Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

"Mas, HP-mu bunyi terus, berisik."

Gue bisa dengar teriakan Selly, tapi nggak sanggup buka mata karena pusing. Lagian, gue juga nggak tau itu HP di mana posisinya. Dari semalam gue demam, mau minum obat takut karena perut gue kosong. Jadi, ya udah pasrah, rasain aja. Ternyata sampe pagi nggak membaik sama sekali. Lampu kamar gue masih nyala total, bikin kepala gue makin sakit tiap kena cahaya. Jadi, gue tetap menutup mata, beneran pasrah mau dimarahin lagi juga karena HP gue yang konsisten bunyi dan nyaring banget bunyinya.

Tiba-tiba gue dengar seseorang masuk, dan bersamaan dengan itu dering HP gue berhenti. Nggak lama, dia juga mendekat, terus tangan dinginnya yang kayak habis kena air megang dahi sama leher gue bergantian. Awalnya, gue pikir itu Selly, tapi ternyata ... Ibu.

"Cel, masmu panas banget. Coba itu dilihat HP-nya kenapa bunyi terus? Ibu nggak ngerti."

"Mas Nunu sakit?"

Mereka masih ribut-ribut, tapi gue nggak mau terlibat. Sampai kemudian gue merasakan sesuatu, Selly narik tangan gue, telunjuk tepatnya, buat buka HP gue.

"Panggilan tak terjawab dari Cantika." Selly berkali-kali menggumamkan apa yang dia lihat di HP gue. "Panggilan tak terjawab dari Lala. Panggilan tak terjawab dari Bu Ola. Panggilan tak terjawab dari Dokter Taufik."

Gue refleks membuka mata saat nama terakhir di sebut. Kenapa atasan sampe telepon gue? Jangan-jangan ada masalah. Ibu sama Selly kelihatan kaget, apalagi pas gue ngerebut HP yang Selly pegang gitu aja. Gue langsung telepon balik Pak Taufik.

"Halo assalamualaikum, Pak. Bapak mohon maaf tadi saya lagi—"

"Kamu ini gimana ngatur jadwal? Kenapa apotek dibiarkan kosong pagi ini? Bukannya Cantika udah bilang nggak bisa masuk hari ini, kenapa kamu sangat nggak fleksibel?"

"Maaf, Pak, tapi Cantika nggak bilang apa-apa sama saya. Dia baru menghubungi saya pagi ini, bukan kemarin."

"Halah. Alasan aja terus kamu, tuh. Sopan sedikit sama yang lebih tua. Dari segi usia saya lebih tua, dari segi pendidikan juga saya dokter, kamu cuma anak SMK harusnya tau diri dan punya rasa segan. Cepat masuk, gantikan Cantika. Nggak boleh ada yang jaga sendiri pagi ini. Kalau sorenya Cantika masih nggak bisa masuk, kamu full shift. Biar nanti saya bayar. Jangan takut. Saya tau apa yang dibutuhkan manusia seperti kamu!"

Sebenarnya gue udah kebal dimaki-maki, tapi nggak tau kenapa selalu sama sakitnya. "Baik, Pak."

Sambungan diputus sepihak. Kalau ditanya kenapa Pak Taufik alias atasan gue bisa sebenci itu ... sebenarnya gue nggak tau pasti. Tapi, alasan paling masuk akal, ya, mungkin kejadian waktu itu. Tanggal 25 Januari, ada orang tua pasien yang komplain anaknya diraba-raba di area yang nggak semestinya, dan sama sekali nggak berhubungan sama apa yang dikeluhkan si anak. Karena pasiennya ngadu ke gue, jelas gue konfirmasi ke atasan dengan harapan dia bisa ngasih penjelasan masuk akal tentang perbuatannya. Kalau jawabannya masuk akal, itu bisa membersihkan citra dirinya sendiri sama klinik ini juga. Sayangnya, gue malah habis dimaki-maki. Kurang lebihh kayak tadi, bedanya dulu lebih nyelekit. Dia bilang gue nggak tau etika, nggak tau sopan santun, dan nggak tau apa pun tentang ilmu kedokteran. Oke gue kalah telak, jadi gue minta maaf. Setelah itu, Pak Taufik bukan cuma marah, tapi selalu nyari-nyari kesalahan gue. Gue masih ingat dengan baik semuanya karena buat gue itu momen paling menyakitkan.

Satu-satunya yang bisa gue lakukan sekarang adalah bernapas. Urusan di klinik nanti, terserah nanti. Pas nengok, Ibu sama Selly kelihatan penasaran sama obrolan gue barusan. 

"Kenapa, Mas? Mas nggak dipecat, kan?" tanya Ibu. 

