Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Nilam berpegangan erat pada jalinan jaket yang diikat memanjang. Tubuhnya seketika melayang saat tarikan kuat berasal dari atas, terus membawanya keluar dari dasar jurang. Ia menggunakan satu kaki untuk menahan gesekan dengan dinding jurang yang terjal, walaupun tetap saja menimbulkan nyeri yang cukup mendera. Tak apa bagi Nilam. Bisa selamat dari dasar jurang saja sudah merupakan keajaiban untuknya.

Tiba di atas, genggaman kuat menarik tangannya hingga membawa tubuhnya berada di tepi jurang. Ia mengerang saat lututnya yang terluka membentur tanah. Rasa perihnya sungguh tak tertahankan.

“Nilam! Kamu luka?” teriak suara berat Kak Rendra yang kini berada di depan Nilam. Entah mengapa, melihatnya saja sudah membuat Nilam merasa aman. 

“I–iya, Kak!” jawab Nilam terbata. Ia meringis sambil meluruskan kakinya. Tidak bisa. Ia tak tahan dengan nyerinya.

“Ya ampun!” pekik kakak kelas perempuan yang berada dalam kelompok yang sama dengan Kak Rendra. Kalau tidak salah, namanya Kak Tifa. Dia menghampiri Nilam, memeriksa lukanya. “Gimana kalian bisa ada di sana?”

“Itu ….”

“Ceritanya panjang, Kak!” tukas Thomas memotong kata-kata Nilam. Mereka saling bertukar pandang sejenak.  

“Benar! Kita harus bawa mereka balik ke vila secepatnya! Khawatir lukanya semakin parah!” tegas Kak Rendra mengambil jaket dari temannya yang sedang melepas ikatan. Ia memakaikan jaket trucker cokelat itu ke tubuh Nilam. “Ayo!”

“Nilam bisa jalan?” tanya salah satu teman kelompok Kak Rendra, Kak Usman. “Kayaknya lukanya lumayan parah!”

“Kita tandu aja!” usul yang lain. “Tapi … gimana? Harus bikin dulu? Atau ambil di villa?” 

“Thomas bisa jalan, kan?” tanya Kak Tifa yang dijawab dengan anggukan. “Kamu hebat, Nilam. Bisa kepikiran bikin penyangga tulang tangan pakai jaket.”

Nilam hanya bisa tersipu sambil meringis. Semua orang berbicara dengan ribut, membuatnya tak dapat menangkap perkataan mereka satu per satu. Terlebih, kakinya benar-benar terasa sakit. Kak Tifa membebatnya dengan syal yang ia gunakan.

Kak Rendra tiba-tiba berjongkok di depan Nilam. “Ayo, Nilam! Naik ke punggung saya!.”

Semua mata saling berpandangan. Terlebih Nilam yang seketika berteriak panik. “Eh, ja–jangan, Kak! Nggak usah!”

“Serius, Ren, lo mau gemblok sampai villa?” tanya Kak Usman.

“Iya. Kasihan mereka sudah lama kedinginan!” sahut Kak Rendra tegas.

Nilam memekik canggung. “A–aku jalan sendiri aja, Kak!” 

“Udah, nggak apa-apa, Nilam. Biar cepat diobatin!” seru Kak Tifa menenangkan.

“Iya, nanti lukanya keburu infeksi juga,” timpal yang lain.

Tanpa menunggu persetujuan, teman-teman Kak Rendra membantu Nilam bangkit dan berjalan mendekati cowok itu. Tangan Nilam gemetar saat dipaksa melingkar di leher kakak kelasnya itu, terlebih tubuhnya yang harus berada sangat dekat. Jantungnya berdebar seolah ia akan kembali terlempar ke jurang. Lututnya kini tersangga dengan tangan kekar Kak Rendra, berada di sebelah pinggangnya. Sementara itu, tubuh kurus Nilam berada tepat di belakang punggung tegap cowok itu. Posisi yang sangat dekat ini membuat pipinya merona, apalagi teman sekelompok Kak Rendra terlihat saling menyembunyikan senyum.

“Kita lewat mana?” tanya Kak Tifa. “Apa balik lagi? Tapi jauh. Udah gitu ada po ….”

“Kita maju aja, ke pos tiga!” tukasl Kak Rendra. “Dari sana, ada jalan pintas ke villa.”

“Hah? Kok, lo tau, Ren?” pekik Kak Usman. 

“Iya, waktu itu ikut survei. Lagi pula, di sana ada panitia yang bisa hubungin panitia lain dan kirim bantuan,” sahutnya datar. “Ayo, kita jalan!”

