Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
MENU
About Us  

Ada satu masa dalam hidupku ketika bercermin adalah kegiatan yang kulakukan dengan napas ditahan dan mata yang nyaris tak berani terbuka. Bukan karena aku takut ada hantu di belakangku seperti dalam film horor, tapi karena aku takut... pada diriku sendiri. Takut menatap mataku yang tampak lelah. Takut melihat wajah yang rasanya asing. Dan lebih dari itu, takut mengakui bahwa aku belum benar-benar menyukai diriku sendiri. Aku ingat dulu, ketika seorang teman berkata, “Coba deh, cintai diri sendiri dulu sebelum kamu berharap orang lain mencintaimu.”

Aku tersenyum waktu itu. Senyum sopan yang sering kupakai untuk menyembunyikan kebingungan. Aku mengangguk seolah paham, padahal di dalam hati, aku bertanya-tanya, “Gimana caranya mencintai diri sendiri? Apa aku harus traktir diri sendiri es krim? Atau beliin hadiah terus bilang: ini dari aku buat aku?”

Lucu, ya?

Tapi memang sesulit itu. Karena mencintai diri sendiri bukan tentang selfie sambil pakai caption “self love”, atau bilang “I’m enough” padahal malamnya menangis sesenggukan karena komentar orang lain di media sosial.

Mencintai diri sendiri itu kadang… sesederhana memaafkan diri yang lupa mandi dua hari karena terlalu lelah. Kadang itu tentang tidak memaksa diri terus produktif saat kepala sudah penuh. Kadang itu juga soal memutuskan untuk tidur siang tanpa rasa bersalah. Namun, aku belajar bahwa mencintai diri sendiri itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan instan. Tidak ada tombol ‘on’ yang bisa ditekan untuk tiba-tiba merasa puas, bahagia, dan penuh cinta pada diri sendiri. Itu proses—dan prosesnya bisa berantakan. Bisa naik-turun. Bisa dua langkah maju, tiga langkah mundur. Tapi tak apa.

Aku mulai dari hal-hal kecil.

Pertama, aku belajar menerima bahwa aku bukan versi sempurna dari ekspektasi siapa pun. Aku nggak secantik aktris drama Korea. Nggak seproduktif akun-akun motivasi yang posting jam 4 pagi sambil olahraga dan baca buku. Dan aku juga bukan orang yang selalu sabar. Kadang aku jutek, kadang malas, kadang insecure luar biasa. Tapi bukankah itu manusia?

 

Kedua, aku belajar memaafkan diriku untuk hal-hal yang dulu membuatku malu. Seperti saat aku gagal presentasi dan suara gemetaran di depan kelas. Atau saat aku terlalu takut mengungkapkan perasaan, sehingga kehilangan kesempatan. Aku peluk semua rasa malu itu, lalu berkata dalam hati, “Terima kasih sudah bertahan sejauh ini.”

Ketiga, aku mulai merawat diriku. Bukan cuma fisik, tapi juga batin. Aku berhenti memaksa diri untuk ikut semua tren agar merasa ‘cukup keren’. Aku mulai lebih banyak mendengarkan isi kepalaku sendiri ketimbang omongan orang lain. Aku mulai rutin menulis jurnal, menumpahkan semua keresahan tanpa takut dihakimi. Dan anehnya, setiap tulisan itu membuat hatiku terasa lebih ringan.

Keempat, aku belajar memberi ruang untuk gagal—tanpa mengutuk diriku sendiri. Karena ternyata, orang yang paling keras pada diriku adalah… aku sendiri. Aku sering mengkritik terlalu tajam, menyalahkan terlalu lama. Tapi sekarang, aku ingin jadi teman baik untuk diriku. Aku ingin bersikap lembut, seperti aku bersikap pada sahabat yang sedang sedih. Karena aku juga berhak menerima kasih sayang yang sama.

Ada satu momen yang membuatku tersadar betapa pentingnya mencintai diri sendiri.

Waktu itu, aku duduk sendirian di taman kota, memandangi anak-anak yang berlarian. Mereka tertawa, jatuh, bangkit lagi, lalu tertawa lagi. Tidak ada yang merasa harus sempurna. Tidak ada yang takut terlihat konyol. Mereka hanya... menikmati. Dan aku iri pada mereka.

Lalu aku berpikir, “Kapan terakhir kali aku benar-benar menikmati hidup tanpa merasa harus jadi hebat?”

Pertanyaan itu menamparku.

Sejak kapan aku mulai merasa bahwa kebahagiaan harus ditunda sampai aku berhasil ini-itu? Sejak kapan aku merasa bahwa diriku baru layak dicintai kalau sudah menjadi versi ‘terbaik’?

Hari itu aku menulis di jurnal: “Aku janji, mulai hari ini aku tidak akan menunggu diriku jadi sempurna untuk mulai menyayangi diriku.”

Itulah titik baliknya. Mencintai diri sendiri, ternyata, tidak harus dengan cara yang rumit. Kadang itu hanya tentang berkata, “Aku capek” tanpa merasa bersalah. Atau membiarkan diriku menangis tanpa bilang, “Kamu harus kuat.” Kadang itu juga soal menertawakan diri sendiri tanpa merasa hina. Seperti saat aku jatuh di minimarket karena kepleset sandal. Alih-alih malu dan menyalahkan diri, aku malah tertawa dan bilang ke kasir, “Ya ampun, saya kejebak sinetron, Kak.” Lucu sih, tapi jujur, momen-momen itu membangun kembali keintimanku dengan diri sendiri. Aku mulai merasa nyaman jadi diriku sendiri, tanpa topeng, tanpa pencitraan. Dan dari sanalah aku tahu, bahwa mencintai diri sendiri juga soal mengizinkan diri untuk berkembang pelan-pelan. Tidak tergesa-gesa. Tidak membandingkan diri dengan orang lain. Karena setiap orang punya jam tumbuhnya masing-masing.  Kalau ada teman yang sudah bisa berdamai dengan masa lalunya, dan aku belum, itu bukan berarti aku tertinggal. Itu cuma berarti waktuku berbeda. Dan itu tidak apa-apa. Pelajaran paling penting dari perjalanan mencintai diri sendiri ini adalah: aku bukan musuhku. Aku bukan beban. Aku bukan kegagalan yang harus disembunyikan. Aku adalah rumah bagi perasaanku, tempat aman bagi pikiranku, dan sahabat bagi diriku sendiri.

Hari ini, ketika aku kembali bercermin, aku masih melihat mata yang kadang lelah. Tapi aku juga melihat senyum kecil yang perlahan tumbuh. Bukan karena hidupku sudah sempurna. Tapi karena aku mulai mengizinkan diriku untuk cukup—apa adanya.

Dan itu… rasanya luar biasa.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
MANITO
3271      1913     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Kini Hidup Kembali
152      139     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Lantunan Ayat Cinta Azra
1680      990     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Finding the Star
2648      1620     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Dalam Satu Ruang
281      219     2     
Inspirational
Dalam Satu Ruang kita akan mengikuti cerita Kalila—Seorang gadis SMA yang ditugaskan oleh guru BKnya untuk menjalankan suatu program. Bersama ketiga temannya, Kalila akan melalui suka duka selama menjadi konselor sebaya dan juga kejadian-kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Can You Be My D?
233      207     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
BUKAN MIMPIMU
553      387     1     
Short Story
mereka tidak percaya karena takut berusaha lebih keras. Apakah sama denganmu ?
My First love Is Dad Dead
113      100     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
No Longer the Same
1084      789     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...
Percentage People
72      13     3     
Fantasy
Pernahkah kamu berfikir bagaimana kehidupan asli seorang content creator setiap harinya yang selalu dapat memberikan berita terbaru baik itu tentang dirinya atau sesuatu yang menarik untuk dibahas dan ditonton. Mari kita berkenalan langsung dengan sosok Serana Tika, seorang content creator perempuan muda usia 28 tahun yang cukup aktif dalam memberikan infrormasi mengenai keseharian ia saat be...