Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Aku pernah merasa hidup ini seperti lari maraton tanpa tahu garis finisnya di mana. Aku berlari, terengah, tanpa sempat menoleh ke belakang. Sampai akhirnya, kakiku keseleo dan hidup memaksaku berhenti. Di situlah aku sadar—selama ini aku tidak benar-benar melangkah. Aku cuma kabur. Pelan-pelan, aku belajar berdamai. Bahwa tidak semua harus selesai hari ini. Bahwa tidak semua orang harus paham kenapa aku butuh waktu lebih lama untuk keluar dari tempat tidur. Kadang, hanya duduk dan bernapas saja sudah jadi pencapaian besar.

Kata orang, hidup itu bukan tentang siapa yang paling cepat, tapi siapa yang bisa bertahan sampai akhir. Tapi yang jarang dibahas adalah: bagaimana caranya bertahan saat bahkan membuka mata saja rasanya berat? Bagaimana caranya melanjutkan ketika rasanya dunia ini lebih sering mengecilkan kita daripada menguatkan?

Jawabannya: pelan-pelan. Satu napas dalam sekali waktu. Satu langkah kecil tiap pagi. Dan tidak, langkah kecil itu tidak sepele.

Aku mulai membiasakan diri untuk tidak menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang tak bisa kukendalikan. Kadang aku telat membalas pesan. Kadang aku membatalkan janji karena tiba-tiba pikiranku sesak. Dan itu tidak menjadikanku manusia yang buruk.

Aku hanya sedang lelah. Dan itu wajar.

“Aku nggak apa-apa kok,” adalah kebohongan yang paling sering kuucapkan. Tapi sejak aku belajar jujur, hidup terasa lebih ringan. Aku mulai mengatakan, “Aku capek,” atau, “Aku butuh waktu sendiri,” tanpa merasa bersalah. Dan anehnya, orang-orang justru lebih mengerti. Ternyata kita tidak perlu kuat setiap hari. Kita hanya perlu cukup jujur untuk mengakui bahwa hari ini kita tidak baik-baik saja. Dan itu adalah bentuk kekuatan juga.

---

Suatu sore, aku duduk di balkon rumah dengan segelas teh manis dan playlist lagu-lagu lama yang pernah jadi teman tangis. Aku tersenyum sendiri, menyadari bahwa luka-luka itu tidak lagi terasa setajam dulu. Masih ada bekasnya, tapi kini ia tidak melukai—ia mengingatkan. Mengingatkanku bahwa aku sudah sejauh ini. Bahwa aku tidak menyerah, meski sempat terpikir untuk menghilang. Bahwa aku pernah merasa hancur, tapi hari ini aku bisa duduk dan menulis kisahku sendiri, walau dengan tangan yang masih sedikit gemetar.

 

Dan itu cukup.

---

Malam hari, aku suka merenung. Bukan soal masa depan yang menakutkan, tapi tentang hari ini yang sudah berhasil kujalani. Dulu, aku suka mengejar banyak hal sekaligus: validasi, pengakuan, pencapaian. Tapi sekarang aku hanya ingin tenang. Tenang saat bangun pagi. Tenang saat melihat pantulan wajahku di cermin. Tenang ketika tak ada notifikasi yang masuk. Tenang saat makan sendirian di warung. Aku tidak perlu menjadi pusat dunia siapa pun untuk merasa berharga. Pelan-pelan, aku belajar mencintai diriku yang sekarang. Yang tidak selalu kuat. Yang kadang mewek tengah malam karena ingatan masa lalu. Yang suka overthinking dan khawatir berlebihan. Tapi juga yang masih berani bangun pagi, menata hari, dan melanjutkan langkah.

Ada satu hal yang aku pelajari dari hidup yang tak selalu ramah ini: kita tidak akan pernah benar-benar “siap”. Tidak untuk kehilangan. Tidak untuk kecewa. Tidak untuk ditinggalkan. Tapi kita bisa memilih untuk tetap melangkah, meski tertatih. Dan terkadang, kita tidak butuh semua orang untuk mengerti. Cukup satu orang saja yang duduk di sampingmu tanpa menghakimi, yang berkata, “Nggak apa-apa kok kalau hari ini kamu cuma ingin tidur.”

Kalau kamu belum menemukan orang itu, jadilah orang itu—untuk dirimu sendiri.

Pelan-pelan, aku mulai menikmati kesendirian. Dulu aku takut sepi. Tapi ternyata sepi tidak seburuk itu. Ia justru mengajarkanku mendengarkan suara hati. Ia memberiku ruang untuk sembuh tanpa tekanan. Ia menuntunku kembali ke dalam, tempat di mana aku bisa berdamai. Kita sering lupa bahwa beristirahat juga bagian dari perjalanan. Bahwa menangis bukan berarti mundur. Bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai lagi.

