Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Goresan ranting dan duri memberikan rasa nyeri di wajah serta tangan Nilam, sementara bagian tubuh paling perih terasa di kakinya. Kesadarannya kembali saat ia sudah tertelungkup di atas rimbunan rumput dan perdu. Punggung dan badannya terasa sakit, mungkin akibat benturan dengan bebatuan yang mencuat dari pinggir jurang,

Cahaya senter menyorot wajah Nilam seiring wajah Thomas yang berada di atasnya. “Nilam! Ya ampun, Nilam sadar!”

Nilam masih tak dapat menghilangkan efek kejut yang terjadi di sekujur tubuhnya. Bagaimanapun, ia tak bisa memahami kejadian yang baru saja menimpa dirinya. Seperti ada yang mendorongnya dari atas. Namun siapa? Apa ada makhluk tak kasat mata yang melakukannya?

“Nilam?”

“Ya?” Suara serak akhirnya keluar dari pita suara Nilam. “A–ada yang dorong aku!” pekiknya dengan suara teredam. 

Samar cahaya senter yang ditujukan pada Nilam memberikan sedikit pantulan ke wajah Thomas sehingga ia melihat cowok itu berubah pucat. “Oh, ya?”

“Iya!” Nilam mencoba duduk. Wajahnya meringis saat merasakan nyeri yang berasal dari sekujur tubuhnya. Thomas membantu. “Apa kamu lihat ada yang dorong aku?”

Thomas terbelalak. Dia tampak meneguk ludah sebelum menjawab. “Ng–nggak, kok! Nggak lihat!” gagapnya.

“Oh, apa jangan-jangan …?” Nilam tak berani meneruskan dugaannya. Tidak saat ia berada di tempat tak terjamah seperti ini. 

“Jangan-jangan apa?” Thomas balik bertanya. Seperti Nilam, tubuh cowok itu gemetar.

“Ehm, yang … yang tadi kita lihat sebelum lari,” gumam Nilam terdengar seperti bisikan. Dia tidak mau menyebut nama makhluk itu.

“Eh? Yang mana?” 

Nilam menggaruk kepala. Duh, kenapa Thomas tak juga mengerti? Dia mengusap tengkuk, menutupi bulu kuduknya yang seketika berdiri. “Itu, yang tadi putih-putih digantung kata Kak Ryu. Jangan-jangan itu beneran?”

Mulut Thomas membentuk lingkaran besar. “Oh … itu. Ah, iya, iya. Mungkin aja,” sahutnya tak jelas.

Sesungguhnya, Nilam yakin pikirannya itu hanya ide konyol yang terlintas. Maksudnya, bagaimana makhluk yang bahkan tak bisa disentuh bisa mendorongnya dengan kekuatan besar? Sangat tidak masuk logika. Namun, siapa lagi? Jelas-jelas tadi Kak Ryu, Rachel, dan Zahra sudah pergi ke pos tiga.

Pandangan Nilam tertumbuk pada tangan kiri Thomas yang menggantung dan tak digerakkan, sementara hanya tangan kanannya yang memegang senter. “Tangan kamu kenapa?”

Cowok itu melirik ke arah yang ditatap Nilam. “Oh, ini … ini tadi kayaknya keseleo pas jatuh. Sakit banget!”

“Ya ampun!” pekik Nilam iba. Tubuhnya memang sakit dan perih, tetapi ia bersyukur masih bisa menggerakkan semua anggota badannya. “Coba duduk dulu, Thomas!”

Thomas mengernyitkan dahi, tetapi ia tetap mengikuti perkataan Nilam. Ia duduk di sebuah batu besar dan lebar setinggi lutut. Nilam bergidik melihatnya. Beruntung kepala mereka tadi tidak membenturnya.

Melepaskan jaket, Nilam bermaksud membuat balutan menggantung agar Thomas bisa melemaskan bahu pada lengan yang sakit. Ia ingat pernah bermain balutan ini dengan Vania yang menjadi dokter kecil—mereka belajar dari Youtube. Meskipun sekarang tak ada balutan, paling tidak ia bisa memberikan pertolongan pertama dengan jaketnya.