Tentu gue menggeleng. 

"Syukurlah. Kalau kamu dipecat sekolahnya Icel gimana coba. Kamu kerja aja kita masih bingung, apalagi kamu jadi pengangguran."

Gue berharap mereka khawatir, tapi kayaknya emang murni penasaran dan cuma takut gue nggak bisa memenuhi kebutuhan mereka lagi. Gue senyum, terus jawab, "Nggak kok, Bu. Aku cuma disuruh masuk."

"Ya udah kamu langsung siap-siap, jangan sampe dipecat."

Sekali lagi gue tertawa dalam hati. Gue berharap apa? Bahkan, setelah tau gue sakit pun yang Ibu pikirin cuma Selly. Takut banget kalau gue jadi pengangguran bakal lebih nggak berguna. Gue juga anaknya, dan gue masih butuh perhatian dari Ibu. Apa anak pertama, cowok, yang berumur delapan belas tahun benar-benar udah nggak berhak mendapatkan itu semua?

"Bu, aku boleh minta disiapin bekal buat hari ini? Kalau nanti Cantika masuk rencananya aku mau nyari kerja part time biar ada tambahan buat kita makan."

Wajah Ibu terlihat cerah setelah gue bilang gitu. Tanpa pikir panjang, dia langsung keluar dari kamar gue dengan Selly mengekor di belakangnya.

Pusing gue belum hilang, tapi suara Pak Taufik tadi bikin gue langsung sadar seratus persen. Gue emang berencana buat nyari kerja part time. Nggak bisa terus kelaparan. Sebenarnya, gue masih bisa nahan kalau cuma itu, tapi karena nggak ada asupan, jadi nggak ada tenaga. Ngerti nggak? Sedangkan kerjaan gue mengharuskan gue jalan-jalan terus, belum tiba-tiba harus angkut barang. Sering mendadak sempoyongan atau pas bangun gelap aja semua yang gue lihat. Keringat dingin. Urusan lambung mah jangan ditanya, tapi gue lebih butuh banyak tenaga. Jadi, mau nggak mau tadi gue minta-minta sama Ibu.

Gue langsung siap-siap, takut atasan gue makin murka kalau telat banget.

Setelah gue mandi dan bersiap, gue langsung keluar kamar. Ternyata Ibu sama Selly udah duduk di ruang makan. 

"Makan dulu, Mas," kata Ibu.

Ibu nuangin nasi sama lauk ke piring, dan jujur itu bikin gue kaget. "Bu, dompet Ibu ketemu nggak?"

Si bodoh ini malah nanyain itu, tapi anehnya lagi Ibu nggak semarah kemarin.

Ibu cuma menghela napas, terus jawab, "Nggak ada. Biarin ajalah, mungkin bukan rezeki Ibu. Jatuh entah di mana. Ibu hari ini nggak jualan, mau ngurus surat-surat yang ilang."

Bersamaan dengan itu, gue sempat melirik Selly. Kalau dia yang ngambil, harusnya kelihatan gelisah, tapi ini nggak.

"Cel, paketmu Ibu simpan di atas meja ketemu nggak? Tadi kesenggol pas Ibu lagi beresin kamarmu."

Atau jangan-jangan sebenarnya Ibu udah tau, tapi karena orang itu Selly jadi Ibu diam?

"Makasih, Bu."

"Paket apa itu?"

"Oh, alkes buat praktikum."

"Pantesan berat banget."

Alkes seberat itu? Seberat apa? Bukanya alat praktikum, bahan obat, bahkan alkes yang digunakan udah disediakan pihak sekolah. Sebelum gue lulus pun masih begitu. Murid cuma harus nyiapin etiket sama label aja. Tapi, gue menahan diri buat nggak bertanya daripada nggak jadi dikasih bekal. Kalau Cantika tuan putrinya Dokter Taufik, Selly tuan putrinya Ibu, jadi nggak boleh lecet apalagi tersakiti.

Kemarin juga sempat ngobrol kalau Selly jadinya digaji. Lima ratus ribu per bulan, cuma bantuin aja nggak boleh ngambil alih tugas tenaga teknis kefarmasian karena statusnya dia masih pelajar. Mereka juga bikin perjanjian kalau Selly bukan dipekerjakan tapi datang atas kemauan sendiri buat belajar.

Biarpun masih dalam posisi lagi makan, pas Selly selesai, Ibu langsung bangun dari duduknya, terus masukin bekal, botol minum, sama payung ke tas Selly. Ibu sesayang itu sama anak gadisnya ternyata. Gue juga langsung masukin kotak bekal ke tas biar nggak ketinggalan.

Gue sama Selly keluar bareng, tapi bedanya gue langsung jalan, dia nunggu ojek online.

