Loading...
Logo TinLit
Read Story - SABTU
MENU
About Us  

Bimbingan pembekalan olimpiade, mulai dilakukan hari ini. Seperti perjanjian di awal, Binar hanya bisa sebentar turut serta dalam bimbingan.

Mengingat kesibukan Binar banyak sekali. Tidak melulu soal kerja, ia juga punya tanggung jawab sebagai kapten kesebelasan sekolah.

Dulu Binar ikut klub sepak bola sekolah karena hobi. Setidaknya dari sekian banyak kegiatannya, ada satu yang benar-benar Binar minati. Eh, Binar sekarang malah jadi kapten. Di mana ia tidak bisa sembarangan meninggalkan tanggung jawab.

Kalau Binar terlalu banyak kegiatan yang berhubungan dengan akademik, anak-anak klub sepak bola jadi iri. Apa lagi sebentar lagi akan ada turnamen. Binar rasanya sudah tidak sabar ingin serah terima jabatan dengan kapten baru. Sebentar lagi. Mengingat Binar sudah kelas XII.

Binar nanti akan mampir ke lapangan sebentar, sebelum nanti pamit lagi untuk lanjut kerja.

Remaja itu semakin kewalahan, sampai rasanya ingin berguru pada Naruto, untuk belajar jurus seribu bayangan. Lumayan Binar jadi bisa bagi tugas dengan bayangan-bayangannya.

"Udahan, Bin?" 

"Iya, Bu. Saya pamit dulu. Sudah terlambat soalnya." Binar menyerahkan hasil pekerjaannya.

"Iya. Jangan ngebut!" Bu Aisyah puas melihat lembar jawaban Binar yang sudah terisi penuh.

Bu Aisyah menatap Binar yang berlari keluar kelas.

Ersw juga menatapnya. Namun dengan tatapan yang kontras dengan Bu Aisyah. Bu Aisyah menatapnya dengan penuh rasa bangga, sebaliknya Ersa menatap penuh rasa benci.

"Kamu juga sudah, Sa?" Bu Aisyah mengalihkan atensinya pada Ersa.

Ersa mengangguk. "Sudah, Bu."

"Kalau begitu, mulai kita koreksi dan bahas satu per satu prediksi soalnya, ya."

"Iya, Bu."

***

Binar mana bisa tidak ngebut. Tadi ia tidak bisa pamit cepat dari lapangan. Semua protes karena Binar jarang ikut latihan. Yang berakhir membuat Binar ikut latihan sebentar.

Jika biasanya ia bisa pulang dulu untuk ganti baju, hari ini tidak bisa. Ia tadi pagi sudah sekalian bawa baju ganti di tasnya. Nanti ganti baju di toilet kedai soto.

Sampai sama, warung soto sudah ramai. Binar berlari masuk, dihadiahi tatapan tajam Mbah Siti.

"Telat terus tiap hari! Makin hari makin lama telatnya!" Mbah Siti mengomel saat Binar melewatinya.

"Maaf, Mbah. Saya ganti baju dulu." Binar lanjut menuju toilet.

Tak butuh waktu lama hingga Binar memulai pekerjaannya. Binar berusaha konsentrasi walau Mbah Siti masih mengomel dan menyindir keterlambatannya.

Saking ramainya, warung soto sudah tutup dalam kurun waktu 3 jam saja. Seperti biasa, ketika sudah tenang seperti ini ... Mbah Siti sudah tidak emosional lagi. Sudah berubah dalam mode malaikat.

"Bin ... kamu tadi udah makan?"

Binar menggeleng. "Nggak sempat, Mbah. Aku ada bimbingan sebentar. Terus ada latihan sepak bola. Aku ditunjuk ikut olimpiade, Mbah. Jadi perlu bimbingan."

"Bimbingannya setiap hari?"

"Jadwalnya Senin sampai Kamis, tiap pulang sekolah, Mbah. Sebenarnya durasi waktunya 1,5 jam. Tapi saya diberi izin untuk ikut 30 menit aja. Terus latihan bolanya nggak setiap hari kok, besok enggak. Maaf ya, Mbah. Tolong aku jangan dipecat."

Mbah Siti tersenyum. "Kamu beneran pinter ternyata, ya. Perasaan kok sering banget ikut olimpiade. Ya udah, mau gimana lagi? Kamu yang semangat. Dijaga kondisi badannya."

"Iya, Mbah."

"Ini ada sisa jeroan goreng. Ambil nasi sama kuah soto. Tambah gorengan ini mantap, Bin."

"Iya, Mbah. Makasih."

Kadang Binar memang dapat jatah makanan dari Mbah Siti juga. Hanya jika masih ada dia seperti ini. Kalau sudah tidak bersisa sama sekali, ya tidak. Mbah Siti hanya menambah uang sakunya.

"Bin, Mbah sebenernya bangga. Kamu sebagai anak muda memang harus aktif dan produktif. Tapi kamu kayaknya terlalu produktif. Sekolah, kerja, olimpiade, sepak bola. Waktu itu pernah izin nyanyi juga kan kamu."

"Iya, Mbah. Aku sebenarnya juga cape. Aku dari dulu hobi banget sepak bola. Jadi seneng aja tiap kali main."

"Kalau kamu memang seneng, ya terusin aja. Tapi kamu telatnya jangan lama-lama. Soalnya nggak ada yang bantuin Mbah!"

"Iya, Mbah. Aku usahakan datang secepatnya. Pokoknya aku jangan dipecat. Nggak apa-apa deh aku diomelin setiap hari. Yang penting aku tetep kerja sama Mbah Siti."