“Lo mau ngapain?” tanya Thomas dengan dahi berkerut. “Ngapain lepas jaket?"

“Ini, biar kamu nggak pegal tangannya. Yang terkilir juga jadi nggak bergerak sebelum dapat pertolongan selanjutnya,” sahut Nilam sambil memasang resleting jaket, kemudian dengan hati-hati meletakkan bagian badan di sekitar lengan bawah dan bagian tangan diikat ke bahu kanan Thomas. “Mungkin nggak bagus, tapi lumayan buat nahan tangan kamu.”

Wajah Thomas memerah. Matanya menatap Nilam lekat. “Kenapa lo nolongin gue?” tanyanya parau.

“Ya?” Nilam menautkan alis. “Emangnya kalau nolongin orang harus ada alasan? Kita, kan, teman satu tim.”

Thomas menjilat bibir pucatnya. “Ya … nggak ada, sih,” desisnya menunduk.

“Tapi … kenapa tadi Rachel dorong kamu? Bukannya kalian dekat?”

Kali ini mata Thomas membola seiring mulutnya yang menganga. “Ah, lo … lo lihat?” tanyanya panik.

“Iya! Kayaknya dia sengaja, deh,” ujar Nilam seraya menyimpulkan ujung lengan jaketnya. “Apa kamu ada masalah sama mereka?”

Thomas seperti membatu. Jakunnya bergerak saat ia terlihat meneguk ludah. Selanjutnya ia menunduk, masih diam seribu bahasa.

“Ah, ya udah kalau nggak mau cerita, Thomas. Santai aja,” sambung Nilam menenangkan. “Nah, udah selesai.”

Thomas makin menunduk. Terdengar suara lirihnya berkata, “Makasih.”

“Sama-sama,” sahut Nilam. “Sekarang, pinjam senternya. Aku coba cari jalan keluar dari sini.”

Nilam mengedarkan senternya ke dinding jurang yang dipenuhi bebatuan terjal. Di belakang mereka, sungai dangkal dengan bebatuan di sekitarnya. Sesaat ia mencoba berdiri, kemudian terduduk lagi saat merasa ada yang aneh di lutut kanannya. Rasa nyeri yang menjalar saat digunakan berjalan. Ia menyorot bagian yang sakit itu dan tampak trainingnya robek. Cairan hitam keluar dari dalamnya, membasahi bagian luar celana. Ya ampun! Kenapa dari tadi ia tak merasakannya? Mungkin karena ia panik melihat tangan Thomas yang terluka.

“Kaki lo berdarah?” tanya Thomas.

“Iya ternyata. Tadi nggak ngeh,” sahut Nilam meringis. Ia membatalkan niatnya untuk mencari jalan. 

“Kayaknya kita kejebak, deh. Duh, mudah-mudahan Kak Ryu bisa cepat panggil bantuan, deh,” harap Thomas dengan bibir melengkung ke atas. 

“Iya,” jawab Nilam singkat sambil melipat celana untuk mengurangi gesekan dengan luka. Saat dibuka, semakin terlihat lukanya menganga. 

“Maaf, ya, Nilam,” ucap Thomas tiba-tiba sambil menatap luka di lutut Nilam. Air mata bercucuran di pipinya.

“Loh, kenapa?” tanya Nilam bingung. Sungguh aneh rasanya, biasanya dia yang selalu menangis, kini ada orang lain yang mendahuluinya.

“Tadi gue udah mikir yang nggak-nggak tentang lo,” sambungnya parau.

Nilam mengernyitkan dahi. “Yang nggak-nggak gimana?”

“Yah … kata yang lain, kan, lo sebenernya nggak mau ikut OSIS. Tapi pas tau banyak cowok keren, lo tiba-tiba jadi mau ikut,” tutur Thomas seraya menunduk.

“Hah?” Kali ini perut Nilam terasa mulas mendengar kata-kata yang meluncur dari mulut Thomas. “Siapa yang bilang gitu? Gisel?”

Mendengar nama cewek yang ditaksirnya disebut, Thomas buru-buru menyilangkan tangan. “Bukan, kok. Bukan Gisel!” serunya.

“Terus siapa? Kamu, kan, suka Gisel?” desak Nilam.

