Loading...
Logo TinLit
Read Story - Big Secret
MENU
About Us  

Aku tengah menyapu lantai, sepulang dari kampus. Saat ponselku berdering diatas meja.

Tanuya Calling…

Ya Ampun.

Angkat. Engga. Angkat. Engga.

“Halo,” sapaku. Saat panggilan berdering ketiga.

“Halo, Day. Lagi sibuk?”

“Pulang kampus. Ada apa?” aku hanya berdoa, ia tak bilang sedang di Jogja. Ekor mataku melirik jam diatas meja. Jam tujuh malam.

“Oh, hahaha. Harus ada apa ya, Day?”

“Em, engga, tumben telepon jam segini.” Aku berusaha tak gugup.

“Iya, habis selesai meeting ini. aku bingung mau kemana lagi. Masa mendekam di hotel aja.” Haduh!

“Em, kamu di Jogja?” tentu saja aku berdebar mendengar jawabannya.

Yes. Aku masih di tempat meeting ini. Mau balik hotel. Aku hubungin kamu, siapa tahu bisa temani aku makan.” Ucapnya riang.

“Oh… di hotel mana?”

“Marriot, di Ring Road Utara. Tahu kan?”

Aku memukul dahiku pelan. “Tentu saja tahu.”

“Dimana kosmu?”

Aduh. “Em daerah selokan mataram.”

Share loc ya,” tak ada pilihan lain.

 

>.<

 

Tanuya mengajakku makan sambil menikmati malam di alun-alun selatan. Dia tampak gembira melihat betapa ramainya alun-alun malam ini. Bahkan ia tak mengeluh sama sekali mendapat parkir yang jauh dari tempat makan.

“Ini,” ia mengangsurkan jagung bakar padaku. Kemudian duduk lesehan disampingku. “Disini ramai sekali ya, tapi menyenangkan.” Ia tak henti-hentinya tersenyum.

“Kenapa ga keluar sama yang lain?”

Ia melirikku, “Maksudmu Danu? Rio? Mas Hanung?” aku lupa nama temannya. “Mereka langsung balik ke Semarang tadi. Ada kerjaan yang harus deadline. Aku masih meeting besok dengan vendor lain. Kami bagi tugas.”   

Aku hanya manggut.

“Kenapa? Ga mau menemaniku keluar?” mata jenakanya mencoba mencari jawabanku.

Aku menggeleng. “Engga kok. Kaget aja, tiba-tiba dikabari.”

“Maaf ya, aku memang suka surprise.“ ucapnya sebelum dengan tekun, memakan jagung bakarnya. “Eh, Day,”

“Ya?”

“Itu serius kosan kamu?” ia memandangiku sambil mengeryit.

“Ya, apa yang salah?”

Tanuya menggeleng. “Ga sangka aja, cucu Pak Handoko ngekos di kos begitu.”

“Begitu gimana, maksudmu?” aku agak kaget juga, dia bisa mengatakan hal yang membuatku malas.

“Bukan, maksudku, kos yang nyaman banyak, Dayu.”

“Disana nyaman.”

“Fasilitas maksudku,”

“Ya, jelas sangat nyaman untukku. Apa masalahmu?” nada bicaraku jelas tak suka dia mengomentari kehidupanku.

Raut muka santai Tanuya berubah. Dia tampak menyesal, sudah salah bicara denganku. Salah topik. “Maaf, maaf aku minta maaf, aku tak bermaksud mengkritikmu. Aku hanya bertanya.”

“Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Aku pulang saja.” Dengan cepat, aku bangkit.

“Dayu!” aku tak peduli dengan panggilan Tanuya dibelakangku. Aku terus berjalan keluar alun-alun. Pikiranku kusut. Kupikir ia tak akan menanyakan hal konyol seperti itu.

DUKKK. Aku tak sengaja menabrak orang didepanku. Entah aku menabrak apa, sampai mataku berkunang-kunang seketika.

“Aduh, maaf,” aku mengusap dahiku. Yang terasa sakit.

“Kamu tak apa?” sebuah suara didepanku menyeruak. Aku mendongak juga. Aku ingat wajah ini.

“Eng, engga apa. Ma, maaf,” kataku kacau. Kelebatan kejadian di Kebumen memenuhi kepalaku.

Alde menunduk, memeriksa dahiku yang terasa berdenyut. “Lebam sedikit.” Tangannya bahkan menyingkirkan poniku. Aku menahan nafas.

“Ga apa. Nanti aku kompres saja.” Aku mundur satu langkah darinya.

“Tunggu disini,” ia berbalik. Tampak berbicara dengan bapak tukang es didekatnya, lalu mengulurkan sapu tangan hitam bergaris pada pedagang itu. Oh, dia meminta es. Tidak, dia bahkan membayar. Walau bapak penjual itu mengembalikan uangnya. Tapi ditolaknya.

Detik berikutnya, ia sudah didepanku lagi. Mengulurkan kompres dalam sapu tangan itu.

“A, aku bisa sendiri,” apa rasanya, ia berdiri sedekat ini denganku. Ia menyerahkan kompres padaku.

“Beri salep lebam,”

“I, Iya, makasi.” Sumpah, aku tak berani menatap matanya. Seolah aku akan dikulitinya.

“Dayu,” lenganku ditarik. Tanuya sudah berdiri dibelakangku. “Kenapa dahimu?” matanya meneliti wajahku.

“Tak sengaja tertabrak. Sudah dikompres.” Alde yang menjelaskan. Sebelum aku buka mulut.

“Aku tak apa. Makasi Alde,” aku menarik Tanuya dari depan Alde. Aku takut, Tanuya berpikir yang tidak-tidak tentang kami.

 

>.<

 

“Aku minta maaf,” Tanuya menghentikan SUV nya didepan kos. Ia baru bicara selama perjalanan setengah jam membelah kota Jogja.

“Sudahlah. Aku tak mau bahas lagi.” Aku melepaskan safety belt.

“Tolong maafkan aku, Dayu.” Ia menahan lenganku. Mau tak mau, aku harus menatapnya juga. Yap, ia tampak menyesal.

“Iya, aku maafkan. Sudah? Aku mau turun.” Ia diam, tak menahan lenganku lagi. Tak ada keinginan sedikit pun untuk menoleh. Aku terus masuk ke halaman kos, kemudian masuk lorong menuju kamarku.

“Cieeeeee sapa tuuuu,” Ina mengagetkanku, saat aku akan membuka pintu kamar.

“Duh, ngagetin aja, Na.” Ina hanya nyengir dari balik pintu kamarnya. Ia membuntutiku masuk kamar.

“Siapa, Day?” Ina langsung duduk diatas kasurku. Sementara aku membereskan diri.

“Teman.” Yang kukira menyenangkan. Setelah mencuci tangan kaki, aku mengganti baju di kamar mandi. Sekalian mengambil air wudu. Segera sholat isya. Ina masih menungguiku sambil memainkan ponselnya.

“Jadi? Teman yang mana? Kok ga cerita sama kita?” Tanya Ina, saat aku melipat mukena.

Aku terduduk di kursi. “Teman dari Semarang. Kebetulan ada kerjaan tadi, minta ditemani makan di alun-alun selatan.”

“Oya? Kok ga pernah cerita sama kita?”

“Aku belum cerita aja, Na.” aku tahu, Ina memancingku cerita, tapi aku sedang tak ada mood menceritakan soal Tanuya.

“Eh, dahimu kok merah, kenapa, Day?”

Duh, aku sampai melupakan kejadian dengan Alde tadi. Kulihat dikaca, memang memerah. “Ketabrak orang tadi, malah jadi begini.” Mau tak mau, aku melirik sapu tangan Alde yang tergeletak diatas meja. Es nya sudah habis. Hanya tersisa sapu tangannya.

“Waduh, parah juga ya, orangnya kabur gitu aja?”

Aku menggeleng. “Dia kasi kompes.”

“Oh, untung tanggung jawab juga. Dikasi salep lebam, Day.”

“Iya, besok beli dulu, Na.”

 

>.<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Moment
353      305     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
982      493     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Story of April
2900      1051     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Love after die
498      341     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
in Silence
482      344     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
TRIANGLE
355      235     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
Asa
4971      1551     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Aku Benci Hujan
7951      2239     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
From Ace Heart Soul
603      364     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
love like you
469      335     1     
Short Story