Mereka berjalan beriringan melewati tepi jurang. Sepanjang jalan, jantung Nilam berdegup keras. Udara yang dingin seketika berubah menjadi hangat. Tubuhnya pun tak bisa berhenti gemetar. Indera penciumannya menangkap aroma yang selama ini terasa jauh dari kehidupannya. Tangannya yang memegang bahu kekar Kak Rendra, tak berhenti mengeluarkan keringat. Ini pertama kalinya ia berada begitu dekat dengan lawan jenis seusianya. Entah mengapa, ada rasa asing yang seperti meledak di hatinya. Bahkan, nyeri di lututnya sedikit tersamar oleh luapan ketegangan yang menyenangkan.

Suara obrolan anggota kelompok Kak Rendra terdengar di belakangnya, penuh kehangatan. Walaupun terdiri dari tiga peserta kelas XI dan dua siswa kelas X, mereka tetap terasa akrab. Berbeda dengan kelompoknya yang sangat dingin, hanya dua peserta yang mendominasi. 

“Kelompok kalian gimana, sih? Ada dua anggotanya yang jatuh ke jurang malah ditinggalin?” gerutu Kak Tifa terdengar di telinga Nilam.

“Iya. Parah, sih. Nggak setia kawan banget!” timbrung Kak Usman. Mereka langsung menyuarakan spekulasi masing-masing.

Nilam tak mendengar jawaban dari Thomas. Ia sendiri juga dalam posisi yang tidak bisa menyahut. Bukan karena ia berada paling depan bersama dengan Kak Rendra, tetapi ia juga bingung harus menjawab apa. Ia masih mempertimbangkan, apakah harus mengadukan perbuatan Rachel yang sudah mendorong Thomas dan dirinya. Namun, ia tak punya bukti yang cukup. Kediaman Thomas membuatnya berpikir, apakah cowok itu mau menyembunyikan fakta ini untuk membela teman-teman dari cewek yang disukainya? Jika dia menyangkal saat Nilam mengatakan fakta, bisa-bisa ia semakin menjadi target kebencian lagi.

Mereka tiba di pos tiga yang kosong. Hanya ada meja dan kursi serta beberapa kertas yang berserakan, serta sebuah senter yang masih menyala. Tak ada panitia yang berjaga, juga anggota kelompok Nilam. Semua saling bertanya, tetapi tentu saja tak ada jawaban. Tak ada pula alat komunikasi yang bisa menghubungkan mereka dengan panitia.

“Kita lewat jalan pintas aja ke vila!” perintah Kak Rendra. “Tapi, kalian harus siap-siap karena medannya akan lebih sulit,” tambahnya memperingatkan.

Semua saling berpandangan. Seorang siswi kelas X terbata saat bertanya, “A–anu, Kak. Terus seleksi kita gimana? Kita, kan, belum ke pos tiga sama pos empat?”

“Menolong teman itu lebih penting,” tegas Kak Rendra. “Kalaupun kita lolos seleksi, tapi membiarkan teman kita menderita, itu sama aja dengan menari di atas penderitaan orang lain. Seandainya kita nggak lolos karena ini, percayalah, kita sudah menjadi pahlawan yang rela mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk menyelamatkan orang lain. Itu akan menjadi catatan kebaikan yang nggak akan pernah hilang dari hidup kita.”

Kak Tifa bertepuk tangan, disusul Kak Usman dan semua yang ada. Thomas tersenyum cerah sambil berteriak girang. Siswi yang tadi bertanya menunduk sambil mengangguk-angguk. Pidato Kak Rendra terdengar sangat patriotis, membuatnya sungguh layak menjadi salah satu kandidat ketua OSIS. 

Perjalanan kembali ke vila dimulai. Benar kata Kak Rendra, jalan yang dilalui tidak mudah. Mereka harus menuruni bebatuan yang berada di jalan setapak, dikelilingi pepohonan yang lebih lebat dari sebelumnya. Belum juga rasa penat hilang, mereka harus menyeberangi sungai kecil dengan bebatuan licin. Nilam melihat semua saling berpegangan satu sama lain, menjaga keseimbangan agar tidak tergelincir. Berbeda dengan Kak Rendra yang begitu tenang meskipun ada dirinya yang menjadi beban.

“Kak, aku turun aja. Biar aku coba jalan sendiri. Aku udah bikin Kakak repot, nyusahin Kakak dan teman-teman lain,” bisik Nilam saat mereka sudah terlebih dahulu tiba di tepi. “Aku nggak enak cuma jadi beban Kakak, beban semuanya. Mungkin seharusnya, tadi aku ditinggal aja di pos tiga.”

Getaran di punggung Kak Rendra terasa saat dia berkata, “Tenang aja, Nilam. Saya sudah biasa bawa beban yang lebih berat dari kamu,” ucapnya datar. “Dan lagi, kamu sama sekali nggak ngerepotin saya.”

Hawa panas memenuhi pipi Nilam. Seperti ada letupan pita warna warni di hatinya, membuatnya tak bisa menahan senyum. Terlebih, ia merasakan seolah ada aliran listrik lembut yang menjalari setiap jengkal tubuhnya. Walau sesungguhnya ia penasaran, beban apa yang biasa dibawa Kak Rendra, yang jauh lebih berat dari empat puluh lima kilogram?

Setelah semua tiba dengan selamat di tepian sungai, mereka melanjutkan perjalanan melewati hutan. Kegelapan semakin terasa pekat, berpadu dengan suara burung hantu dan hewan lain di kejauhan. Beruntung jarak hutan tak terlalu jauh, sampai akhirnya mereka melihat cahaya samar dari sawah yang membentang luas. Namun, kelegaan mereka seketika kembali berubah menjadi ketegangan saat harus melewati pematang sawah yang sempit dan licin. Bahkan, beberapa kali, di antara mereka ada yang tergelincir dan terperosok ke lumpur.

Mereka mencuci kaki di aliran irigasi yang terletak di ujung sungai. Setelah itu, perjalanan dilakukan dengan menempuh padang ilalang yang bergoyang tertiup angin malam. Tak lama, kebun teh terlihat dan mereka melintasinya dengan penuh kegembiraan. Pasalnya, di kejauhan, terlihat permukiman dan yang pasti, villa mereka yang terlihat besar dibanding deretan bangunan lainnya.

“Ini, sih, lebih seru daripada pos ke pos tahun lalu! Iya, nggak, Tif?” komentar Kak Usman saat mereka tiba di jalan raya.

“Iya. Sayang nggak bawa HP. Nggak bisa foto-foto kita!” sambung Kak Tifa.

“Ah, lo, mah, sosmed mulu!” sindir Kak Usman yang langsung dibalas Kak Tifa dengan cibiran.

“Ye … gue, kan, selebgram!” pekiknya bangga. “Biarin aja, nanti kalo ada foto lo, gue kasih stiker biar mukanya nggak kelihatan!”

Semua tertawa. Kak Tifa dan Kak Usman meneruskan perdebatan tentang foto. Tanpa sadar, mereka tiba di villa.

Kepanikan menyambut mereka. Dengan cepat, panitia menggotong Nilam dan membawanya ke ruangan khusus mereka. Begitu juga Thomas yang ikut diobati. Sebelum masuk ke ruangan, Nilam meminta kakak panitia berhenti sejenak, kemudian mengucapkan terima kasih pada semua yang membantunya, terutama Kak Rendra. Hati Nilam berdesir melihat senyum samar di wajah kaku cowok itu.

Jantung Nilam seolah berhenti berdetak saat tiba di dalam ruangan. Tampak empat orang yang sudah melakukan tindakan keji padanya. Rachel, Zahra, Gisel, dan satu lagi … Naura!

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Aku Bilang, Aku Cinta Dia!
556      379     1     
Short Story
Aku cinta dia sebagaimana apa yang telah aku lakukan untuknya selama ini. Tapi siapa sangka? Itu bukanlah cinta yang sebenarnya.
High Quality Jomblo
47154      7142     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
Fragmen Tanpa Titik
91      84     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Kainga
3074      1522     13     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Renjana
573      422     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Ansos and Kokuhaku
3675      1235     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
Love 90 Days
6076      2242     2     
Romance
Hidup Ara baikbaik saja Dia memiliki dua orangtua dua kakak dan dua sahabat yang selalu ada untuknya Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan bila ada harga yang harus dibayar atas semua yang telah dia terima yaitu kematian Untuk membelokkan takdir Ara diharuskan untuk jatuh cinta pada orang yang kekurangan cinta Dalam pencariannya Ara malah direcoki oleh Iago yang tibatiba meminta Ara untu...
The Presidents Savior
10141      2322     16     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...
Memoria
357      297     0     
Romance
Memoria Memoria. Memori yang cepat berlalu. Memeluk dan menjadi kuat. Aku cinta kamu aku cinta padamu
The Best Gift
67      64     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...