Wajah Thomas memerah. “Kok, lo tau? I–itu, kan, dulu!”

“Dulu? Bukannya kamu mau duduk sama Gisel di bus?” cecar Nilam semakin berani.

“Ah, iya. Itu sebelum lo nolongin gue barusan,” Thomas menggigit bibirnya.

Nilam semakin ternganga. “Aku nggak ngerti. Maksud kamu gimana? Jadi siapa yang nyebarin gosip itu?”

Diam sejenak, Thomas akhirnya berkata pelan, “Naura.”

“Hah?” Tanpa sadar Nilam memekik. “Na–Naura?”

“Iya. Dia yang bilang itu sama Gisel dan yang lain, makanya mereka jadi sebel sama lo. Apalagi katanya Kak Rendra pernah nganter lo sampe rumah, sedangkan Zahra suka sama Kak Rendra. Mereka bilang lo munafik. Mereka pengin lo berhenti aja ikut OSIS.”

“Ya ampun!” pekik Nilam tertahan. Air matanya tiba-tiba keluar. Ia masih tak habis pikir kalau Naura tega mengatakan itu semua. “Terus, gimana kamu bisa tau?”

“Semua peserta tau kali!” sergah Thomas. “Kebeneran karena gue suka Gisel dari awal masuk SMA, gue selalu pengen dekat dia. Jadi gue dengar itu semua waktu dia ngobrol sama teman-temannya.”

Hati Nilam tercabik-cabik. Rasa sakit di dadanya kini menjalar ke seluruh tubuh, lebih terasa menyiksa dibanding luka yang ia derita di sekujur badannya. Kalau Gisel dan teman-temannya yang mengatakan, mungkin ia masih bisa memahami. Namun, ini Naura! Orang yang ia percaya, sahabatnya sendiri. Mengapa ia tega membuangnya seperti ini? Apa ini syarat agar dia bisa masuk ke circle Gisel dan kawan-kawan?

“Sorry, Nilam. Seharusnya gue nggak bilang ini,” sesal Thomas pelan.

“Nggak apa-apa. Malah bagus, aku jadi tau,” isak Nilam. “Terus, soal Rachel dorong kamu tadi?”

“Itu … gue rasa dia mau dorong lo,” bisik Thomas.

Nilam menelan ludah. Perlakuan mereka benar-benar sudah kelewatan. Bukankah perilaku ini biasanya hanya ada di sinetron yang ditonton Mama? Bagaimana bisa terjadi di kehidupan nyata? Apalagi, terjadi langsung pada dirinya?

“Jangan-jangan, yang tadi dorong aku, juga dia?” terka Nilam dengan mata seolah menyala.

Anggukan pelan Thomas sudah menjadi jawaban. Nilam mencengkram kepalanya dengan kedua tangan. Kemarahan, kekesalan, ketakutan, dan kesedihan bercampur jadi satu dalam dadanya yang seperti akan meledak karena begitu kuat tekanan. Argh! Kenapa situasinya jadi rumit begini? Dan lagi, kenapa harus dia yang menjadi korban dari tindakan perundungan ini?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Sell... itu masmu loh.. org² nginjak harga dirinya.. kamu yg keluarga pun sama aja.. memperparah rasa sakitnya.. bukannya saling mendukung dan menguatkan malah kya gitu..

    Comment on chapter Chapter 14 - Memindahkan sakitnya
  • serelan

    Si Cantika mulutnya harus d sekolahin. Bener² gak ada akhlak tu org. Hidupnya aja belum tentu bener sok²an ngurusin hidup org lain.. Pikirin baik² ya Sell apa yg dibilangin mas mu. Jangan ngeyel terus akhirnya nyesel..

    Comment on chapter Chapter 13 - Teman bicara
  • serelan

    Ngenes banget sih Nuuu...
    Lagi sakit aja berobatnya sendiri gak ada anggota keluarga yang bisa d andalkan... La, baik² ya ama Nunu. Di tempat kerja cuma kamu yg bisa dia andalkan, yg bisa jagain dia dari semua makhluk laknat yg ada d sana..