Mbah Siti tertawa lagi. "Lagian kan udah Mbah bilang, nggak ada yang betah kerja sama Mbah selain kamu, Bin. Yang lain pada takut. Cuma kamu itu yang paling kuat!"

Binar ikut tertawa. Ia sudah selesai makan, sekalian ia cuci mangkoknya.

***

Ersa memarkir mobilnya di pelataran minimarket, yang dekat dengan tempat bimbingan belajarnya yang baru. Dalam satu hari saja, Ersa harus menjalani bimbingan di tempat yang berbeda.

Mulai dari jam 5 sore sampai jam 7 malam. Istirahat sebentar, mulai lagi jam 8 sampai jam 10 malam. Dan terakhir adalah yang terbaru ini. Mulai jam 11 malam sampai jam 12 nanti.

Hanya 1 jam, sih. Tapi cukup untuk menambah taraf stres Ersa. Hidupnya terlalu terbebani oleh tingginya ekspektasi orang tua.

Eh, ekspektasi ayahnya saja, sih. Karena ibunya tidak terlalu menuntut.

Sembari menunggu jam 11 datang, Ersa mau ngopi dulu sebentar. Sekalian ia mau makan mie instan dan juga sosis bakar. Kalau di rumah mana boleh ia makan junk food seperti itu.

Ersa masuk ke minimarket. Ia menuju ke area coffee maker. Ia mengambil cup berisi es batu di dalam freezer. Dan menuangkan Americano ke dalam cup itu.

Ersa fokus sekali pada aktivitasnya, sampai-sampai tidak sadar, bahwa ada sepasang mata yang sejak tadi memperhatikannya sejak masuk ke tempat ini.

Ersa lanjut menyeduh mie instan cup jumbo ekstra pedas. Selesai, ia menuju ke kasir. Karena untuk sosisnya harus dibakarkan oleh karyawan minimarket.

Ersa seketika melotot saat melihat siapa orang yang berdiri di balik meja kasir. Orang itu justru tertawa melihat reaksi Ersa.

"Kenapa? Nggak pernah lihat kasir seganteng gue?" Binar malah meledek.

Ersa benar-benar masih terpaku di tempat. Masih merasa asing dengan keberadaan Binar, dengan seragam khas minimarket. Yang menjadi bukti bahwa bocah itu memang bekerja di sini.

Ersa pikir Binar hanya mengada-ada soal pekerjaannya. Ia pikir Binar cuma kerja di pagi hari saja, di warung pecel tumpang.

Eh, ternyata tengah malam begini ... Binar juga kerja di sini.

"Udah buruan ini berapa?" ketus Ersa.

"Nggak sekalian tambah sosis bakar?" Binar menawarkan, trik marketing yang template.

Ersa buru-buru menggeleng. Ia sudah tidak nafsu makan sosis bakar. Ogah makan buatan Binar. "Nggak mau, jangan-jangan lo racun!"

Binar tergelak. Sepertinya setiap kelakuan Ersa terlihat lucu sekali di mata Binar.

"Semuanya 30 ribu." Binar menyerahkan struk pada Ersa.

Ersa langsung menyerahkan kartunya saja pada Binar. Karena ia memang jarang bawa uang cash. Sebenarnya sekalian pamer juga. Karena kartu kreditnya berwarna hitam.

Tapi Binar malah tidak ada reaksi. Agak membuat Ersa kesal. Memangnya apa sih dari diri Binar, yang tidak membuat Ersa kesal?

"Ngapain lo malam-malam masih keluyuran, Sa? Mana sendirian." Binar coba bertanya karena ia memang peduli.

"Bukan urusan lo!" Seperti biasa, Ersa akan selalu ketus pada Binar dalam urusan apa pun.

Selesai Ersa langsung membawa makanannya keluar. Padahal tadi ia sebenarnya mau makan di dalam saja. Tapi jadi tidak nafsu karena ada Binar.

Setidaknya jika makan di meja yang disediakan di luar, Binar tidak akan kelihatan terlalu jelas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langit-Langit Patah
42      36     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...
Behind The Spotlight
3903      1937     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Tok! Tok! Magazine!
133      114     1     
Fantasy
"Let the magic flow into your veins." ••• Marie tidak pernah menyangka ia akan bisa menjadi siswa sekolah sihir di usianya yang ke-8. Bermodal rasa senang dan penasaran, Marie mulai menjalani harinya sebagai siswa di dua dimensi berbeda. Seiring bertambah usia, Marie mulai menguasai banyak pengetahuan khususnya tentang ramuan sihir. Ia juga mampu melakukan telepati dengan benda mat...
Loveless
10744      4875     613     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Heavenly Project
803      536     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Fragmen Tanpa Titik
69      63     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Chapter Dua – Puluh
4014      1586     3     
Romance
Ini bukan aku! Seorang "aku" tidak pernah tunduk pada emosi. Lagipula, apa - apaan sensasi berdebar dan perut bergejolak ini. Semuanya sangat mengganggu dan sangat tidak masuk akal. Sungguh, semua ini hanya karena mata yang selalu bertemu? Lagipula, ada apa dengan otakku? Hei, aku! Tidak ada satupun kata terlontar. Hanya saling bertukar tatap dan bagaimana bisa kalian berdua mengerti harus ap...
Welcome Aboard
645      391     2     
Inspirational
Inilah cerita kami, yang tak pernah kami ungkapan Dunia kami, yang tak pernah kalian ketahui Kebiasaan kami, yang tak pernah kalian bayangkan.
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
2392      1262     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Is it Your Diary?
269      221     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...