggak masalah ya, yang penting konsepnya paham. Yang lain ada yang mau coba dengan cara yang udah dijelasin?”

"Saya Bu," seorang murid perempuan mengangkat tangan dan membawa buku catatan Matematikanya.

"Silakan Michelle..."

 

Dalam tidurnya Julie bermimpi berada di luar angkasa melayang bersama bintang-bintang tiba-tiba gravitasi menariknya ke bumi dan dia pun jatuh dari ketinggian langit. Matanya terbuka. Di dengarnya bel pulang berbunyi nyaring.

Teman-teman sekelasnya berangsur meninggalkan kelas. "Aku ketiduran selama pelajaran Matematika?" tanyanya dalam hati, "luar biasa!"

Dia pun mulai membereskan buku-bukunya. Pusing di kepalanya sudah jauh berkurang.

"Minum?" Irgie menaruh botol minuman bangku Julie kemudian duduk di kursi kosong di hadapannya.

Julie tersenyum samar. "Aku bawa sendiri, terima masih."

Ezra menarik kursi kosong mendekatkannya ke bangku Julie.
"Gimana fot—? " belum juga Ezra menyelesaikan kalimatnya, dia terjatuh karena kursi yang hendak didudukinya sengaja disenggol Irgie.

“Sabaar!” kata Irgie sambil tertawa kecil. Pandangannya kembali ke Julie. “Kamu tadi kenapa?”

Julie menggelengkan kepalanya. “Cuma mengantuk.”

“Udah basa-basinya?” kata Ezra, sambil mengusap-ngusap pinggangnya. Ia kemudian duduk di sebelah Irgie, menatap Julie dan mengulang pertanyaannya. “Gimana fotonya? Apa yang bisa kamu lihat?

"O iya, keburu aku lupa," Julie kembali mengingat cuplikan di kepalanya. "Kakakmu pergi ke suatu tempat."

"Lewat kereta api?"

Julie mengangguk. "Ke arah timur dari stasiun Bandung. Dia berhenti di stasiun lokal bernama Rancajaya. Dari sana dia dijemput seseorang." Julie terdiam sesaat. "Seorang anak perempuan! Mungkin seumuran."

Ezra dan Irgie beradu pandang.

"Siapa Jul? Namanya?"

Julie menggeleng. "Aku nggak bisa dengar apa-apa. Cuma visual."

"Ciri-cirinya? Yang kamu tangkep seperti apa hubungan mereka berdua?" tanya Ezra.

"Cuplikan cuplikan di kepalaku muncul sekilas-sekilas dan terkadang samar-samar. Jadi nggak banyak yang bisa aku gali. Yang jelas mereka terlihat cukup akrab. Dan anak perempuan itu berambut panjang."

"Siapa kira-kira Zy? Silva? Tapi dia rambutnya pendek."

Ezra menggeleng sama sekali tidak tahu, namun raut wajahnya berusaha mencari tahu.

"Tapi dia nggak pernah cerita punya kenalan di mana tadi? Rancajaya yah? Itu daerah kabupaten. Lumayan jauh."

"Mungkin nggak semua hal dia ceritain," Julie berkomentar.

"Iya, tapi agak aneh soalnya dia bukan orang yang tertutup atau suka nyimpen rahasia ya kan Zy?"

"Nggak ngerti" balas Ezra menyipitkan matanya. "Tapi bulan-bulan terakhir dia suka ngilang pas weekend."

"Biasanya latihan?"
"Waktu itu dia padetin latihannya ke weekday."

Irgie memegang dagunya. "Sengaja dipadetin supaya weekend dia bisa ke sana? Sebenarnya nggak masalah juga tapi kenapa seolah dirahasiain?"

"Memangnya ke mana dia pergi dan dengan siapa dia pergi hari itu, ada hubungannya dengan lokasi jasadnya?" tanya Julie datar.

Semua mata langsung tertuju pada Julie.

Hening beberapa saat. Entah karena pusing di kepalanya atau apa, Julie sedikit kurang paham yang mereka berdua "ributkan".

"Bisa aja cewek itu punya foto hari terakhirnya kan?" Irgie memecah kesunyian. “Bisa aja Al kirim foto padanya atau bahkan..." mata Irgie membelalak seketika. "Bisa aja mereka ketemuan hari itu?"

Ezra mengernyitkan dahinya, "Masa iya?"

"Kali aja. Kayaknya kita harus tanya langsung sama orangnya."

Ezra mengangguk. "Nggak ada cara lain."

"Memang kalian yakin anak perempuan itu masih hidup?"
Irgie dan Ezra tersentak. "Hah?"

"Emangnya dia udah meninggal?" Mata Irgie menyalak.

"Nggak tahu, aku cuma nanya."

"Kemungkinan itu ada," balas Ezra. "Kamu lihat kemana mereka pergi?"

Kembali Julie mencoba mengingat-ngingat. "Anak perempuan itu menjemput kakakmu pake sepeda. Kakakmu di depan mengayuh, anak perempuan itu duduk di belakang. Dan lagi... kakakmu mengendarai sepeda seperti seorang pembalap di sirkuit. Dia kejar-kejaran dengan sepeda motor. "

Irgie tersenyum. "Anak itu emang nggak pernah kehabisan akal buat bikin onar."

"Di belakang stasiun itu perumahan, jadi mereka melaju di jalan-jalan sekitar komplek."

"Mereka berhenti di mana?" Ezra penasaran.

"Aku nggak tahu. Penampakan di kepalaku mendadak gelap seperti TV yang sedang menyala tiba-tiba mati listrik dan kesadaranku pun kembali."

"Nggak apa-apa Jul, nanti kita tanya aja dua temen deketnya."

"Kalau kalian mau, aku bisa periksa foto dia yang lainnya buat cari tau identitas anak perempuan itu."

"Nggak ngerepotin gitu?"

"Nggak,” Julie memasukan buku-bukunya ke dalam tasnya. “Aku cukup terhibur kemampuan anehku bisa membantu orang lain."

Mereka bertiga bangkit. Bersama-sama mereka berjalan menuju gerbang.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Manusia Air Mata
1975      1122     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
736      359     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Perahu Jumpa
432      338     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
The Bet
17877      2790     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
All About You
576      328     3     
Romance
Kau seperti lentera yang mampu membawa cahaya dalam kegelapan Kau adalah orang yang spesial yang selalu ada untukku Aku pergi Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berharga untuk diingat Tapi aku meninggalkan hatiku untukmu
Wabi Sabi
345      238     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Senja di Sela Wisteria
462      299     5     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...
Resonantia
708      506     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
Main Character
3276      1645     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
14545      2982     7     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.