    Comment on chapter Chapter 12 - Serius
  • serelan

    Wisnu berusaha keras buat jaga adiknya, gak mau sesuatu yang buruk terjadi. Tapi semua yang dilakukan Wisnu selalu disalah artikan mulu sama ibu & adiknya. Pikirannya negative mulu sama Wisnu. Padahal yg keluarganya kan Wisnu ya? Tapi lebih percaya org yang baru dikenal yg belum tau sifatnya seperti apa²nya..

    Comment on chapter Chapter 11 - Kebaikan atau sogokan? Kebaikan atau kesepakatan?
  • serelan

    Kesel banget sama ibunya..
    Anakmu lagi sakit loh itu.. malah dikatain pemalas.. gak ada peka²nya sama sekali kah sama kondisi anak sendiri? Apa jangan² Nu Wisnu anak pungut😭 parah banget soalnya sikapnya ke Wisnu. Tidak mencerminkan sikap seorang ibu terhadap anaknya..

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • alin

    Singkirin aja itu ibu dan icel, makin lama makin nyebelin. Kesel sama ibunya dan Selly disini. Kasian Wisnu. Yang kuat ya, Kak Nu🥺 hug Wisnu🥺🫂

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • nazladinaditya

    lo udah sesakit itu aja masih kepikiran nyokap dan adek lo yaa, nu. anak baik :((

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Wisnu nya udh kya gitu awas aja tu kluarganya klo masih gak ada yg peduli juga, keterlaluan banget sih..

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Nu, kamu tuh hebat banget asli. Saat berada dalam kondisi terburuk pun masih sempat aja mikirin tanggung jawab, mikirin ibu & adik mu. Tapi, orang² yg kamu pikirin, yang berusaha kamu jaga bahkan gak pernah mikirin kamu sama sekali. Minimal nanya gitu kondisi kamu aja nggak. Yang mereka peduliin cuma uang aja. Apalagi si Selly noh sampe bohongin ibu, nyuri uang ibu, mana di pake buat sesuatu yg gak baik pula. Mana katanya ntar klo udh ada uang lagi bakal di pake beliin yg lebih bagus lebih mahal. Mau nyari uang dimana dia? Nyuri lagi?

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • nazladinaditya

    wisnuuu:( u deserve a better world, really. lo sabar banget aslian. hug wisnuu🤍🥺

    Comment on chapter Chapter 8 - Lebih dari hancur
Similar Tags
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
7537      2470     26     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Diary of Rana
397      334     1     
Fan Fiction
“Broken home isn’t broken kids.” Kalimat itulah yang akhirnya mengubah hidup Nara, seorang remaja SMA yang tumbuh di tengah kehancuran rumah tangga orang tuanya. Tiap malam, ia harus mendengar teriakan dan pecahan benda-benda di dalam rumah yang dulu terasa hangat. Tak ada tempat aman selain sebuah buku diary yang ia jadikan tempat untuk melarikan segala rasa: kecewa, takut, marah. Hidu...
Weak
267      217     1     
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar. Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang. Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi. Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
Happy Death Day
758      468     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
Langkah Pulang
1180      718     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Ada Apa Esok Hari
301      234     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
Ratu Blunder
280      211     2     
Humor
Lala bercita-cita menjadi influencer kecantikan terkenal. Namun, segalanya selalu berjalan tidak mulus. Videonya dipenuhi insiden konyol yang di luar dugaan malah mendulang ketenaran-membuatnya dijuluki "Ratu Blunder." Kini ia harus memilih: terus gagal mengejar mimpinya... atau menerima kenyataan bahwa dirinya adalah meme berjalan?
Broken Home
51      49     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Wabi Sabi
422      300     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Cinta di Ujung Batas Negara
6      4     0     
Romance
Di antara batas dua negara, lahirlah cinta yang tak pernah diberi izin-namun juga tak bisa dicegah. Alam, nelayan muda dari Sebatik, Indonesia, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah hanya karena sepasang mata dari seberang. Siti Dzakyrah, pelajar Malaysia dari Tawau, hadir bagai cahaya kecil di tengah perbatasan yang penuh bayang. Mereka tak bertemu di tempat mewah, tak pula dalam pertemu...