Kehidupan gue sama Selly yang kontras udah nggak pernah gue bahas lagi sama Ibu karena ibu pasti bilang ‘Kamu cowok, kamu lebih tua, kamu masnya. Masa iri sama adik sendiri? Masa hal kecil dipermasalahkan?’

Ujungnya gue yang bakal disalahkan dan bikin suasana rumah yang udah kayak gini semakin jauh dari kata nyaman.

***

"Gue deg-degan banget. Lagi tidur diteleponin terus. Pas datang gue habis dimaki-maki sama Pak Taufik."

Selain gue, Lala juga ternyata jadi tumbal hari ini. Dia lagi nangis tersedu-sedu pas gue datang. Kasihan, sih, kalau dipkir-pikir, tapi gue juga kasihan, kan? Udah lagi sakit, jaga sebelum waktunya, dimaki-maki lagi. Yang nggak boleh dikasihanin itu manusia yang namanya Cantika.

"Cantika emang nggak ngomong dulu sama lo, ya?"

"Nggak sama sekali. Kemarin gue cuma liat dia bikin story WhatsApp lagi di kantor polisi terus pake emot nangis, nggak tau polek atau polres. Nggak peduli juga gue."

Bener, sih. Emang nggak harusnya dipeduliin. Mau di kantor polisi, mau di kandang maung, peduli amat.

"Elo, ya, gue ajak ngobrol malah bengong doang."

Gue nyengir sambil garuk tengkuk yang sama sekali nggak gatal. "Sorry, La. Pusing gue, tuh. Gue mau ambil Paracetamol dulu, ya, satu tablet. Nanti gajian gue bayar."

"Ambil satu strip aja, Nu. Nanti gue yang bayar. Gue juga mau ambil buat stock di rumah."

"Ya udah, nanti gue bayarnya ke elo."

"Sinting. Duit segitu nggak akan bikin gue nuntut lo si akhirat."

"Justru itu, La. Gue takut mati, terus pas mau masuk surga elo tiba-tiba datang nagih utang, kan, sue banget. Batal masuk surga cuma gara-gara duit tiga ribu."

Lala itu love language-nya physical attack, kalau gue lagi sehat aja bisa dijambak habis. Untung gue kayak orang sekarat, jadi dia cuma misuh-misuh tanpa bonus. Dia cewek paling galak yang pernah gue temui seumur hidup, tapi anehnya kalau sama Cantika iya-iya aja. Gue juga, sih. Kayaknya Cantika pake susuk di lidahnya, jadi tiap dia ngomong orang udah langsung otomatis ngangguk.

"Apa lo lihat-lihat?"

"Gimana hidup di Bandung, La? Enak di sini apa Jakarta?"

Dia emang pindahan. Pas pertama datang terus gue manggil aku kamu, dia langsung ngamuk. Makanya sampai sekarang panggilan kita gue-elo tapi pake logat Sunda. Kebayang nggak? Padahal, gue juga blasteran. Sunda-Jawa, makanya dipanggil Mas, bukan Aa. Bapak Jawa, Ibu Sunda.

"Sebenarnya gitu-gitu aja. Cuma gue nggak kepikiran bakal ketemu banyak syaiton nirojim di sini."

Gue refleks ketawa, bikin kepala gue yang dari tadi nyut-nyutan jadi makin sakit. Gue mengaduh, dan dia panik.

"Hah? Lo kenapa?"

"Pusing."

"Ya udah, minum dulu, deh, Paracetamolnya. Iya nanti pas gajian lo bayar ke gue."

Setelah dapat persetujuan, gue langsung ambil satu strip Paracetamol, terus minum semuanya. Nggak deng, cuma satu tablet. Semoga aja setelah ini lebih baik.

Lala mulai kelihatan sibuk ngerjain resep pas poli buka, gue juga sama. Dan hari ini gue melihat banyak hal yang nggak pernah gue lihat sebelumnya. Sisi lembut Ibu, dan sisi baik Lala. Suatu hari ... kalau emang tempat gue masih di sini, gue juga berharap bisa menemukan sisi baik dari hidup gue dan kebahagiaan yang Tuhan janjikan.

How do you feel about this chapter?