Aku ingat suatu malam aku menulis di jurnal: “Hari ini aku tidak hebat. Tapi aku masih di sini. Dan itu cukup.”

Lucunya, ketika aku tidak lagi memaksakan diri untuk selalu kuat, justru dari sanalah kekuatanku tumbuh. Ketika aku tidak berusaha menjadi sempurna, justru dari situlah orang-orang merasa nyaman denganku. Ternyata, orang lebih terhubung pada kejujuran daripada kepura-puraan. Dan aku tidak lagi merasa perlu memakai topeng. Aku cukup jadi diriku—yang apa adanya.

Aku menuliskan ini untukmu, yang mungkin sedang merasa sendirian, atau gagal, atau tidak cukup. Aku ingin kamu tahu: kamu tidak harus kuat setiap hari. Kamu boleh lelah. Kamu boleh berhenti sebentar. Kamu boleh kecewa. Kamu boleh menangis.

Tapi tolong, jangan berhenti selamanya.

Ambil waktu. Ambil napas. Ambil langkah kecil. Dan percayalah—kamu akan sampai, meski mungkin bukan besok. Mungkin bukan minggu depan. Tapi kamu akan sampai. Karena kamu bertahan. Karena kamu pelan-pelan, tapi tetap melangkah. Dan itu sudah lebih dari cukup.

---

Terkadang aku membayangkan hidup ini seperti puzzle. Ada potongan-potongan kecil yang berserakan—potongan luka, kecewa, tawa, dan harapan—yang pelan-pelan harus kususun sendiri. Kadang bentuknya aneh, kadang warnanya tidak cocok, tapi kalau sabar, kalau terus mencari, satu demi satu mulai menyatu. Aku tidak tahu akan seperti apa gambaran akhirnya. Tapi yang kupelajari, proses menyusunnya justru lebih penting dari gambarnya sendiri. Dulu, aku merasa harus punya semuanya cepat-cepat: kerjaan mapan, pasangan serasi, pencapaian bergengsi, hidup yang terlihat sempurna dari luar. Tapi semua itu membuatku kehilangan arah, sampai aku sadar: apa gunanya cepat-cepat kalau arahnya salah?

Aku mulai memilih ulang arah. Meskipun itu artinya jalan yang kulalui jadi lebih lambat. Tapi setidaknya sekarang aku berjalan dengan sadar. Aku tahu apa yang aku mau—bukan sekadar menyalip orang lain di jalur hidupnya masing-masing. Aku berhenti membandingkan langkahku dengan orang lain. Karena akhirnya aku paham: kita semua pakai sepatu yang berbeda. Kita semua punya luka lecet yang tak terlihat. Dan hanya kita sendiri yang tahu seberapa berat perjalanan ini. Suatu pagi, aku iseng membuka folder lama di laptop. Ada tulisan-tulisan masa lalu—curhat penuh air mata, puisi sedih, dan draft-draft email yang tak pernah terkirim. Aku membaca semuanya pelan-pelan, dan untuk pertama kalinya, aku tidak menangis.

Aku justru tersenyum. Ada rasa haru yang pelan-pelan menyusup. Ternyata, aku sudah sejauh ini. Aku pernah berada di titik paling gelap, dan kini aku di sini: masih belajar, tapi tidak lagi tersesat. Menangis malam-malam itu, keputusan-keputusan impulsif, rasa sepi yang menggigit di antara teman-teman yang ramai—semuanya membentukku. Dan entah bagaimana, aku bersyukur. Tanpa semua itu, aku mungkin tidak akan bisa mengerti siapa aku hari ini.

Aku mulai mencatat hal-hal kecil yang bisa membuatku tersenyum. Bukan pencapaian besar atau hadiah mahal. Tapi hal remeh seperti aroma kopi yang pas, lagu lama yang tiba-tiba diputar di toko roti, atau ucapan singkat dari teman: “Gue senang lo udah kelihatan lebih tenang.” Hal-hal kecil itu ternyata punya daya magis. Mereka tidak menyembuhkan seketika, tapi pelan-pelan mengisi lubang yang kosong di dalam hati. Mereka mengingatkanku bahwa dunia ini tidak sepenuhnya kejam. Kadang kita hanya terlalu fokus pada yang hilang, sampai lupa menghargai yang masih tinggal. Hari itu aku duduk di taman dekat rumah. Melihat anak kecil yang berlarian mengejar balon. Tidak peduli bajunya kotor. Tidak peduli lututnya tergores. Mereka hanya tertawa. Aku iri.

Sejak kapan tertawa jadi rumit, ya?

Aku menatap langit, mencoba menarik napas dalam-dalam. Lalu aku tersenyum pada diriku sendiri. Hari ini, aku nggak harus produktif. Nggak harus menjawab semua pesan. Nggak harus “ngasih kabar biar nggak dikira sombong.” Hari ini, aku cukup ingin hidup. Itu saja.

Dan itu tidak egois.

Itu bentuk kasih sayang paling dasar: tidak memaksakan diriku untuk selalu “ada” buat semua orang, saat aku sendiri sedang butuh ruang. Seseorang pernah bilang padaku, “Kalau kamu terus mengasihi orang lain, tapi lupa mengasihi diri sendiri, itu bukan kebaikan—itu pengabaian.” Dan itu menamparku. Karena aku terbiasa menolong orang, jadi tempat curhat, jadi penyemangat. Tapi ketika aku jatuh, aku bingung ke mana harus pergi. Ternyata, aku lupa menjadi tempat aman untuk diriku sendiri. Sejak saat itu, aku mulai belajar: memeluk diriku seperti aku memeluk teman yang patah. Menerima diriku seperti aku menerima kekurangan orang lain. Menghibur diriku dengan kata-kata lembut, bukan cercaan diam-diam yang sering muncul di kepala.

“Aku tahu kamu capek. Tapi kamu nggak sendiri.”

Aku sering mengulang kalimat itu dalam hati. Dan anehnya, itu menenangkan.

Pelan-pelan, tapi tetap melangkah—itu jadi mantra baruku. Kadang langkahku ragu-ragu. Kadang aku melangkah mundur. Tapi tidak apa-apa. Karena proses hidup tidak selalu linier. Kita boleh salah arah, asalkan tidak berhenti selamanya. Dan kalau suatu hari kamu merasa tidak kuat lagi, ingatlah: berjalan pelan bukan berarti gagal. Kadang, pelan-pelan adalah satu-satunya cara agar kita bisa bertahan.

Jadi, jangan remehkan mereka yang tampak lambat. Mereka mungkin sedang menyusun ulang puing-puingnya dengan hati-hati. Mereka mungkin sedang belajar mencintai diri sendiri yang dulu sering mereka abaikan.

Malam ini, sebelum tidur, aku menulis lagi di jurnal:

"Aku tidak tahu ke mana arah pastinya, tapi aku tahu satu hal—aku tidak menyerah. Dan aku bangga dengan itu."

Kita tidak selalu harus punya jawaban untuk segalanya. Kadang, cukup dengan tidak menyerah hari ini pun sudah layak dirayakan. Aku ingin kamu tahu, siapa pun kamu yang membaca ini: kamu sudah hebat bisa sampai di titik ini. Kamu sudah luar biasa karena tidak menyerah pada hari-hari buruk. Kamu mungkin tidak tahu, tapi ada seseorang di luar sana yang terinspirasi oleh caramu bertahan. Dan kalau pun hari ini terasa berat, tidak apa-apa. Tarik napas. Menangis kalau perlu. Tidur lebih lama. Makan makanan favoritmu. Tertawakan hal-hal konyol. Lalu, besok… coba lagi.

Pelan-pelan, tapi tetap melangkah. Kamu nggak harus sampai paling dulu. Yang penting kamu tidak menyerah. Dan aku bangga padamu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Sell... itu masmu loh.. org² nginjak harga dirinya.. kamu yg keluarga pun sama aja.. memperparah rasa sakitnya.. bukannya saling mendukung dan menguatkan malah kya gitu..

    Comment on chapter Chapter 14 - Memindahkan sakitnya
  • serelan

    Si Cantika mulutnya harus d sekolahin. Bener² gak ada akhlak tu org. Hidupnya aja belum tentu bener sok²an ngurusin hidup org lain.. Pikirin baik² ya Sell apa yg dibilangin mas mu. Jangan ngeyel terus akhirnya nyesel..

    Comment on chapter Chapter 13 - Teman bicara
  • serelan

    Ngenes banget sih Nuuu...
    Lagi sakit aja berobatnya sendiri gak ada anggota keluarga yang bisa d andalkan... La, baik² ya ama Nunu. Di tempat kerja cuma kamu yg bisa dia andalkan, yg bisa jagain dia dari semua makhluk laknat yg ada d sana..

    Comment on chapter Chapter 12 - Serius
  • serelan

    Wisnu berusaha keras buat jaga adiknya, gak mau sesuatu yang buruk terjadi. Tapi semua yang dilakukan Wisnu selalu disalah artikan mulu sama ibu & adiknya. Pikirannya negative mulu sama Wisnu. Padahal yg keluarganya kan Wisnu ya? Tapi lebih percaya org yang baru dikenal yg belum tau sifatnya seperti apa²nya..

    Comment on chapter Chapter 11 - Kebaikan atau sogokan? Kebaikan atau kesepakatan?
  • serelan

    Kesel banget sama ibunya..
    Anakmu lagi sakit loh itu.. malah dikatain pemalas.. gak ada peka²nya sama sekali kah sama kondisi anak sendiri? Apa jangan² Nu Wisnu anak pungut😭 parah banget soalnya sikapnya ke Wisnu. Tidak mencerminkan sikap seorang ibu terhadap anaknya..

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • alin

    Singkirin aja itu ibu dan icel, makin lama makin nyebelin. Kesel sama ibunya dan Selly disini. Kasian Wisnu. Yang kuat ya, Kak Nu🥺 hug Wisnu🥺🫂

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • nazladinaditya

    lo udah sesakit itu aja masih kepikiran nyokap dan adek lo yaa, nu. anak baik :((

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Wisnu nya udh kya gitu awas aja tu kluarganya klo masih gak ada yg peduli juga, keterlaluan banget sih..

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Nu, kamu tuh hebat banget asli. Saat berada dalam kondisi terburuk pun masih sempat aja mikirin tanggung jawab, mikirin ibu & adik mu. Tapi, orang² yg kamu pikirin, yang berusaha kamu jaga bahkan gak pernah mikirin kamu sama sekali. Minimal nanya gitu kondisi kamu aja nggak. Yang mereka peduliin cuma uang aja. Apalagi si Selly noh sampe bohongin ibu, nyuri uang ibu, mana di pake buat sesuatu yg gak baik pula. Mana katanya ntar klo udh ada uang lagi bakal di pake beliin yg lebih bagus lebih mahal. Mau nyari uang dimana dia? Nyuri lagi?

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • nazladinaditya

    wisnuuu:( u deserve a better world, really. lo sabar banget aslian. hug wisnuu🤍🥺

    Comment on chapter Chapter 8 - Lebih dari hancur
Similar Tags
Melihat Tanpamu
272      220     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Batagor (Menu tawa hari ini)
419      275     4     
Short Story
Dodong mengajarkan pada kita semua untuk berterus terang dengan cara yang lucu.
The Call(er)
4551      2429     11     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
DariLyanka
3128      1094     26     
Romance
"Aku memulai kisah ini denganmu,karena ingin kamu memberi warna pada duniaku,selain Hitam dan Putih yang ku tau,tapi kamu malah memberi ku Abu-abu" -Lyanka "Semua itu berawal dari ketidak jelasan, hidup mu terlalu berharga untuk ku sakiti,maka dari itu aku tak bisa memutuskan untuk memberimu warna Pink atau Biru seperti kesukaanmu" - Daril
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
1071      713     1     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
ELANG
370      245     1     
Romance
Tau kan bagaimana cara Elang menerkam mangsanya? Paham bukan bagaimana persis nya Elang melumpuhkan lawannya? dia tidak akan langsung membunuh rivalnya secara cepat tanpa merasakan sakit terlebih dahulu. Elang akan mengajaknya bermain dahulu,akan mengajaknya terbang setinggi awan dilangit,setelah itu apa yang akan Elang lakukan? menjatuhkan lawannya sampai tewas? mari kita buktikan sekejam apa...
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
1119      734     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...
Rain
607      441     4     
Short Story
Hujan mengubah segalanya dan Hujan menjadi saksi cinta mereka yang akhirnya mereka sadari.
Ethereal
1333      670     6     
Romance
Ada cowok ganteng, imut, tingginya 173 sentimeter. Setiap pagi, dia bakalan datang di depan rumahmu sambil bawa motor matic, yang akan goncenging kamu sampai ke sekolah. Dia enggak minta imbalan. Dia cuma pengen lihat kamu bahagia. Lalu, ada cowok nggak kalah ganteng dari sebelumnya, super tinggi, cool, nyebelin. Saat dideket kamu dia sangat lucu, asik diajak ngobrol, have fun bareng. Ta...
FLOW : The life story
193      175     0     
Inspirational
Dalam riuh pikuknya dunia hiduplah seorang gadis bernama Sara. Seorang gadis yang berasal dari keluarga sederhana, pekerja keras dan mandiri, gadis yang memiliki ambisi untuk mencari tujuannya dalam berkehidupan. Namun, dalam perjalanan hidupnya Sara selalu mendapatkan tantangan, masalah dan tekanan yang membuatnya mempertanyakan "Apa itu kebahagiaan ?, di mana itu ketenangan ? dan seperti apa h...