3 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • nazladinaditya

    aduh, siapapun gigit cantika tolong 😭 aku pernah bgt punya temen kerja begitu, pengen jambak:(

    Comment on chapter Chapter 7 - Sisi baik dan kebahagiaan yang Tuhan janjikan
  • serelan

    Sumpah udh gedeg banget sama atasannya. Sikapnya kya org yg gak berpendidikan mentang² punya power. Maen tuduh, rendahin org, nginjek² org mulu tanpa nyari tau dulu kenyataannya. Klo tau ternyata si Jelek -males banget manggil Cantika- yg lagi² bikin kesalahan yakin sikapnya gak sama dgn sikap dia k Wisnu mentang² dia cewek cantik😡 lagian tu cewek gak becus knp masih d pertahanin mulu sih d situ, gak guna cuma bikin masalah bisanya. Tapi malah jadi kesayangan heran😑

    Comment on chapter Chapter 8 - Lebih dari hancur
  • serelan

    Nu Wisnuuu semoga jalan untuk menemukan kebahagian dalam hidupmu dimudahkan ya jalannya

    Comment on chapter Chapter 7 - Sisi baik dan kebahagiaan yang Tuhan janjikan
  • serelan

    Buat atasannya Wisnu jangan mentang² berpendidikan tinggi, berprofesi sebagai seorang dokter anda bisa merendahkan orang lain ya.. yang gak punya etika itu anda hey coba ngaca... ada kaca kan d rumah??
    Buat si Cantika yang sifatnya gak mencerminkan namanya anda d kantor polisi ya? Gara² apa kah? Jangan balik lg ya klo bisaaaa

    Comment on chapter Chapter 7 - Sisi baik dan kebahagiaan yang Tuhan janjikan
  • serelan

    Khawatirnya si ibu cuma karena mikirin masa depan si Selly mulu, takut banget klo mas Wisnu d pecat. Padahal jelas² tau mas Wisnu lg sakit tapi nyuruh buru² kerja jgn sampe d pecat. Semangat pula nyiapin bekal dan jadi tiba² perhatian cuma karena mas Wisnu bilang mau nyari kerja part time. Biar dapet tambahan duit buat si Selly ya bu ya😑.

    Comment on chapter Chapter 7 - Sisi baik dan kebahagiaan yang Tuhan janjikan
  • nazladinaditya

    baru baca bab 3, speechless si.. cantika kata gue lo asu 😭🙏🏻 maaf kasar tp kamu kayak babi, kamu tau gak? semoga panjang umur cantika, sampe kiamat

    Comment on chapter Chapter 3 - Dorongan atau peringatan?
  • serelan

    Curiga Selly yg ngambil dompet ibunya terus uangnya d pake CO Shopee, karena takut ketauan belanja sesuatu makanya pulang dulu buat ambil paketnya... Atasannya mas Wisnu cunihin ya sepertinya😂 ke cewe² aja baik, ke cowo² galak bener... gak adakah org yg bener² baik di sekitaran Wisnu? Ngenes banget idupnya..

    Comment on chapter Chapter 6 - K25.4
  • nazladinaditya

    siapa yang menyakitimuu wahai authoorrr 😭😭 tolong musnahkan ibu itu, singkirkan dia dari wisnu jebal

    Comment on chapter Chapter 5 - Pergi sulit, bertahan sakit
  • serelan

    Kesel banget sama ibunya. Selalu banding²in. Negative thinking terus lagi sama Wisnu. Awas aja klo ternyata anak yg d bangga²kan selama ini justru malah anak yg durhaka yg gak tau diri, rusak gara² cara didik yg gak bener.

    Comment on chapter Chapter 5 - Pergi sulit, bertahan sakit
  • serelan

    Nu, udh parah itu Nu🥺
    Nu, coba bilang aja dulu sama atasan klo si Selly mau coba bantu² biar liat gimana kakaknya diperlakukan di tempat kerjanya. Biar bisa mikir tu anak kakaknya nyari duit susah payah.

    Comment on chapter Chapter 4 - Namanya juga hidup
Similar Tags
Perjalanan yang Takkan Usai
863      646     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Survive in another city
293      228     0     
True Story
Dini adalah seorang gadis lugu nan pemalu, yang tiba-tiba saja harus tinggal di kota lain yang jauh dari kota tempat tinggalnya. Dia adalah gadis yang sulit berbaur dengan orang baru, tapi di kota itu, dia di paksa berani menghadapi tantangan berat dirinya, kota yang tidak pernah dia dengar dari telinganya, kota asing yang tidak tau asal-usulnya. Dia tinggal tanpa mengenal siapapun, dia takut, t...
Menanti Kepulangan
95      88     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Camelia
603      342     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Sejauh Matahari
578      362     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Mars
1307      714     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
Angkara
1225      726     1     
Inspirational
Semua orang memanggilnya Angka. Kalkulator berjalan yang benci matematika. Angka. Dibanding berkutat dengan kembaran namanya, dia lebih menyukai frasa. Kahlil Gibran adalah idolanya.
Pasal 17: Tentang Kita
181      94     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
Ameteur
167      147     2     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Daybreak
4586      1982     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox